
TIMESINDONESIA, MAKKAH – Mondar-mandir. Ke sana-kemari. Setiap yang keluar disamperin. Setiap yang mau menuju bus dihampiri. Dengan sebuah gunting cukur kecil tertenteng di tangan, tak dibiarkan olehnya jemaah haji meninggalkan Masjidil Haram tanpa ditanya sana-sini. Tak dibiarkan berlalu jemaah menuju bus tanpa ditanya lebih dulu.
“Sudah tahallul, Pak? Sudah dipotong rambutnya, Pak?”
Advertisement
Pertanyaan-pertanyaan itu selalu keluar dari lisan seorang lelaki muda sambil menggerakkan langkah kakinya dari satu sudut ke sudut lainnya. Termasuk juga ke tengah. Di sebuah terminal khusus untuk jemaah haji. Namanya Syib Amir di Makkah. Lelaki itu senantiasa stand-by di depan posko haji Indonesia di terminal dan atau pintu keluar Masjidil Haram sisi terminal dimaksud.
Syib Amir adalah salah satu dari tiga terminal di sekitar Masjidil Haram. Dua terminal lainnya adalah Bab Ali dan Jiad. Kendaraan yang melayani jemaah haji Indonesia dikenal dengan nama Bus Shalawat. Beroperasi selama 24 jam dari berbagai hotel di Makkah ke Masjidil Haram. Atau juga sebaliknya.
Jadi, kapan saja Jemaah haji Indonesia berkehendak pergi ke Masjidil Haram, Bus Shalawat selalu siap di depan hotel tempat menginap masing-masing. Juga, kapan saja jemaah ingin kembali ke hotel dari Masjidil Haram, Bus Shalawat selalu ada di terminal sesuai jurusan.
Nikmat sekali rasanya mobilitas jemaah haji Indonesia selama di Makkah! Terfasilitasi dengan bus khusus oleh pemerintah melalui Kementerian Agama RI sebagai penyelenggara haji. Bus itu diperuntukkan khusus pula untuk jemaah haji Indonesia. Tidak untuk jemaah dari negara lainnya.
Lebih dari itu, Bus Shalawat dimaksud juga melayani pergerakan jemaah haji Indonesia dengan duapuluh dua rute di lima wilayah di Makkah. Sebuat saja Syisyah, Raudhah, Misfalah, Jarwal, dan Rei Bakhsy.
Jadi, jemaah bisa terfasilitasi ke sejumlah titik wilayah di Makkah selama menunaikan ibadah haji. Tinggal catat nomor lambung Bus Shalawat serta nama terminal yang menandakan tujuan akhir layanan. Lalu naik, dan nikmati perjalanan berangkat. Begitu pulang untuk pulangnya.
Nah, lelaki muda yang selalu menenteng gunting cukur kecil di tangan di terminal Syib Amir di atas adalah petugas haji yang memang disiapkan secara khusus di antaranya untuk melaksanakan satu tugas: membantu memastikan perihal peribadatan jemaah terjaga aman dan tuntas. Sekali lagi, itu tugas khusus.
Di bidang peribadatan. Lelaki itu mendapatkan tugas khusus di bidang peribadatan, utamanya untuk tahapan ibadah tahallul. Menggunting atau memotong setidaknya tiga helai rambut sebagai bagian dari rukun haji (dan tentu juga umrah). Kalau dilakukan di sekitar Masjidil Haram, berarti jemaah haji telah melaksanakan tawaf dan sai.
Apa yang dilakukan oleh lelaki muda di terminal Syib Amir di atas adalah bagian dari pelayanan oleh petugas haji Indonesia kepada semua Jemaah haji Indonesia. Tak ada pertanyaan apakah Anda berlimpah harta atau tidak.
Tak ada kaitan apakah Anda pejabat atau tidak. Tak ada hubungan dengan latar belakang ormas keislaman Anda. Tak ada urusannya dengan apakah Anda berangkat lewat rombongan yang dikelola oleh KBIHU atau tidak. Semua dilayani. Semua dibantu untuk memastikan tahapan peribadatannya terjaga dan aman.
