PCINU Tiongkok menjadi Jembatan Budaya Indonesia-China

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok berperan sebagai jembatan pertukaran budaya antara Indonesia dan China untuk memperbaiki stereotip negatif di antara masyarakat kedua negara.
Direktur Sino Nusantara Institute PCINU Tiongkok, Ahmad Syaifuddin Zuhri, menyatakan bahwa banyak masyarakat Indonesia masih memiliki pandangan negatif terhadap China akibat faktor sejarah dan narasi media. Di sisi lain, masyarakat China, terutama generasi tua, sering mengaitkan Indonesia dengan peristiwa 1998.
Advertisement
"PCINU Tiongkok dapat membangun pemahaman yang lebih baik melalui kerja sama akademik dan pertukaran budaya," ujar Zuhri dalam Konferensi Cabang Istimewa IV dan Seminar Nasional bertema "Refleksi 75 Tahun Hubungan RI-RRT" yang dihadiri lebih dari 200 peserta secara daring dan luring, Sabtu (8/3/2025).
Zuhri menambahkan, hubungan diplomatik kedua negara telah mengalami pasang surut, dari era Presiden Soekarno yang erat, pemutusan hubungan di era Orde Baru, hingga normalisasi pada 1990-an. Meski kerja sama ekonomi semakin kuat, tantangan persepsi negatif antarmasyarakat masih ada.
"China lebih tertutup dibanding negara Barat, tetapi PCINU telah membangun hubungan baik dengan berbagai pihak di China. Ini menjadi peluang untuk memperkuat hubungan antarmasyarakat," jelas Zuhri.
Bonus Demografi dan Tantangan Ketenagakerjaan
Presiden NU Labor Confederation, Irham Ali, menyoroti bonus demografi dan tantangan ketenagakerjaan di Indonesia. Saat ini, Indonesia memiliki 150 juta angkatan kerja, namun 60% masih bekerja di sektor informal. Tingkat pengangguran usia muda mencapai 22%, salah satu yang tertinggi di Asia.
"Ironisnya, meski investasi asing meningkat, penciptaan lapangan kerja masih rendah. Investasi China banyak terkonsentrasi di sektor ekstraktif seperti tambang, sementara sektor padat karya seperti garmen dan manufaktur kurang tersentuh," kata Irham. Ia mengusulkan agar investasi China dialihkan ke sektor yang lebih banyak menyerap tenaga kerja.
Pasar Halal Global dan Diplomasi Islam
Sekretaris Jenderal Perkumpulan Persahabatan Alumni Tiongkok Indonesia (Perhati), Iwan Santosa, menyoroti minimnya keterlibatan Indonesia dalam pasar halal global. "Thailand lebih aktif mempromosikan produk halal di Timur Tengah, sementara produk Indonesia belum terdengar. Sebagai negara Muslim terbesar, Indonesia harus lebih agresif memanfaatkan peluang ini melalui kerja sama strategis dengan China," ujar Iwan.
Ia juga menekankan pentingnya diplomasi Islam untuk memperkuat kerja sama ekonomi Indonesia-China. "Perlu peta jalan kerja sama yang melibatkan kementerian terkait untuk memastikan keberlanjutan dan manfaat bagi kedua negara," tambahnya.
Konferensi Cabang IV PCINU Tiongkok
Pada hari yang sama, PCINU Tiongkok menyelenggarakan Konferensi Cabang IV yang dihadiri 77 peserta dari berbagai wilayah di China. Salah satu agenda utama adalah pemilihan kepengurusan baru untuk periode 2025-2027. Terpilih dua pemimpin baru: Ahmad Syifa (mahasiswa doktoral Beijing Institute of Technology) sebagai Rois Syuriah dan Muhammad Hasyim Habibi Musthofa (mahasiswa master Tsinghua University) sebagai Ketua Tanfidziyah.
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, KH Imron Rosyadi Hamid, berpesan agar kedua pemimpin menjaga soliditas organisasi dan menjalin hubungan erat dengan PBNU, KBRI, serta stakeholder lainnya. "PCINU harus memperkuat aspek akademik, sosial, dan menjaga nilai-nilai keislaman moderat sesuai prinsip Nahdlatul Ulama," tegasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |