Krisis Pernikahan di Korsel: Terjadi Penurunan 40 Persen dalam 10 Tahun Terakhir

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Korea Selatan menghadapi tantangan serius dalam hal pernikahan dan kelahiran, dengan jumlah pernikahan menurun drastis sebanyak 40 persen dalam sepuluh tahun terakhir. Data pemerintah Korea Selatan pada Minggu (3/3/2024) menyoroti penurunan yang mengkhawatirkan ini, yang telah berdampak signifikan terhadap angka kelahiran di negara tersebut.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Statistik Korea, hanya tercatat 193.673 pernikahan pada tahun lalu, turun secara tajam dari 322.807 kasus pada tahun 2013. Meskipun ada sedikit peningkatan dari tahun sebelumnya, di mana dilaporkan 191.690 pernikahan pada 2022, tren penurunan pernikahan tahunan telah berlanjut selama 11 tahun berturut-turut sejak 2012 hingga 2022.
Advertisement
Survei yang dilakukan oleh Statistics Korea menunjukkan bahwa pandangan masyarakat terhadap pernikahan juga telah mengalami perubahan signifikan. Hanya 15,3 persen dari responden yang berusia 13 tahun ke atas yang menganggap "pernikahan adalah suatu keharusan" pada tahun 2022, turun dari 20,3 persen sepuluh tahun sebelumnya. Demikian pula, proporsi mereka yang menyatakan "menikah lebih baik" juga turun menjadi 34,8 persen dari 42,4 persen pada periode yang sama.
Berdasarkan survei tersebut, lebih dari 30 persen responden di usia 20-an atau 30-an menyebutkan "kekurangan uang" sebagai alasan utama mereka untuk tidak menikah. Sekitar 19 persen dan 14 persen dari responden yang sama menyatakan bahwa mereka "tidak merasa perlu" untuk menikah.
Penurunan jumlah pernikahan juga telah berdampak pada tingkat kesuburan negara tersebut. Data dari Statistik Korea menunjukkan penurunan jumlah bayi yang lahir selama delapan tahun berturut-turut, mencapai angka 230.000 pada tahun 2023, turun 47,3 persen dari 436.455 pada tahun 2013. Tingkat kesuburan total, yang mengukur jumlah rata-rata anak yang diharapkan lahir oleh seorang perempuan selama hidupnya, juga turun ke titik terendah sepanjang sejarah triwulanan pada periode Oktober-Desember 2023, mencapai hanya 0,65, jauh di bawah tingkat penggantian sebesar 2,1 yang diperlukan untuk menjaga populasi tetap stabil.
Tren penurunan ini menimbulkan keprihatinan serius di antara para pengamat demografi dan pemerintah Korea Selatan. Meskipun langkah-langkah telah diambil untuk mendorong pernikahan dan kelahiran, seperti program dukungan keuangan dan bantuan perumahan bagi pasangan yang menikah, tantangan ini tetap menjadi fokus utama bagi pemerintah dalam upaya untuk menjaga keberlanjutan populasi negara.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |