Doa Sejariyah Bagi Umat Muslim dan Kelancaran Haji 1445 H

TIMESINDONESIA, MAKKAH – Dengan tangan yang menengadah dan bibir yang melantunkan ayat-ayat suci Al-Fatihah, Sajariyah (65), jemaah haji Indonesia asal Pare-pare, Sulawesi Selatan, memanjatkan doa tulus untuk para petugas haji dan seluruh umat Muslim Indonesia.
"Saya bacakan Al-Fatihah untuk seluruh petugas haji Indonesia. Saya doakan juga seluruh umat Muslim Indonesia agar bisa berhaji ke Makkah," tuturnya dengan penuh haru di Makkah, Selasa (28/5/2024).
Advertisement
Di hadapannya, Kepala Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Daerah Kerja Makkah, Khalilurrahman, mengaminkan doa-doa Sajariyah.
"Terima kasih banyak, Bu, atas doanya. Doakan kami para petugas agar dapat selalu melayani para jemaah dengan baik. Bila ada pelayanan yang masih kurang, silakan sampaikan ke kami ya, Bu," ujar Khalilurrahman.
Sajariyah adalah satu dari 82 jemaah haji Indonesia penyandang disabilitas. Menghadapi kehidupan dengan keterbatasan penglihatan sejak kecil, tidak pernah menyurutkan semangatnya untuk menunaikan ibadah haji.
Tekad yang kuat dan dukungan dari keluarga, terutama adiknya, ia berhasil mendaftar pada tahun 2010. Selama masa penantian itu, Sajariyah terus memperdalam ibadahnya dengan puasa Daud dan salat tahajud yang tak pernah terlewat.
Setibanya di Makkah, Sajariyah merasa sangat bahagia. "Senang sekali di Makkah, enak di sini," ujarnya dalam bahasa Bugis sambil tersenyum.
Dia juga menegaskan niatnya untuk fokus beribadah dan menghindari kegiatan belanja.
"Saya di sini tak mau belanja, ingin ibadah terus," tambahnya.
Di tanah suci, Sajariyah juga ingin membalas semua kebaikan orang yang pernah menolongnya.
"Saya mendoakan semua Muslim di Indonesia sehat. Semuanya bisa berkunjung ke sini," ujarnya penuh harap.
Salah satu keinginan terbesar Sajariyah adalah mencium Hajar Aswad. Ia yakin mampu melakukannya karena berhasil menyelesaikan Thawaf tanpa bantuan kursi roda di tempat Thawaf utama.
Namun, Khalilurrahman mengingatkan Sajariyah untuk tidak memaksakan diri mengingat risiko tinggi akibat kepadatan jemaah.
Meski begitu, Khalilurrahman mengapresiasi semangat dan kemandirian Sajariyah.
"Saya sangat senang melihat semangat beliau, luar biasa," ujarnya.
Hafida Jufri, petugas kesehatan haji yang mendampingi Sajariyah, juga memuji kemandirian dan semangatnya.
"Dia gak ada penyakit bawaan. Saya input di Siskohatkes, dia hanya bawa vitamin Enervon C dan minyak kayu putih, gak ada obat lain," ungkap Hafida.
Selama di Madinah, Sajariyah selalu melaksanakan salat di Masjid Nabawi, termasuk menyelesaikan Salat Arbain—ibadah salat wajib 40 waktu tanpa terputus di Masjid Nabawi. Ibadah ini dapat dilakukannya karena hotel tempatnya menginap berada dekat dengan masjid. Meski di Makkah ia berkeinginan untuk selalu salat di Masjidil Haram, jarak yang jauh membuatnya disarankan salat di musala hotel.
Keberangkatan Sajariyah ke tanah suci tidak lepas dari dukungan keluarganya. Ia dibiayai oleh adik dan keluarganya, dan sebagai bentuk rasa syukur, Sajariyah telah menyiapkan oleh-oleh untuk keluarganya di tanah air.
"Beliau juga mendoakan keluarganya bisa ke sini," tambah Hafida.
Kisah Sajariyah adalah bukti bahwa keterbatasan fisik tidak menjadi halangan untuk meraih mimpi besar. Semangat, kemandirian, dan keikhlasannya dalam menjalani ibadah haji menjadi inspirasi bagi semua jemaah, membuktikan bahwa dengan tekad dan doa, segala sesuatu mungkin terjadi.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Rizal Dani |