Ishfah Abidal Aziz selaku bagian dari pimpinan petugas haji Indonesia mengkonfirmasi kisah lelaki muda di termainal Syib Amir di atas. Dia juga kembali mengisahkan praktik lelaki petugas haji itu saat makan siang bersama dengan sejumlah pimpinan petugas haji di Wisma Haji Indonesia Daker Mekkah, Senen (16/06/2024).
Begitu detilnya layanan para petugas haji Indonesia. Apa yang ditemukan oleh Gus Alex, panggilan akrab Ishfah Abidal Aziz, di Terminal Syib Amir dengan lakon lelaki petugas haji di atas juga bisa ditemukan di tempat lain. Baik di terminal haji di sekitar Masjidil Haram ataupun di sudut-sudut lokasi peribadatan.
Lalu, apa istimewanya tahallul? Apa berartinya gunting cukur? Memang, tahallul tak seperti ritual tawaf dan sai. Pegerakan jemaah dalam dua ritual yang disebut terakhir itu kerap bersama dalam jumlah besar. Begerak mengitari ka’bah.
Bersama ribuan dan bahkan jutaan jemaah lainnya. Untuk melakukan ibadah tawaf yang sama. Juga mereka berlari-lari kecil antara Safa dan Marwa. Bergerak bersama. Dan membaca doa serupa. Untuk ritual sai yang menjadi rukun ibadah.
Karena itu, tawaf dan sai tampak menjadi ibadah besar karena masif dan bersama. Lalu apa pentingnya lelaki petugas haji di Syib Amir di atas memberi perhatian pada tahallul jemaah? Mengapa ritual memotong setidaknya tiga helai rambut menjadi perhatian?
Pesannya sederhana. Jangankan ibadah yang besar semacam tawaf dan sai, ritual yang kecil semacam tahallul saja menjadi perhatian serius oleh petugas haji. Apa maknanya? Semua itu tak lain dilakukan oleh para petugas haji Indonesia untuk memastikan bahwa urusan peribadatan diberi atensi besar. Sebab, bagaimanapun, haji adalah urusan peribadatan. Pemondokan, transportasi dan bahkan konsumsi hanyalah fasilitasi semata.
Tetap saja, haji adalah urusan peribadatan. Jangan sampai fasilitasi dibuat keren, tapi pada urusan peribadatan, jemaah lengah. Jangan sampai fasilitasi disiapkan senyaman mungkin, tapi ada rukun haji yang terlewati. Sekecil apapun itu.
Nah, di sini pemerintah melalui Kementerian Agama RI ingin memastikan bahwa urusan utama haji, yakni peribadatan, tuntas dan sah secara syar’i. Hingga urusan tahallul sekalipun juga didampingi agar tuntas pula.
Untuk itulah mengapa ada petugas khusus yang diberi tugas khusus pula untuk menjamin terlaksananya tahallul jemaah. Kalimat bernada pertanyaan seperti “Sudah tahallul, Pak?” atau juga “Sudah dipotong rambutnya, Pak?” mudah sekali ditemui di terminal Syib Amir. Kepentingannya untuk membantu memastikan tuntasnya peribadatan jemaah haji.
Begitulah cara petugas haji menjamin kepuasan para jemaah haji Indonesia. Bukan hanya layanan teknis yang dilengkapi untuk lahirnya kepuasaan jemaah. Tapi layanan peribadatan pun juga dibantu agar terlaksana secara lengkap nan sempurna. Dengan begitu, jemaah haji pun bisa puas. Tuntutan syariah (shari’ah compliance) atas peribadatan pun bisa terpenuhi secara tuntas. (*)
* Oleh: Akh. Muzakki Guru Besar dan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya;, Anggota Tim Monitoring dan Evaluasi Haji 2024
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |