Banjir Bandang di Libya: Banyak Jenazah Belum Terevakuasi, 55 Anak-Anak Keracunan Air

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sudah seminggu sejak banjir bandang menyapu kota Derna di Libya, masih banyak jenazah di laut maupun di darat yang telah membusuk belum terevakuasi, dan terbaru 55 anak-anak keracunan setelah minum air.
Kekhawatiran munculnya masalah kesehatan di kota Derna, Libya yang dilanda banjir bandang itu akhirnya menjadi kenyataan.
Advertisement
Banjir bandang yang menyapu kota Derna, Libya akibat jebolnya dua bendungan sampai kini tercatat menyebabkan 11.300 orang meninggal dunia,
"Angka-angka itu diperkirakan masih akan bertambah karena kru pencarian dan penyelamatan bekerja tanpa kenal lelah untuk menemukan korban yang selamat maupun yang sudah meninggal dunia," kata laporan terbaru PBB.
"Hampir seminggu setelah Badai Daniel melanda Libya timur laut, situasi kemanusiaan masih sangat suram di Derna,” kata laporan terbaru tersebut.
"Masalah air minum yang parah telah melanda kota tersebut, dan setidaknya 55 anak keracunan karena meminum air yang tercemar," katanya.
Sudah seminggu ini sejak bencana itu terjadi hari Minggu malam lalu, masih banyak jenazah-jenazah yang tergeletak atau terkubur sebagian di lumpur dalam keadaan membusuk belum terevakuasi.
Tim penyelamat dari Malta, Italia yang ikut membantu melakukan pencarian korban-korban banjir bandang di kota Derna, Libya melaporkan menemukan ratusan mayat pada hari Jumat.
Departemen Perlindungan Sipil Malta (MCPD) mengatakan, Malta mengirim 72 penyelamat dari tentaranya dan MCPD ke Libya pada hari Rabu.
Tim beranggotakan empat orang awalnya menemukan tujuh mayat di dalam gua sebelum menemukan beberapa ratus mayat dan puing-puing di sebuah teluk kecil.
"Mungkin ada sekitar 400, tapi sulit untuk mengatakannya," kata ketua tim.
Seorang koresponden BBC, Anna Foster melaporkan, bau busuk menyelimuti udara kota Derna karena masih banyaknya jenazah-jenazah korban banjir bandang yang belum terevakuasi.
Utusan PBB untuk Libya, Abdoulaye Bathily, seperti dilansir Anadolu Ajancy, menyebut ini merupakan kehancuran besar-besaran di kota Derna di bagian timur Libya menyusul banjir mematikan pekan lalu dan menyedihkan.
Setidaknya 11.300 orang meninggal dunia dan 10.100 orang lainnya masih dinyatakan hilang menyusul banjir bandang di kota Derna, Libya yang disebabkan oleh Badai Mediterania Daniel, hari Minggu lalu.
Menurut Kantor Kemanusiaan PBB (OCHA), lebih dari 40.000 orang terpaksa mengungsi di wilayah timur laut Libya akibat banjir mematikan tersebut.
Derna adalah daerah yang paling terkena dampak banjir besar setelah bendungan kota jebol, sehingga menghanyutkan rumah-rumah dan orang-orang saat sedang tidur.
"Saya meninggalkan Derna hari ini dengan hati yang berat, setelah menyaksikan kehancuran akibat banjir terhadap nyawa dan harta benda. Benar-benar menyayat hati," tulis Bathily di platform X.
"Saya melihat langsung besarnya bencana tersebut. Krisis ini berada di luar kemampuan Libya untuk mengatasinya, dan melampaui batas politik dan perbatasan," katanya.
Bathily mengatakan PBB “
secara aktif berkolaborasi dengan otoritas lokal dan lembaga bantuan di lapangan untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
“Pada saat yang sama, tim kami juga melakukan penilaian lebih lanjut terhadap situasi tersebut untuk meningkatkan koordinasi upaya respons di Derna dan wilayah terdampak lainnya," tambahnya
Dua bendungan di hulu kota Derna, Libya itu jebol akibat tekanan hujan deras oleh Badai Daniel yang sangat kuat.
Bendungan tersebut tadinya dibangun untuk melindungi kota pelabuhan berpenduduk 100.000 jiwa itu.
Namun tepian sungai menjadi kering atau wadi yang mengalir melalui pusat kota justru banyak dibangun gedung-gedung, sehingga saat aliran deras dari bendungan yang jebol itu menyapu seperempat bagian kota Derna, Libya menuju laut Mediterania. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.