Universitas Swasta Melawan Ancaman Pemerintahan Donald Trump

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ancaman pemerintahan Donald Trump yang akan memotong pendanaan untuk kegiatan di Universitas seantero Amerika Serikat, mulai mendapat perlawanan, diantaranya dari Universitas Harvard.
Universitas Harvard menolak tuntutan pemerintahan Donald Trump setelah diancam dengan pemotongan dana.
Advertisement
"Universitas Harvard "tidak akan menerima" tuntutan pemerintahan Donald Trump ditengah ancaman pemotongan dana," ungkapnya pada hari Senin seperti dilansir NBC News.
"Universitas tidak akan menyerahkan independensinya atau melepaskan hak konstitusionalnya," tulis akun X universitas Harvard dalam sebuah pernyataan yang diunggah pada hari Senin .
"Baik Harvard maupun universitas swasta lainnya tidak akan membiarkan dirinya diambil alih oleh pemerintah federal," lanjutnya.
Presiden Universitas Harvard, Alan M. Garber mengatakan, universitas memang telah menerima "daftar tuntutan yang diperbarui dan diperluas" dari pemerintahan Donald Trump, yang isinya memperingatkannya untuk mematuhinya jika ingin "mempertahankan hubungan keuangan dengan pemerintah federal."
Sepuluh tuntutan tersebut , yang menurut administrasi itu ditujukan untuk mengatasi antisemitisme di kampus, termasuk membatasi penerimaan mahasiswa internasional yang "memusuhi nilai-nilai dan lembaga-lembaga Amerika."
Administrasi juga menginginkan pihak ketiga untuk mengaudit program-program di sekoa. Tetapi hal itu dinilai "memicu pelecehan antisemit atau mencerminkan penangkapan ideologis."
Pemerintah juga menuntut penutupan segera semua program dan inisiatif keberagaman, kesetaraan, dan inklusi, termasuk dalam perekrutan dan penerimaan mahasiswa, serta meminta Universitas Harvard untuk menukarnya dengan kebijakan "berbasis prestasi".
Garber menyebut tuntutan tersebut "belum pernah terjadi sebelumnya," dan mengecamnya sebagai upaya pemerintah federal "untuk mengendalikan komunitas Harvard" dengan mengawasi sudut pandang mahasiswa, fakultas, dan staf.
Universitas tersebut memberi tahu pemerintahan Donald Trump melalui penasihat hukum bahwa mereka tidak akan menerima persyaratan tersebut.(*)
"Hal ini memperjelas bahwa tujuannya bukanlah untuk bekerja sama dengan kami dalam mengatasi antisemitisme dengan cara yang kooperatif dan konstruktif," tegas Garber.
"Meskipun beberapa tuntutan yang digariskan oleh pemerintah ditujukan untuk memerangi antisemitisme, sebagian besar merupakan regulasi langsung pemerintah terhadap 'kondisi intelektual' di Harvard."
Dalam surat kepada pihak administrasi, pengacara universitas mengatakan bahwa pihaknya "berkomitmen untuk memerangi antisemitisme dan bentuk-bentuk kefanatikan lainnya di komunitasnya" tetapi tuntutan pemerintahan Donald Trump itu "melanggar kebebasan universitas" yang telah lama diakui oleh Mahkamah Agung.
"Ketentuan pemerintah juga mengabaikan hak-hak hukum Harvard dengan mengharuskan adanya pemulihan yang tidak didukung dan mengganggu atas dugaan kerugian yang belum dibuktikan oleh pemerintah melalui proses wajib yang ditetapkan oleh Kongres dan diwajibkan oleh hukum," bunyi surat tersebut.
Pemerintahan Donald Trump telah membuat tuntutan serupa kepada universitas-universitas lain di seluruh Amerika Serikat dalam apa yang disebutnya sebagai upaya memerangi antisemitisme dan pandangan ideologis lain yang tidak disetujuinya.
Bulan lalu, Universitas Columbia menyetujui daftar sembilan tuntutan dari administrasi, termasuk melarang mahasiswa mengenakan topeng saat berunjuk rasa, mempekerjakan 36 petugas keamanan kampus baru yang bisa menangkap mahasiswa, dan menunjuk wakil rektor senior untuk mengawasi departemen Studi Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika.
Pemerintah telah membatalkan pendanaan federal sebesar $400 juta untuk sekolah tersebut, dengan tuduhan "tidak bertindak dalam menghadapi pelecehan terus-menerus terhadap siswa Yahudi."
Meski demikian langkah pemerintahan Donald Trump yang mengancam akan menghentikan pendanaan bagi universitas di seluruh Amerika Serikat itu tetap mendapat perlawanan, di antaranya dari Universitas Harvard.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |