Peristiwa Internasional

Maktabah Iskandariyah dan Mimpi Besar Menyelamatkan Kitab Karya Ulama Nusantara

Jumat, 23 Agustus 2024 - 10:00 | 121.83k
Iskandar saat menemui ulama Istanbul, Syekh Muhyiddin bin Muhammad Awwamah. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Iskandar saat menemui ulama Istanbul, Syekh Muhyiddin bin Muhammad Awwamah. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, ISTANBUL – Berawal dari keprihatinan terhadap nasib manuskrip dan naskah kitab turats ulama Nusantara yang tercecer dan sulit dilacak, Muhammad Iskandar Zulkarnain (40), owner Maktabah Iskandariyah asal Yogyakarta, mulai merintis upaya penyelamatan sejak 2010.

Komitmen besar ini diharapkan dapat menghidupkan kembali warisan keilmuan para ulama Indonesia, dengan mencetak dan menerbitkan karya mereka.

Advertisement

Maktabah Iskandariyah bukan sekadar penerbit biasa. Sejak didirikan, fokus utamanya adalah menerbitkan kitab-kitab turats dari ulama Indonesia yang selama ini tidak banyak diakomodir oleh penerbit, bahkan ahli waris maupun pihak keluarga sendiri. 

Iskandar, yang merupakan alumni Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak dan Ponpes Pandanaran, merasa ada tanggung jawab besar untuk menjaga karya-karya ini agar tetap hidup dan mudah diakses oleh generasi mendatang.

ulama-Istanbul-2.jpgTim Maktabah Iskandariyah diundang Syekh Yahya Nuruddin Itr di Istanbul. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

"Yang mendorong berdirinya Maktabah Iskandariyah adalah Kiai Habibul Huda dari Pondok Pesantren Fadllul Wahid. Beliau sering kehabisan stok kitab yang sangat dibutuhkan para santri. Karena itulah, beliau mempercayakan penerbitannya kepada kami," ujar Iskandar saat ditemui di Istanbul, Kamis (22/8/2024).

Selain itu, Iskandar juga mengungkapkan bahwa tantangan terbesar dalam mengumpulkan naskah kitab turats tidaklah mudah. Menemukan naskah yang layak untuk diterbitkan membutuhkan waktu dan usaha ekstra.

 "Banyak ulama kita yang tulisannya luar biasa, tetapi tidak terakomodir dengan baik. Padahal, karya mereka sangat penting untuk diwariskan ke generasi berikutnya," tambahnya.

Salah satu yang berperan besar dalam berdirinya Maktabah Iskandariyah adalah sosok Gus Bibul, sapaan akrab Kiai Habibul Huda. Berkat dukungan penuh dari beliau, Maktabah Iskandariyah berhasil mencetak dan menerbitkan lebih dari 30 judul kitab hingga saat ini. 

"Dorongan terbesar datang dari Gus Bibul. Beliau memberikan naskah-naskah karya tulis penting untuk diterbitkan, sehingga karya-karya ini dapat dinikmati oleh lebih banyak santri dan masyarakat luas," terang Iskandar.

Maktabah Iskandariyah kini menjadi salah satu penerbit kitab turats yang memiliki standar internasional. Dengan copyright, ISBN, serta kualitas desain dan bahan yang setara penerbit Timur Tengah, mereka bertekad mengangkat karya ulama Nusantara ke kancah global. 

Meski demikian, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi termasuk sulitnya menemukan desainer khusus untuk kitab turats dan bahan baku berkualitas yang sebagian besar harus diimpor dari Mesir, Beirut, dan Turki.

Selain itu, Maktabah Iskandariyah juga bekerja sama dengan penerbit besar di luar negeri, seperti Darul Hadits Al-Awamiyah di Istanbul. Langkah ini merupakan bagian dari visi besar Iskandar untuk memperkenalkan ulama Indonesia di dunia internasional.

"Di Turki, saya sering mendengar pandangan orang Arab yang meremehkan keilmuan ulama Indonesia. Padahal, kita punya ulama besar seperti Syekh Mahfudz At Turmusi dari Pacitan yang menjadi rujukan ulama dunia. Karya-karyanya dikaji di berbagai negara," kata Iskandar.

Ke depan, Maktabah Iskandariyah memiliki misi untuk mengekspor kitab-kitab karya ulama Nusantara ke seluruh dunia. Harapannya, dengan semakin luasnya jangkauan karya ulama Indonesia, pandangan dunia terhadap keilmuan Islam di Indonesia akan berubah.

"Semoga melalui penerbitan ini, kita bisa mengangkat nama ulama kita dan memberikan manfaat yang lebih luas untuk umat," harap Iskandar.

ulama-Istanbul-3.jpg

Tak hanya itu, Maktabah Iskandariyah juga berencana untuk terus menjalin kerja sama dengan ulama di berbagai negara, termasuk Eropa, Turki, Mesir, dan Lebanon.

Banyak dari para ulama ini yang tidak mencari keuntungan materi, tetapi lebih berfokus pada penyebaran ilmu agama. 

"Alhamdulillah, mereka terbuka bekerja sama dengan kita, dan mereka tidak meminta royalti. Yang penting bagi mereka adalah karya mereka bisa dikaji oleh para santri dengan harga yang terjangkau," tambah Iskandar.

Dengan segala tantangan dan keterbatasan yang ada, Iskandar tetap optimistis. Dia percaya bahwa selama ada dukungan dari berbagai pihak, khususnya para ulama dan pesantren, upaya untuk menyelamatkan kitab turats karya ulama Nusantara akan terus berlanjut dan memberikan manfaat besar bagi generasi mendatang.

Menghidupkan Kembali Tradisi Turats Nusantara

Melalui Maktabah Iskandariyah, Iskandar berharap dapat menghidupkan kembali tradisi menulis dan menerbitkan karya ulama Indonesia yang telah berlangsung selama berabad-abad, tetapi belum banyak mendapatkan perhatian. 

"Jika kita tidak mengakomodir karya ulama saat ini, 100 tahun mendatang karya mereka bisa hilang dan sulit diakses oleh anak cucu kita," ujarnya.

Komitmen kuat Maktabah Iskandariyah dalam menjaga warisan keilmuan ulama Indonesia diharapkan bisa membuka pintu bagi generasi berikutnya untuk terus mengkaji dan mengembangkan ilmu agama melalui karya-karya para pendahulu.

Tak hanya itu, percetakan dan penerbitan milik Iskandar juga mengakomodir karya ulama kontemporer era ini. Khususnya para pengasuh pesantren dan kiai di Indonesia yang ingin kitabnya diterbitkan.

Dengan demikian, Maktabah Iskandariyah bukan hanya sekadar penerbit, tetapi juga sebuah gerakan untuk melestarikan khazanah intelektual umat Islam. Semoga upaya Iskandar dan timnya dapat menginspirasi generasi muda untuk ikut serta dalam memajukan peradaban Islam. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES