Pakar Penerbangan Soroti Keberadaan Tembok Beton dalam Kecelakaan Pesawat Jeju Air
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Para ahli penerbangan menyoroti keberadaan tembok beton "tidak biasa" di dekat landasan pacu yang diduga berperan dalam kecelakaan pesawat Jeju Air di Korea Selatan yang menewaskan 179 orang.
Rekaman menunjukkan pesawat Jeju Air keluar dari landasan pacu sebelum menabrak tembok tersebut dan terbakar di Bandara Internasional Muan.
Advertisement
Penyelidikan sedang dilakukan untuk memahami peran tembok beton setinggi 4 meter yang terletak sekitar 250 meter dari ujung landasan pacu.
Kepada BBC, Selasa (31/12/2024) ahli keselamatan penerbangan David Learmount beranalisa, jika tidak ada penghalang tersebut, pesawat kemungkinan besar akan berhenti tanpa menyebabkan banyak korban jiwa.
Kronologi Kecelakaan
Sebelum kejadian, pilot melaporkan bahwa pesawat telah menabrak burung, sehingga pendaratan pertama dibatalkan dan mereka meminta izin untuk mendarat dari arah yang berlawanan. Pesawat kemudian mendarat cukup jauh dari ujung landasan sepanjang 2.800 meter tanpa menggunakan roda pendaratan.
Learmount menilai bahwa pendaratan pesawat, meskipun tanpa roda dan flap, dilakukan dengan baik.
"Pesawat mendarat dengan posisi sayap sejajar dan hidung tidak terlalu tinggi sehingga menghindari kerusakan ekor," ujarnya. Namun, kerusakan parah terjadi karena tabrakan dengan tembok beton.
Keberadaan Tembok Beton yang Dipertanyakan
Tembok beton tersebut merupakan bagian dari sistem navigasi bernama localiser yang membantu pendaratan pesawat, sebagaimana dilaporkan Yonhap News Agency. Struktur ini dibuat dari beton untuk menjaga keseimbangan sistem dengan landasan pacu.
Namun, para ahli mempertanyakan mengapa tembok tersebut tidak menggunakan material yang lebih ringan yang dapat mudah hancur saat tertabrak. Menurut Chris Kingswood, pilot berpengalaman selama 48 tahun, penghalang di dekat landasan seharusnya dirancang agar dapat pecah saat tertabrak (frangible).
"Pesawat dirancang ringan untuk efisiensi penerbangan, sehingga struktur yang keras bisa menyebabkan kerusakan serius pada badan pesawat," jelasnya.
Faktor Burung dan Keselamatan Bandara
Meski demikian, Kingswood juga menambahkan bahwa tabrakan dengan tembok mungkin bukan satu-satunya penyebab tragedi ini. "Jika tangki bahan bakar di sayap rusak, risiko kebakaran akan sangat besar," ungkapnya.
Sementara itu, analis penerbangan Sally Gethin mempertanyakan apakah pilot mengetahui keberadaan tembok tersebut, terutama karena pesawat mendarat dari arah yang tidak biasa. "Apakah mereka diberitahu oleh menara pengawas? Ini harus diungkap dari rekaman kotak hitam," katanya.
Hingga kini, pihak berwenang terus menyelidiki kecelakaan ini, termasuk memeriksa apakah bandara telah memenuhi standar keselamatan internasional. Kasus ini menyoroti perlunya evaluasi terhadap potensi bahaya di sekitar landasan pacu di seluruh dunia. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |