Lomba Logo Baru Minang Saiyo Sydney Dimenangkan Mahasiswi Asal Bandung
TIMESINDONESIA, AUSTRALIA – Kompetisi logo baru Minang Saiyo Sydney (MSS) 2024 akhirnya menemukan pemenang. Dialah Jihan Tamara, mahasiswi tahun ketiga program studi Desain Komunikasi Visual, Institut Teknologi Nasional (ITENAS) Bandung.
Desain Jihan yang menggabungkan atap Opera House Sydney berwarna kuning-keemasan dan atap Rumah Gadang merah marun, menyisihkan empat logo finalis lain. Logo pemenang ini pun ditetapkan menjadi logo baru MSS pada Rapat Umum Anggota (RUA) MSS pada hari Sabtu (28 September) lalu.
Advertisement
Logo rancangan Jihan mendapatkan suara terbanyak di Instagram dan di kalangan Financial Member MSS dengan total perolehan suara 41 persen.
Sebagai pemenang kompetisi, Jihan mendapatkan sertifikat beserta hadiah 750 dolar Australia, atau mendekati Rp8 juta menurut kurs saat ini. Panitia kompetisi menerima 54 desain logo dari peserta kompetisi yang berdomisili di Sydney (Australia) dan berbagai kota di 14 propinsi di Indonesia.
"Logo baru ini sesuai sekali dengan tema ‘tampilan baru, semangat baru’ yang diusung kompetisi ini. Atas nama organisasi, saya berterima kasih sekali pada Jihan atas kreatifitas desainnya," kata Zulfan Tadjoeddin, ketua MSS.
"Jika suatu saat nanti Jihan berkesempatan untuk berkunjung ke Sydney, dengan senang hati akan kami jamu," imbuh Zulfan.
"Desain tersebut menangkap dengan sangat baik esensi warisan budaya trandisional dan representasi dunia modern," ungkap bendahara MSS, Lookie Budiman, yang lahir dan besar di Sydney.
"Desain yang indah dan sederhana, tapi mempunyai makna yang luas," kata Rifan Safron yang telah bermukim lebih dari empat dekade di Australia.
Kekuatan logo baru yang bersumber dari kombinasi dua struktur ikonik Sydney dan Minangkabau dengan warna-warna terpilih ini diamini oleh tokoh-tokoh senior MSS seperti A Rasyid Noor, Armanda Ardanis dan Ikhsan Zakir.
Desainer logo baru MSS, Jihan Tamara sendiri terlahir dari seorang ibu yang berasal dari Bukittinggi-Payakumbuh. Walaupun lahir dan besar di Bandung, dia memiliki eksposur yang cukup kuat terhadap budaya Minang.
Dia bisa berbicara dalam bahasa Minang dan juga mampu memasak hidangan khas Minang, seperti rendang. Selain itu, dia mempelajari banyak aspek budaya Minang dan sering mengunjungi Bukittinggi, yang semakin memperdalam pemahamannya tentang warisan budaya Minang.
Jihan mengakui bahwa dia memiliki keterbatasan dalam berbahasa Minang. Dalam hal mendengar dan memahami, dia mampu mengerti sekitar 90 persen bahasa Minang. Namun, dalam berbicara, kemampuannya hanya sekitar 60 persen karena lebih sering berkomunikasi dalam bahasa Sunda.
Dalam proses kreatifnya, Jihan mengaku mempelajari latar belakang dan profil organisasi MSS. Lalu menggunakan pendekatan design thinking yang terdiri dari lima tahap: empathize, define, ideate, prototype dan test.
Jihan memikirkan desain yang cocok untuk semua kalangan usia dan mudah dipahami. Kemudian dia merumuskan masalah utama, yaitu bagaimana menyatukan dua budaya berbeda menjadi satu kesatuan yang harmonis.
Setelah itu, dia menciptakan beberapa prototipe desain yang berbeda dan terus melakukan perubahan hingga menemukan yang paling tepat.
Setelah desain selesai, Jihan meminta masukan dari beberapa desainer dan orang-orang dari beragam usia, termasuk komunitas Minang. Setelah mendapatkan umpan balik positif, dia memutuskan desain final logo MSS untuk didaftarkan ke kompetisi.
"Pengalaman mengikuti kompetisi Logo MSS sangat berharga bagi saya. Saya mendapatkan banyak pengetahuan baru mengenai Sydney dan rumah gadang melalui berbagai artikel yang saya baca tentang dua budaya ini." ujarnya.
"Saya berharap logo Minang Saiyo Sydney yang baru dapat membawa dampak positif bagi komunitas dan semoga komunitas MSS dapat terus berkembang dan berjaya ke depannya," tandas Jihan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Dhian Mega |