Mantan Menhan Israel Yoav Gallant: Seharusnya Tak Ada Alasan Israel Tetap di Gaza
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Mantan menteri pertahanan Israel, Yoav Gallant yang mendadak dipecat Benyamin Netanyahu, akhirnya blak-blakan soal perseteruannya dengan Perdana Menteri Israel itu, di antaranya bahwa seharusnya sudah tidak ada alasan Israel tetap di Gaza.
Dalam sebuah pertemuan dengan keluarga sandera, Yoav Gallant mengatakan, seharusnya militer Israel tidak punya alasan untuk tetap berada di Gaza.
Advertisement
Menurutnya, tidak ada alasan untuk tidak mencapai kesepakatan pertukaran tahanan, dan bahwa pertimbangan untuk menolaknya bukanlah pertimbangan politik atau militer.
Dia menambahkan bahwa usulan yang diajukan oleh Benjamin Netanyahu, termasuk pengasingan para pemimpin Hamas dan membayar uang sebagai imbalan atas pembebasan tahanan, adalah pilihan yang tidak realistis.
Ini mengingat kepala biro politik Hamas yang menjadi martir, Yahya Sinwar juga menolak kesepakatan itu dengan imbalan pengasingannya.
"Namun Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tetap menahan tentaranya di Gaza karena memang ia ingin untuk tetap tinggal di sana," katanya seperti dilansir Times of Israel.
Menurut laporan di Channel 12, Yoav Gallant menyampaikan kepada keluarga sandera, bahwa memang Benjamin Netanyahu-lah satu-satunya orang yang bisa memutuskan apakah akan menyetujui atau tidak kesepakatan penyanderaan itu.
Yoav Gallant mengaku telah mencoba tetapi gagal mempengaruhi perdana menteri dalam masalah tersebut. "Kepala Shin Bet, kepala staf, dan saya kira kepala Mossad juga setuju dengan saya," kata Yoav Gallant.
Ia telah memberi tahu Benjamin Netanyahu bahwa "kondisinya sudah matang" soal kesepakatan bulan Juli lalu. Namun ia dan perdana menteri berselisih pendapat tentang parameter proposal sejak saat itu.
Yoav Gallant mengatakan, bahwa dia dan kepala IDF Herzi Halevi sama-sama tidak yakin adanya pembenaran keamanan atau diplomatik bahwa pasukan Israel harus tetap tinggal di Gaza.
"Kepala IDF dan saya mengatakan tidak ada alasan keamanan untuk tetap berada di Koridor Philadelphia," katanya.
Koridor Philadelpia adala sebidang tanah di Gaza di perbatasan dengan Mesir, yang telah diperjuangkan Benjamin Netanyahu sebagai salah satu keuntungan strategis utama dari perangnya di Gaza.
Benjamin Netanyahu sempat mengatakan bahwa itu adalah pertimbangan diplomatik. "Namun saya katakan kepadanya, bahwa tidak ada pertimbangan diplomatik," kata Yoav Gallant seperti disampaikan kembali oleh keluarga sandera.
"Tidak ada lagi yang bisa dilakukan di Gaza. Keberhasilan besar telah diraih," katanya.
"Saya khawatir kita tetap di sana hanya karena ada keinginan untuk tetap di sana," seperti yang diserukan kelompok sayap kanan untuk menduduki Jalur Gaza dan membangun permukiman Israel di Gaza
"Jika ia (Benjamin Netanyahu) punya gagasan bahwa Israel harus tetap berada di Gaza untuk menciptakan stabilitas, itu adalah gagasan yang tidak tepat yang mempertaruhkan nyawa tentara," tegas Yoav Gallant.
Soal setelah perang selesai, Gallant menjelaskan kepada keluarga sandera, bahwa ia percaya 'akan menjadi buruk bagi Israel bila memerintah Gaza', apalagi bila Israel harus mendirikan badan pemerintahan yang bukan Hamas atau Israel, maka 'kami akan membayar harga yang mahal'.
Jika ini proses itu dipaksakan dilanjutkan, menurutnya akan membahayakan lebih banyak tentara dengan menduduki Gaza.
AS Ragukan Benjamin Netanyahu
Sementara itu Amerika Serikat juga mulai tidak percaya terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu soal pengakuannya yang tidak akan memperluas "bersih-bersih"nya di intern keamanannya menyusul pemecatan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant.
AS khawatir bahwa setelah pemecatan Yoav Gallant itu, koordinasi untuk mengembalikan kedamaian di Gaza akan terpengaruh.
Dua pejabat AS mengatakan kepada situs berita Axios, bahwa setelah memecat Gallant, Benjamin Netanyahu menyampaikan kepada pemerintahan Joe Biden, bahwa dia tidak mempunyai rencana melakukan 'pembersihan' yang lebih luas terhadap kepemimpinan keamanan Israel
Namun media Ibrani melaporkan, bahwa Benjamin Netanyahu berencana untuk memecat Kepala Staf IDF, Herzi Halevi dan kepala Shin Bet, Ronen Bar.
Laporan itu mengatakan bahwa para pejabat AS tidak percaya dengan penyampaian Benjamin Netanyahu seperti itu.
AS menyatakan kekhawatirannya, koordinasi atas perang di Gaza dan Lebanon serta melawan serangan Iran bisa terhambat oleh keputusan pemecatan Yoav Gallant.
"Kami masih memiliki banyak hal yang harus dikerjakan dalam dua bulan ke depan. Kami tidak memiliki hubungan dengan Israel Katz, dan kami khawatir keadaan akan jauh lebih rumit sekarang," kata seorang pejabat pemerintahan Biden kepada Axios.
Selasa lalu, Benjamin Netanyahu memecat Yoav Gallant, yang sudah pernah dipecatnya pada bulan Maret 2023 namun kemudian dibatalkan ditengah penolakan publik yang kuat.
Perdana menteri mengumumkan bahwa menteri luar negeri saat itu, Israel Katz ditunjuk menggantikan Yoav Gallant sebagai menteri pertahanan, sedangkan sekutu Netanyahu lainnya, Gideon Sa'ar ditunjuk menjadi menteri luar negeri.
Upacara serah terima jabatan sederhana sebagai menteri pertahanan direncanakan akan dilakukan pada Jumat pagi ini.
Tindakan tersebut sebagian besar dilihat oleh para kritikus dan politisi oposisi, bermotif politik, termasuk ketika meloloskan undang-undang yang membebaskan pria ultra-Ortodoks dari wajib militer, yang ini juga ditentang oleh Yoav Gallant.
Kemitraan dengan AS
Setelah dipecat, Yoav Gallant mengunggah pesan perpisahan di X, yang menyatakan bahwa ia telah berbicara dengan Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin.
Gallant mengucapkan terima kasih kepadanya 'atas kemitraan dan komitmen mendalamnya terhadap kerja sama pertahanan antara negara mereka dan terhadap keamanan Negara Israel'.
Ia memuji Washington atas dukungannya yang luar biasa yang diberikannya setelah serangan 7 Oktober 2023.
"Merupakan kehormatan dan hak istimewa bagi saya untuk mengabdi pada negara saya dan bekerja sama untuk lebih mempererat hubungan antara kedua negara kita. Hubungan kita sangat penting bagi keamanan dan kemakmuran Negara Israel dan orang-orang Yahudi," tulisnya.
Yoav Gallant dipandang sebagai saluran utama diskusi antara pemerintahan Joe Biden dan Israel di tengah ketegangan yang sering terjadi dengan Benjamin Netanyahu. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Rizal Dani |