Peristiwa Internasional

Gawat, Virus Mpox Bermutasi Lebih Cepat

Kamis, 29 Agustus 2024 - 03:32 | 24.05k
Mikrograf elektron transmisi berwarna yang tidak bertanggal dari partikel virus mpox (merah) yang ditemukan dalam sel yang terinfeksi (coklat) yang dikultur di laboratorium, diambil di Fasilitas Penelitian Terpadu (IRF) (Foto: Mongabay)
Mikrograf elektron transmisi berwarna yang tidak bertanggal dari partikel virus mpox (merah) yang ditemukan dalam sel yang terinfeksi (coklat) yang dikultur di laboratorium, diambil di Fasilitas Penelitian Terpadu (IRF) (Foto: Mongabay)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Gawat, para ilmuwan yang mempelajari jenis mpox baru yang telah menyebar dari Republik Demokratik Kongo mengatakan, wabah Mpox tersebut ternyata berubah lebih cepat dari yang diharapkan.

Celakanya lagi, sering kali terjadi di daerah-daerah di mana para ahli tidak memiliki dana dan peralatan untuk melacaknya dengan tepat.

Advertisement

"Ini berarti banyak hal yang belum diketahui tentang virus itu sendiri, tingkat keparahannya, dan cara penularannya, sehingga menyulitkan upaya penanggulangan," kata setengah lusin ilmuwan di Afrika, Eropa, dan Amerika Serikat kepada Reuters seperti dilansir Japan Today.

Mpox, yang sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet, telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di beberapa wilayah Afrika sejak tahun 1970.

Namun kurang mendapat perhatian global sehingga melonjak secara internasional pada tahun 2022.

Lonjakan itu yang kemudian mendorong Organisasi Kesehatan Dunia mengumumkan keadaan darurat kesehatan global, dan pengumuman itu berakhir 10 bulan kemudian.

Strain baru virus tersebut, yang dikenal sebagai klade Ib, kembali menjadi perhatian dunia setelah WHO mengumumkan keadaan darurat kesehatan baru.

Strain tersebut merupakan versi mutasi dari klade I, suatu bentuk mpox yang menyebar melalui kontak dengan hewan yang terinfeksi dan telah menjadi endemik di Kongo selama beberapa dekade.

Mpox biasanya menyebabkan gejala seperti flu dan lesi berisi nanah serta dapat mematikan.

Menurut WHO, Kongo memiliki lebih dari 18.000 kasus mpox klade I dan dugaan klade Ib dengan 615 kematian tahun ini.

Ada juga 222 kasus klade Ib yang dikonfirmasi di empat negara Afrika pada bulan lalu, ditambah satu kasus masing-masing di Swedia dan Thailand pada orang-orang dengan riwayat perjalanan ke Afrika.

"Saya khawatir di Afrika, kami bekerja secara membabi buta," kata Dr. Dimie Ogoina, pakar penyakit menular di Rumah Sakit Universitas Niger Delta di Nigeria yang mengepalai komite darurat mpox WHO.

Ia pertama kali yang membunyikan peringatan tentang potensi penularan seksual mpox pada tahun 2017, yang sekarang menjadi jalur penyebaran virus yang diterima.

"Kita tidak memahami wabah ini dengan baik, dan jika kita tidak memahami wabah ini dengan baik, kita akan kesulitan mengatasi masalah ini dalam hal dinamika penularan, tingkat keparahan penyakit, dan faktor risiko penyakit," kata Ogoina.

"Dan saya khawatir dengan fakta bahwa virus ini tampaknya bermutasi dan menghasilkan jenis baru," tambahnya.

Ia juga mengatakan, bahwa klade IIb di Nigeria membutuhkan waktu lima tahun atau lebih untuk berevolusi cukup untuk penyebaran berkelanjutan diantara manusia, yang memicu wabah global tahun 2022.

Klade Ib juga telah melakukan hal yang sama dalam waktu kurang dari setahun.

Bermutasi Lebih Cepat

Mpox adalah virus orthopox, dari famili yang menyebabkan cacar.

Perlindungan terhadap populasi secara luas dari kampanye vaksin cacar global 50 tahun lalu telah berkurang, karena vaksinasi dihentikan ketika penyakit tersebut telah diberantas.

