Peristiwa Internasional

Rusia dan China Bisa Jadi Penjamin Kesepakatan Nuklir AS-Iran

Rabu, 16 April 2025 - 11:51 | 26.73k
Ilustrasi - Negara Iran dan Amerika Serikat. (FOTO: ANTARA/Anadolu/py)
Ilustrasi - Negara Iran dan Amerika Serikat. (FOTO: ANTARA/Anadolu/py)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Abolfazl Zohrevand, anggota Komisi Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran, menyatakan Rusia dan China dapat menjadi penjamin dalam kesepakatan nuklir antara Amerika Serikat (AS) dan Iran terkait program nuklir Teheran. 

Pernyataan itu disampaikan kepada RIA Novosti, Selasa (16/4/2025).

Advertisement

Menurut Zohrevand, kedua negara memenuhi kriteria sebagai penjamin karena merupakan anggota Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) dan Dewan Keamanan PBB. NPT adalah perjanjian internasional untuk mencegah penyebaran senjata nuklir.

Perundingan AS-Iran, dari Italia ke Oman
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani mengumumkan kesediaan negaranya menjadi tuan rumah putaran kedua perundingan AS-Iran. 

Klaim ini sempat dikonfirmasi oleh Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir-Abdollahian.

Namun, Kementerian Luar Negeri Iran kemudian menegaskan bahwa pertemuan akan tetap digelar di Muscat, Oman, pada 19 April 2025 mendatang.

Pernyataan Krusial Zohrevand
Zohrevand mengutip pernyataan mantan Presiden AS Donald Trump yang menyebut masalah utama AS adalah mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.

“Jika memang hanya itu masalahnya, maka hal tersebut bisa diselesaikan, apalagi mengingat Rusia dan China adalah anggota NPT dan anggota tetap Dewan Keamanan PBB,” tegasnya. Rusia dan China masih memiliki hak veto yang dapat memengaruhi resolusi internasional.

Ia juga menyoroti upaya AS menjauhkan Iran dari Rusia dan China. Namun, menurutnya, kerja sama ketiga negara dapat mencegah kembalinya dominasi unipolar AS di dunia.

Soal JCPOA 2015

Pada tahun 2015 lalu, Iran, AS, Inggris, China, Perancis, Rusia, dan Jerman menandatangani kesepakatan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (Joint Comprehensive Plan of Action atau JCPOA).  

JCPOA itu menyepakati pembatasan pengayaan nuklir Iran. Kompensasinya, AS dan Barat mencabut sanksi ekonomi yang diterapkan kepada Teheran.

Namun, pada periode pertama (2018) pemerintahan, Presiden AS Donald Trump menarik AS keluar dari JCPOA. Saat itu Trump menilai kesepakatan itu terlalu menguntungkan Iran, dan tidak banyak memberi manfaat kepada AS.

Kesepakatan nuklir yang tiba-tiba dihentikan AS itu, memicu ketegangan berkepanjangan.

Kemudian pada 2021, Uni Eropa pernah memediasi perundingan AS-Iran terkait dengan keberlanjutan JCPOA. Rangkaian perundingan tersebut sudah digelar, antara lain, di Vienna, Austria. Namun tak berlanjut.

Kini, Trump kembali ingin menghentikan program-program nuklir Iran.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES