KTT NATO Berakhir, China dan Iran Bantah Bantu Militer Rusia
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Peringatan KTT NATO ke-75 di Washington DC, Amerika Serikat, berakhir dan telah ditutup Sekjen Jens Stoltenberg, yang menghasilkan keputusan memperkuat pertahanan serta meningkatkan dukungan terhadap Ukraina.
Selain memperkuat pencegahan dan pertahanan, NATO juga memutuskan untuk meningkatkan dukungan jangka panjang terhadap Ukraina, sekaligus memperdalam kemitraan global.
Advertisement
Menghadapi semakin eratnya hubungan Rusia-China-Iran, dan Korea Utara, NATO akan mempererat hubungan dengan para mitra di Indo-Pasifik serta dengan Uni Eropa untuk membantu memelihara perdamaian dan melindungi tatanan internasional berbasis aturan.
Deklarasi KTT Washington menyebutkan, kemitraan strategis antara Rusia dan China sangat mengkhawatirkan.
Bahkan Jens Stoltenberg juga menyoroti bahwa China adalah pendukung yang menentukan perang Rusia melawan Ukraina.
Namun China dan Iran serentak membantah tuduhan NATO tentang pemberian bantuan militer ke Rusia.
Pagi hari, sebelum KTT ditutup, para pemimpin sekutu NATO juga telah bertemu dengan para pemimpin dari Australia, Jepang, Selandia Baru, Korea Selatan, serta Uni Eropa untuk mengatasi tantangan keamanan bersama dan memperdalam kerja sama lebih jauh.
Menghadapi semakin eratnya hubungan Rusia-China-Iran, dan Korea Utara, NATO akan mempererat hubungan dengan para mitra di Indo-Pasifik serta dengan Uni Eropa untuk membantu memelihara perdamaian dan melindungi tatanan internasional berbasis aturan.
Hari ini, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy telah bergabung dengan para pemimpin sekutu untuk pertemuan Dewan NATO-Ukraina di tingkat Kepala Negara dan Pemerintahan.
Sekjen NATO mengindikasikan bahwa Sekutu terus mendukung Ukraina di jalur yang tidak dapat diubah lagi menuju keanggotaan NATO.
Sebelumnya, Sekutu telah sepakat untuk membentuk Bantuan Keamanan dan Pelatihan NATO untuk Ukraina, guna mengoordinasikan penyediaan peralatan dan pelatihan militer bagi Ukraina.
Mereka juga mengumumkan janji bantuan keamanan jangka panjang untuk Ukraina dengan jumlah dasar minimum 40 miliar euro di tahun depan.
"Janji ini akan memastikan pembagian beban dukungan militer yang lebih besar," kata Jens Stoltenberg. "Ini juga akan memberi Ukraina dukungan yang dibutuhkannya untuk mencegah dan mempertahankan diri dari agresi Rusia di masa mendatang, baik sekarang maupun di masa mendatang," tambahnya.
Sekjen NATO menyambut baik semakin banyaknya Sekutu yang menandatangani perjanjian keamanan bilateral dengan Ukraina, sehingga totalnya menjadi 20.
Ia juga menyoroti bahwa Sekutu telah sepakat untuk mendirikan Pusat Analisis, Pelatihan, dan Pendidikan Gabungan NATO-Ukraina di Polandia.
KTT NATO 2025 selanjutnya akan diadakan di Den Haag, Belanda.
Serentak Membantah
Sementara itu China dan Iran serentak menentang tuduhan NATO tentang pemberian bantuan militer ke Rusia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani pada Kamis menolak tuduhan para pemimpin NATO bahwa Iran memberikan dukungan militer kepada Moskow dalam konflik Rusia-Ukraina itu.
Kementerian Luar Negeri Iran merilis hal itu sebagai reaksi terhadap deklarasi bersama yang dikeluarkan pada akhir pertemuan puncak KTT NATO di Washington, Rabu.
NATO juga menuduh Iran dan Republik Rakyat Demokratik Korea atau Korea Utara memberikan dukungan militer langsung kepada Rusia dalam perang dengan Ukraina, sehingga memicu konflik.
Kanaani menilai klaim tersebut sama sekali tidak berdasar dan bermotif politik. Ia juga menolak segala upaya untuk menghubungkan perang di Ukraina dengan pekerjaan yang sama antara Iran dan Rusia.
Kanaani menegaskan, komitmen Iran adalah untuk membantu memastikan stabilitas dan keamanan berkelanjutan di kawasan dan di seluruh dunia.
Ia menegaskan kembali bahwa Iran tidak pernah memasok Rusia dengan pesawat tak berawak apa pun untuk digunakan melawan Ukraina.
Ia menambahkan Iran masih agresif dalam menyelesaikan krisis politik Ukraina dan membangun perdamaian abadi.
China juga menyesalkan dan menentang keras deklarasi pertemuan puncak KTT NATO di Washington yang justru telah meningkatkan ketegangan di kawasan Asia-Pasifik dan penuh dengan pernyataan agresif dengan mentalitas Perang Dingin, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, Kamis.
"Konten yang terkait dengan China penuh dengan bias, fitnah, dan provokasi," tegas Lin Jian, seraya menambahkan bahwa China telah mengajukan pernyataan serius kepada NATO.
Lin Jian mengatakan, bahwa untuk memastikannya, NATO, Amerika Serikat dan NATO menggembar-gemborkan "kejayaan" dan "solidaritas" aliansi tersebut dan menggambarkannya sebagai "organisasi untuk perdamaian" sebelum pertemuan puncak.
"Namun, hal itu tidak menyembunyikan fakta bahwa NATO adalah sisa-sisa Perang Dingin dan produk dari konflik blok dan politik blok," tambah juru bicara tersebut.
Lin Jian mengatakan, pasukan NATO yang bergabung dengan Yugoslavia selama 78 hari atas nama "mencegah bencana kemanusiaan lebih lanjut," dan tragedi Afghanistan dan Libya mengindikasikan bahwa di mana pun NATO muncul, kekacauan dan kekacauan akan menyusul.
Apa yang disebut keamanan NATO, lanjutnya, justru lebih sering dibangun di atas ketidakamanan pihak lain, dan banyak kecemasan keamanannya yang dibuat sendiri. "Keberhasilan dan kekuatan yang dibanggakan NATO berarti bahaya besar bagi dunia," tegasnya.
"Terkait Ukraina, NATO memaksa China bertanggung jawab, yang mana tidak bermotivasi dan tidak masuk akal," kata Lin Jian seraya menambahkan bahwa tujuan dan posisi China yang adil terhadap Ukraina dan peran konstruktif yang dimainkan China diakui secara luas oleh masyarakat internasional. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |