Korban Aksi Genosida Israel di Gaza Melampaui 40.000 Orang
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Jumlah warga Palestina yang meninggal dunia oleh genosida yang dilakukan Israel telah melampaui angka 40.005 orang.
Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk telah menuntut gencatan senjata segera dan diakhirinya perang di Gaza karena jumlah korban tewas Palestina dalam lebih dari 10 bulan pemboman dan penembakan Israel yang tiada henti telah melewati tonggak sejarah 40.000 orang.
Advertisement
Volker Turk mengeluarkan pernyataan pada hari Kamis waktu setempat tentang peningkatan jumlah korban di Gaza. "Hari ini adalah titik balik yang pahit bagi dunia," katanya.
Situasi yang tidak terpikirkan ini sebagian besar disebabkan oleh kegagalan berulang kali militer Israel dalam mematuhi hukum perang, katanya lebih lanjut mengacu pada ketidakpatuhan rezim Zionis terhadap resolusi Keamanan PBB dan pembangkangan terhadap putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Dunia.
"Saat dunia merenungkan ketidakmampuannya untuk menghentikan pembantaian ini, saya menyerukan kepada semua pihak untuk menyetujui gencatan senjata segera, meletakkan senjata mereka dan menghentikan pembunuhan untuk selamanya," kata pejabat PBB tersebut.
Pada hari Kamis, Kementerian Kesehatan di Gaza merilis angka baru, yang menyebutkan jumlah korban meninggal dunia dalam perang genosida Israel di Gaza mencapai 40.005 dan jumlah korban terluka mencapai 92.401, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak
Negosiasi Sampai Besok
Sementara itu pembicaraan yang bertujuan untukbmenghentikan perang Israel-Hamas kemungkinan akan berlangsung sampai besok.
Pejabat Hamas, yang menuduh Israel mengulur waktu, belum bergabung di meja negosiasi itu.
"Meski demikian, para mediator seperti AS, Mesir dan Qatar berencana untuk berkonsultasi dengan tim negosiasi Hamas yang berbasis di Doha setelah pertemuan tersebut," kata seorang pejabat kepada Reuters.
Sedangkan delegasi Israel diantaranya ada kepala mata-mata David Barnea, kepala dinas keamanan dalam negeri Ronen Bar, dan kepala sandera militer Nitzan Alon.
Para pejabat AS dan Israel mengatakan bahwa sebuah "terobosan" telah dicapai menyusul tanggapan terbaru Hamas terhadap proposal gencatan senjata, dengan seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa sebuah kerangka kerja telah ditetapkan untuk mencapai kesepakatan akhir.
Namun Sultan Barakat, seorang profesor kebijakan publik di Universitas Hamad bin Khalifa mengatakan, "Kita harus sangat berhati-hati untuk tidak memunculkan harapan palsu terkait kemungkinan Hamas dan Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata.
"Dalam proses ini, ada banyak kejadian di mana kami mengira ada terobosan namun ternyata tidak terwujud," kata Barakat kepada Al Jazeera.
"Namun, dalam kasus ini, secara umum, kerangka kerja yang disajikan seputar tiga tahap tersebut sebenarnya telah disetujui oleh Hamas...bahkan sebelum pengumuman Biden pada akhir Mei," kata Barakat tentang proposal tiga tahap tersebut.
Saat itu, katanya, "kendala utama" adalah Israel menyangkal mengetahui usulan tersebut. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu "bersikeras bahwa ia harus dapat terus berjuang hingga ia mencapai tujuannya", kata Barakat.
Terobosan yang saat ini dilaporkan oleh pejabat Israel adalah "mungkin semacam kompromi atas pemahaman mereka tentang apa yang dimaksud dengan gencatan senjata", kata Barakat.
"Mereka (Hamas) yakin bahwa Israel akan terus melakukan beberapa operasi sampingan, beberapa pengawasan," katanya.
Iran Menyerang Langsung
Jika perundingan di Qatar itu gagal, maka disebut-sebut Iran akan menyerang Israel secara langsung.
Menjelang perundingan gencatan senjata penting Gaza, Iran secara dramatis memang telah menaikkan taruhannya.
Selama dua minggu ini, seperti dilansir Sky News Israel menghadapi penantian yang menegangkan akan pembalasan Iran atas pembunuhan yang dilakukannya terhadap dua tokoh Hizbullah dan Hamas di Teheran dan Beirut.
Kini para pejabat Iran mengatakan Iran akan menyerang Israel secara langsung jika perundingan gencatan senjata Gaza, yang dijadwalkan di Qatar ini gagal mencapai kesepakatan.
Tentu saja perkembangan ini memiliki dampak ganda bagi orang Israel.
Di satu sisi, ini berarti mereka mungkin terhindar dari serangan jika kedua belah pihak membuat konsesi yang cukup dalam pembicaraan di Doha untuk mencapai kesepakatan.
Di sisi lain, tindakan Iran akan dilihat oleh banyak orang sebagai tindakan menodongkan senjata ke kepala Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu di tengah negosiasi yang rapuh.
Menyerah pada tekanan seperti itu mungkin terlihat lemah. Itu mungkin membuat langkah tersebut kontraproduktif.
"Karena itu pembicaraan di Doha, Qatar ini sangat sangat penting," katanya. Namun, prospek keberhasilannya tampaknya memudar.
Juru bicaranya, Ahmad Abdul Hadi seperti dilansir Sky News mengatakan, mereka pada prinsipnya menghindari pembicaraan tersebut.
Alasan mereka karena Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak berminat mencapai kesepakatan yang mengakhiri agresi secara tuntas.
Kelompok tersebut hanya akan kembali ke meja perundingan jika ada komitmen yang jelas dari Israel untuk menyetujui persyaratan yang diajukan Hamas pada bulan Juli lalu.
Qatar diperkirakan akan bertindak sebagai perwakilan Hamas dalam pembicaraan di Doha, di saat Israel terus melakukan pembunuhan terhadap warga Palestina yang jumlahnya kini melampaui 40.000 orang itu. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Rizal Dani |