Pengurutan genetik infeksi klade Ib, yang diperkirakan WHO muncul pada pertengahan September 2023, menunjukkan mereka membawa mutasi yang dikenal sebagai APOBEC3, tanda adaptasi pada manusia.

"Virus penyebab mpox biasanya cukup stabil dan lambat bermutasi, tetapi mutasi yang disebabkan APOBEC bisa mempercepat evolusi virus," kata Dr. Miguel Paredes, yang mempelajari evolusi mpox dan virus lainnya di Fred Hutchison Cancer Center di Seattle.

"Semua kasus mpox antarmanusia memiliki tanda mutasi APOBEC, yang berarti mutasinya sedikit lebih cepat dari yang kita duga," katanya.

Paredes dan ilmuwan lain mengatakan respons menjadi rumit karena beberapa wabah mpox terjadi sekaligus.

"Dimasa lalu, mpox sebagian besar diperoleh melalui kontak manusia dengan hewan yang terinfeksi. Hal itu masih mendorong peningkatan kasus klade I di Kongo,  juga dikenal sebagai klade Ia,  yang kemungkinan sebagian disebabkan oleh penggundulan hutan dan peningkatan konsumsi daging hewan liar," kata para ilmuwan.

"Versi yang bermutasi, klade Ib dan IIb, kini pada dasarnya bisa dianggap sebagai penyakit menular seksual," kata Dr. Salim Abdool Karim, seorang ahli epidemiologi Afrika Selatan dan ketua komite penasihat mpox CDC Afrika.

Sebagian besar kasus klade Ib yang bermutasi terjadi dikalangan orang dewasa, yang awalnya disebabkan oleh epidemi dikalangan pekerja seks perempuan di Kivu Selatan, Kongo.

Virus ini juga bisa menyebar melalui kontak dekat dengan orang yang terinfeksi, yang mungkin menjadi penyebab kelompok anak-anak terinfeksi klade Ib, terutama di Burundi dan kamp-kamp pengungsian di Kongo timur, dimana kondisi kehidupan yang padat mungkin menjadi penyebabnya.

"Anak-anak, wanita hamil, dan orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau penyakit lainnya mungkin berisiko lebih besar terhadap penyakit mpox yang serius dan kematian," tambah WHO dan ilmuwan mpox.

Klade I biasanya menyebabkan penyakit yang lebih parah, dengan tingkat kematian 4% hingga 11% dibandingkan dengan sekitar 1% untuk klade II.

Ogoina juga mengatakan, data dari Kongo menunjukkan hanya sedikit yang meninggal karena versi Ib yang baru, tetapi ia khawatir beberapa data tercampur.

Penelitian lebih lanjut sangat dibutuhkan, tetapi tiga tim yang melacak wabah mpox di Afrika mengatakan, mereka bahkan tidak bisa mengakses bahan kimia yang dibutuhkan untuk uji diagnostik.

Klade Ib juga bisa terlewatkan oleh beberapa uji diagnostik.

"Merencanakan respons, termasuk strategi vaksinasi, tanpa ini adalah sulit," kata para ilmuwan.

Salim Abdool Karim menambahkan, sekitar setengah dari kasus di Kongo timur, tempat Ib sangat umum, hanya didiagnosis oleh dokter, tanpa konfirmasi laboratorium.

"Sulit untuk membawa sampel ke laboratorium karena sistem perawatan kesehatan sudah tertekan," katanya.

Dan sekitar 750.000 orang telah mengungsi di tengah pertempuran antara kelompok pemberontak M23 dan pemerintah.

"Banyak laboratorium Afrika tidak bisa memperoleh persediaan yang mereka butuhkan," kata Dr. Emmanuel Nakoune, ahli mpox di Institut Pasteur di Bangui, Republik Afrika Tengah, yang juga memiliki kasus klade Ia.

"Ini bukan berlebihan, tetapi diperlukan untuk melacak wabah yang mematikan," katanya.

Tapi kini para ilmuwan yang mempelajari jenis mpox baru yang telah menyebar dari Republik Demokratik Kongo itu mengatakan, virus tersebut ternyata berubah lebih cepat dari yang diperkirakan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES