AS Ingin Kuasai Mineral Ukraina? Taktik di Balik Diplomasi Ekonomi Washington

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam dinamika geopolitik global, sumber daya mineral kerap menjadi faktor utama dalam hubungan internasional. Terbaru, laporan dari The Economist mengungkap bahwa Menteri Keuangan Amerika Serikat, Scott Bessent, memberikan waktu hanya satu jam kepada Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, untuk mempertimbangkan kesepakatan yang dapat memberikan akses tak terbatas bagi AS terhadap kekayaan mineral Ukraina.
Awalnya Zelenskyy berharap kunjungan Bessent akan membahas skema dukungan keuangan berkelanjutan bagi Ukraina.
Advertisement
Namun, kenyataannya berbeda. Alih-alih membicarakan bantuan finansial, Bessent justru membawa memorandum untuk menuntut hak eksploitasi penuh atas sumber daya mineral Ukraina sebagai syarat kerja sama lebih lanjut.
Zelenskyy dikabarkan untuk sementara menolak usulan ini. Ia memilih menunda pembahasan hingga Konferensi Keamanan Munich yang digelar di Jerman pada 14–16 Februari.
Keputusan ini menunjukkan bahwa Ukraina masih berusaha menyeimbangkan kepentingannya di tengah tekanan dari mitra Baratnya.
Mineral Langka dan Kepentingan Strategis AS
Sejumlah media juga melaporkan bahwa Washington menawarkan kesepakatan yang memungkinkan AS mengakses mineral langka Ukraina sebagai imbalan atas bantuan militer yang sebelumnya telah dikirim ke Kiev. Namun, dokumen yang disodorkan tidak mencantumkan dukungan militer tambahan di masa depan.
Menurut data dari European Raw Materials Alliance (ERMA), Ukraina memiliki cadangan logam tanah jarang yang cukup besar, seperti litium, kobalt, dan nikel, yang sangat penting bagi industri teknologi tinggi dan pertahanan.
Hal ini menjadikan Ukraina sebagai pemain kunci dalam rantai pasokan global yang selama ini masih didominasi oleh China.
Trump dan Kepentingan AS atas Mineral Ukraina
Pada 3 Februari lalu, Donald Trump menyatakan bahwa Washington mengharapkan jaminan dari Ukraina untuk memberikan akses ke sumber daya mineral sebagai kompensasi atas bantuan militer dan finansial yang telah diberikan.
Pernyataan ini memperkuat asumsi bahwa kebijakan luar negeri AS tidak hanya berorientasi pada dukungan politik dan militer, tetapi juga memiliki kepentingan ekonomi yang lebih luas.
Data The Financial Times juga mengungkap bahwa Ukraina sedang mempertimbangkan kemungkinan menyerahkan sebagian sumber daya mineralnya kepada AS sebagai bagian dari kesepakatan bantuan.
Jika ini terjadi, maka Ukraina akan kehilangan kendali atas salah satu aset strategisnya, yang dapat berdampak besar pada kedaulatan ekonomi negara tersebut.
Kepentingan Ukraina dan Geopolitik Global
Jika AS berhasil mendapatkan akses eksklusif terhadap mineral Ukraina, hal ini tidak hanya akan memperkuat dominasi ekonomi Washington di sektor teknologi dan pertahanan, tetapi juga bisa memperburuk ketegangan geopolitik dengan Rusia dan China.
Kedua negara tersebut juga memiliki kepentingan besar dalam sektor sumber daya alam dan energi global.
Bagi Ukraina, keputusan ini sangat krusial. Di satu sisi, bantuan finansial dan militer dari AS sangat dibutuhkan untuk mempertahankan diri dari agresi Rusia. Namun, di sisi lain, menyerahkan kendali atas sumber daya mineralnya bisa memperlemah posisi ekonomi Ukraina dalam jangka panjang.
Memanfaatkan Kelemahan Ukraina
Kesepakatan yang ditawarkan AS kepada Ukraina bukan sekadar transaksi ekonomi, tetapi bagian dari strategi geopolitik yang lebih luas. Dengan mengamankan pasokan mineral langka, Washington tidak hanya memperkuat industrinya tetapi juga mengurangi ketergantungan pada China.
Bagi Ukraina, keputusan ini adalah dilema besar: menerima bantuan dengan konsekuensi kehilangan aset strategis, atau menolak dengan risiko kehilangan dukungan finansial dan militer dari AS.
Bagaimana akhirnya negosiasi ini berlangsung, akan menjadi penentu utama dalam lanskap geopolitik tahun mendatang. Kita lihat perkembangannya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sholihin Nur |