Perdana Menteri Palestina Mengundurkan Diri, Inilah Alasannya

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perdana Menteri Otoritas Palestina, Mohammad Shtayyeh, Senin kemarin mengumumkan pengunduran diri pemerintahannya.
Selama ini Mohammad Shtayyeh memimpin pemerintahan sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.
Advertisement
Alasan Mohammad Shtayyeh mundur dari pemerintahan adalah kenyataan baru yakni karen perang Israel-Hamas.
Mohammad Shtayyeh dan pemerintahnya mengajukan permohonan diri mereka kepada Presiden Otoritas Palestina, Mahmoud Abbas.
Pengunduran diri Mohammad Shtayyeh ini oleh banyak pengamat dianggap sebagai langkah pertama menuju terbentuknya pemerintahan teknokratis Palestina yang baru.
Dimana nantinya akan mengatur wilayah Palestina dan mengawasi pemulihan Gaza setelah upaya Israel bekerja dalam membasmi Hamas dari daerah kantong yang terkepung telah berakhir.
“Keputusan untuk membatalkan diri mengingat eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Tepi Barat dan Yerusalem serta perang, genosida, dan kelaparan di Jalur Gaza,” kata Shtayyeh dalam pengumumannya.
Ia juga mencatat bahwa tahap selanjutnya dan tantangan-tantangannya memerlukan pembentukan pemerintahan baru serta pengaturan politik yang mempertimbangkan realitas baru di Gaza.
Juga perlunya konteks Palestina berdasarkan persatuan Palestina dan perluasan kesatuan otoritas atas tanah Palestina.
Presiden Abbas, yang memimpin Otoritas Palestina yang memimpin beberapa wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel juga telah menerima beasiswa tersebut dan menunjuk pemerintahan baru. Sampai saat itu tiba, pemerintahan Shtayyeh akan tetap memerintah dalam kapasitas sementara.
“Pengunduran diri Shtayyeh dan pemerintahannya ini juga merupakan perombakan kabinet yang menyeluruh,” kata seorang Analis senior Palestina di International Crisis Group, Tahani Mustafa seperti yang ia sampaikan kepada TIME.
Perombakan itu bisa dibaca sebagai upaya memenuhi seruan AS dan negara-negara lain untuk mendukung hal tersebut, yakni pembentukan 'Otoritas Palestina yang direvitalisasi'” di mana Gaza dan Tepi Barat dipersatukan kembali di bawah satu struktur pemerintahan, setelah perang.
Menurut beberapa outlet berita diantara mereka yang diperkirakan akan dimasukkan ke dalam pemerintahan teknokratis baru ini adalah Mohammad Mustafa, mantan pejabat Bank Dunia dan ketua Dana Investasi Palestina, yang diperkirakan akan ditunjuk oleh Abbas sebagai perdana menteri.
Dikenal luas sebagai teknokrat independen, Mustafa sebelumnya menjabat sebagai menteri ekonomi dan wakil perdana menteri, dan pada saat itu ia terlibat dalam rekonstruksi Gaza setelah perang tahun 2014.
Januari lalu, Mustafa memimpin utusan Palestina di Forum Ekonomi Dunia di Davos, di mana ia mengatakan kepada yang hadir, bahwa jalan terbaik bagi kita semua, termasuk Israel adalah menjadi negara bagi rakyat Palestina, perdamaian dan keamanan bagi semua orang.
"Semakin cepat kita melakukan hal ini, semakin baik," katanya pada waktu itu.
Palestina yang dibentuk 30 tahun yang lalu sebagai pemerintahan sementara setelah perjanjian damai Oslo, saat ini menjalankan pemerintahan terbatas di sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki dan tidak ada pemerintahan di Gaza, tempat mereka diusir oleh kelompok Islam Hamas setelah Palestina tahun 2006. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |