Peristiwa Internasional

Israel-AS Retak? Benjamin Netanyahu Tidak Mau Ada Negara Palestina

Jumat, 19 Januari 2024 - 16:32 | 30.62k
Benjamin Netanyahu saat berbicara di Tel Aviv pada Kamis (18/1/2024). (FOTO: CNN)
Benjamin Netanyahu saat berbicara di Tel Aviv pada Kamis (18/1/2024). (FOTO: CNN)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Israel dan AS  berselisih terkait Palestina. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak mau ada negara Palestina dengan alasan hal itu bertentangan dengan keamanan Israel.

Pernyataan Benjamin Netanyahu itu disampaikan Kamis (18/1/2024) kemarin, dan hal itu bertentangan dengan pernyataan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden.

Advertisement

"Dalam pengaturan apa pun di masa depan, Israel memerlukan kendali keamanan di seluruh wilayah barat Yordania. Hal ini bertentangan dengan gagasan kedaulatan (Palestina). Apa yang bisa kau lakukan?" katanya pada acara konferensi pers di kota Tel Aviv.

Netanyahu mengatakan hal itu saat ditanya tentang adanya laporan bahwa dia mengatakan kepada para pejabat AS bahwa dia menentang gagasan kedaulatan Palestina.  

Banyak negara, termasuk Amerika, menyerukan pembentukan negara Palestina.  

"Konflik ini bukan tentang tidak adanya negara (Palestina) tetapi tentang adanya sebuah negara, negara Yahudi,” kata Benjamin Netanyahu. 

Benjamin Netanyahu mengklaim dalam konferensi pers itu, bahwa politisi Israel yang memintanya untuk mundur pada dasarnya meminta pembentukan negara Palestina.  

"Mereka yang berbicara tentang hari setelah Netanyahu sebenarnya berbicara tentang pembentukan negara Palestina," ujarnya.

"Seorang perdana menteri Israel harus mampu mengatakan tidak kepada teman-teman kita," tambahnya.  

Mengutip pernyataan penasihat senior Netanyahu, Mark Regev di CNN, bahwa keamanan adalah prioritas tertinggi, ketika ditanya tentang para pengamat yang mengatakan bahwa posisi Benjamin Netanyau itu lebih pada menjaga dirinya tetap berkuasa daripada mencari solusi yang adil terhadap konflik tersebut. 

"Israel harus memiliki kontrol keamanan yang bisa membatasi pelaksanaan penuh kedaulatan Palestina,” kata Regev.

"Terutama setelah tanggal 7 Oktober, untuk meminta masyarakat Israel, rakyat Israel, untuk mengatakan, 'Kami akan meringankan- pedal keamanan,' bahwa keamanan bukanlah prioritas tertinggi, untuk menjaga keselamatan orang-orang kita yaitu mengabaikan kenyataan,” kata Regev.  

“Dan jika Palestina benar-benar ingin maju bersama Israel, mereka harus bersedia memahami kekhawatiran tersebut. Itu adalah kekhawatiran yang sah,” tambahnya.  

Sementara itu wakil Perdana Menteri dan Menteri Penerangan Otoritas Palestina, di kota Ramallah, Nabil Abu Rudeineh mengatakan, tidak akan ada keamanan atau stabilitas di Timur Tengah tanpa pembentukan negara Palestina yang merdeka.

Abu Rudeineh mengatakan hal itu untuk menanggapi penolakan gagasan negara Palestina oleh Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.

"Seluruh wilayah berada diambang letusan gunung berapi," tambah Nabil Abu Rudeineh, menurut kantor berita Palestina WAFA.

Abu Rudeineh juga menambahkan, bahwa pernyataan Netanyahu itu menunjukkan pemerintah Israel bertekad untuk mendorong seluruh wilayah ke dalam jurang maut.

Rudeineh menyatakan, AS memikul tanggung jawab atas memburuknya keamanan dan stabilitas di kawasan karena bias dan dukungan buta terhadap pendudukan Israel. Presiden AS Joe Biden telah lama menganjurkan solusi dua negara dalam konflik Israel-Palestina.

AS Tidak Tinggal Diam

Sementara itu para pejabat AS tidak menganggap penolakan Netanyahu terhadap negara Palestina itu sebagai keputusan akhir mengenai masalah ini.

AS mengatakan, tidak akan tinggal diam dan membiarkan penolakan nyata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu  terhadap terbentuknya negara Palestina itu untuk menghentikan pembahasan mereka soal negara Palestina dengan rekan-rekan mereka di Israel.

Pernyataan tersebut, yang sangat bertentangan dengan pernyataan Presiden AS, Joe Biden, adalah contoh lain dari meningkatnya keretakan antara Israel dan sekutu internasional utamanya itu.

Bahkan ketika Biden menawarkan dukungan kuat kepada Israel secara terbuka, di balik layar, ia dan para pejabat tinggi semakin frustrasi karena Netanyahu tampaknya menolak saran dan tekanan terhadap kampanyenya di Gaza.

Seorang pejabat senior pemerintahan AS mencatat, setelah komentar Netanyahu bahwa perdana menteri telah mengubah sikap garis keras sebelumnya, dan pernyataannya pada hari Kamis itu belum tentu merupakan keputusan akhir. 

"Jika kami mengambil pernyataan seperti itu sebagai keputusan akhir, maka tidak akan ada bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza dan tidak ada sandera yang akan dibebaskan," ujar seorang pejabat senior pemerintah AS.

Seseorang yang mengetahui masalah ini mengatakan tidak jelas apakah Netanyahu sebenarnya telah menyampaikan pandangannya langsung kepada para pejabat Amerika, seperti yang dia nyatakan dalam konferensi persnya itu.

Orang tersebut mengatakan, bahwa di dalam pemerintahan, komentarnya tidak dipandang sebagai perubahan besar dari apa yang dia katakan sebelumnya.

Pernyataan Benjamin Netanyahu yang tidak mau ada negara Palestina itu merupakan salah satu contoh adanya keretakan hubungan antara Israel dan Amerika Serikat. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES