Peristiwa Internasional

CEO Telegram Pavel Durov Dibebaskan dari Penahanan di Prancis

Kamis, 29 Agustus 2024 - 11:09 | 35.32k
CEO Telegram Pavel Durov. (Foto: Instagram @durov)
CEO Telegram Pavel Durov. (Foto: Instagram @durov)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTAPavel Durov, CEO Telegram, baru saja dibebaskan dari penahanan di Prancis setelah empat hari menjalani interogasi terkait tuduhan penggunaan platformnya untuk kegiatan ilegal. Penahanan Durov, yang dimulai pada hari Sabtu lalu di bandara Le Bourget, Paris, merupakan bagian dari investigasi yang melibatkan 12 dugaan pelanggaran pidana.

Menurut pernyataan dari kantor kejaksaan Paris, penahanan Durov telah dihentikan, dan ia akan menghadapi pengadilan untuk penampilan pertama dan kemungkinan dakwaan di masa mendatang. “Seorang hakim investigasi telah mengakhiri penahanan Pavel Durov dan akan membawanya ke pengadilan untuk penampilan pertama dan kemungkinan dakwaan,” kata pernyataan tersebut, Kamis (29/8/2024).

Advertisement

Tuduhan terhadap Durov mencakup penggunaan Telegram untuk materi pelecehan seksual anak, perdagangan narkoba, penipuan, dan terlibat dalam transaksi kejahatan terorganisir. Selain itu, Telegram dituduh menolak untuk berbagi informasi dengan penyelidik ketika diminta.

Penangkapan Durov menimbulkan kontroversi internasional. Rusia menganggap penahanan ini sebagai tindakan politik dan bukti standar ganda Barat terhadap kebebasan berbicara. Ini mengejutkan banyak pihak karena pada 2018, Rusia mencoba memblokir Telegram namun gagal dan akhirnya mencabut larangan tersebut pada 2020.

Di Iran, yang secara resmi melarang Telegram namun tetap digunakan secara luas, penangkapan Durov mendapat perhatian dari pemimpin tertinggi Ayatullah Ali Khamenei, yang memberikan pujian terselubung kepada Prancis atas sikap tegasnya terhadap pelanggaran tata kelola internet.

Presiden Prancis Emmanuel Macron menegaskan bahwa penangkapan Durov tidak memiliki motif politik dan merupakan bagian dari investigasi independen. Macron menyatakan komitmen Prancis terhadap kebebasan berekspresi namun menekankan bahwa kebebasan tersebut harus dijalankan dalam kerangka hukum yang melindungi hak-hak fundamental.

Telegram, dalam tanggapannya, menyatakan bahwa mereka mematuhi hukum Uni Eropa dan terus meningkatkan kontrol internal mereka sesuai dengan standar industri. Mereka menegaskan bahwa tidak adil untuk menyalahkan platform atau pemiliknya atas penyalahgunaan yang terjadi.

“Tidak masuk akal untuk mengklaim bahwa suatu platform atau pemiliknya bertanggung jawab atas penyalahgunaan platform itu,” kata Parel Durov. “Hampir satu miliar pengguna secara global menggunakan Telegram sebagai sarana komunikasi dan sebagai sumber informasi penting. Kami menunggu penyelesaian segera situasi ini. Telegram bersama Anda semua,” imbuhnya.

Durov, yang memegang kewarganegaraan Rusia, Prancis, Uni Emirat Arab, dan St. Kitts and Nevis, mendapat perhatian dari kementerian luar negeri Uni Emirat Arab, yang memastikan bahwa Durov menerima layanan konsuler yang diperlukan.

Kremlin juga menyatakan kesiapan untuk memberikan dukungan hukum penuh kepada Durov sebagai warga negara Rusia, meskipun situasi ini menjadi lebih kompleks karena kewarganegaraan Prancisnya. "Tetapi situasinya menjadi rumit karena fakta bahwa ia juga warga negara Prancis,” ungkap Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov.

Telegram, didirikan oleh Durov dan saudaranya setelah Durov menghadapi tekanan dari otoritas Rusia, kini memiliki hampir satu miliar pengguna di seluruh dunia. Durov sebelumnya menjual sahamnya di VKontakte pada tahun 2013 setelah menghadapi tekanan dari pemerintah Rusia terkait protes prodemokrasi besar-besaran. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES