Inggris Tak Gentar Meski Diancam Amerika Serikat soal Benjamin Netanyahu
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Inggris tak gentar meski diancam Amerika Serikat yang ekonominya akan dihancurkan bila menangkap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, Senin (25/11/2024) kemarin menegaskan, bahwa Inggris akan mengikuti prosedur hukum jika Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi negaranya.
Advertisement
Penegasan David Lammy itu untuk mengomentari Pengadilan Kriminal Internasional yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu atas tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
"Kami adalah penandatangan Statuta Roma, dan kami selalu mematuhi kewajiban kami berdasarkan hukum internasional dan hukum humaniter internasional,” tegas Lamy dalam pertemuan negara-negara Kelompok Tujuh di Roma ketika ditanya apakah London akan melaksanakan penangkapan tersebut.
Surat perintah penangkapan Netanyahu membuat negara-negara Eropa beragam sikapnya, apalagi setelah Amerika Serikat mengancam akan menghancurkan ekonomi negara-negara Eropa bila mereka menangkap Benjamin Netanyahu atas surat perintah Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) itu.
"Tentu akan ada proses peradilan dan proses hukum yang relevan yang akan kami terapkan, bila dia berkunjung ke Inggris," tambah David Lammy seperti dilansir Al Jazeera.
Pemerintah Inggris sebelumnya mengindikasikan bahwa mereka bisa menangkap Netanyahu berdasarkan surat perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC terhadapnya jika ia melakukan perjalanan ke Inggris.
Juru bicara Perdana Menteri Keir Starmer mengatakan kepada wartawan, memang ada mekanisme hukum yang jelas yang harus diikuti. "Pemerintah selalu jelas bahwa mereka akan memenuhi kewajiban hukumnya," kata juru bicara itu.
Dia menambahkan, Inggris akan selalu memenuhi kewajiban hukumnya sebagaimana diatur dalam hukum domestik dan internasional. Namun ia menolak memberikan pendapat spesifik tentang Perdana Menteri Israel.
Pada tanggal 22 November lalu, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant , atas tuduhan melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Surat perintah penangkapan itu juga diperuntukkan komandan Brigade Izz al-Din al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Islam ( Hamas ) , Muhammad al-Deif.
Setidaknya 120 negara ikut menandatangani statuta Roma yang tunduk pada Hukum Internasional seperti yang diterapkan ICC.
Amerika Serikat pembela mati-matian Israel dan yang mendukung pembantaian terhadap warga Palestina di Gaza lewat suplay persenjataan perangnya, yang justru kebakaran jenggot atas keluarnya surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu itu.
Bahkan Amerika Serikat yang bukan anggota ICC itu mengancam akan menghancurkan ekonomi negara-negara Eropa, termasuk Inggris bila ikut menangkap Benjamin Netanyahu.
Soal keluarnya surat perintah penangkapan oleh ICC itu, Benjamin Netanyahu sendiri mendapat dukungan luas di dalam negerinya.
Tetapi di dalam negerinya sendiri, Benjamin Netanyahu juga diincar Pengadilan Israel karena diduga kuat terlibat dalam kasus korupsi.
Dua Minggu lagi persidangan kasus korupsinya akan digelar di Pengadilan Israel setelah ditunda-tunda sejak tahun 2020. Bahkan maunya juga ditunda lagi. Tetapi Pengadilan Israel menolak permintaannya.
Sikap negara-negara Eropa terpecah-pecah soal surat perintah penangkapan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) terhadap Benjamin Netanyahu, apalagi setelah Amerika Serikat mengancam akan menghancurkan ekonomi mereka.
Inggris tak gentar serta tegas ikuti prosedure hukum, dan hanya Perdana Menteri Hongaria, Victor Orban yang sudah jelas-jelas menyatakan tidak akan menangkap PM Israel, Benjamin Netanyahu. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |