Peristiwa Internasional

Trump dan Rencana Relokasi Gaza: Satu Juta Warga Palestina ke Libya?

Sabtu, 17 Mei 2025 - 13:08 | 13.77k
Donald Trump. (foto: ist)
Donald Trump. (foto: ist)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sebuah laporan mengejutkan dari NBC News mengungkap bahwa sejumlah pejabat tinggi di lingkaran mantan Presiden AS Donald Trump tengah menyusun rencana kontroversial: merelokasi hingga satu juta warga Palestina dari Gaza ke Libya, negara Afrika Utara yang hingga kini masih berjuang keluar dari kekacauan pascaperang saudara.

Dikutip dari lima sumber yang mengetahui pembahasan tersebut, dua di antaranya menyebut bahwa rencana tersebut bahkan telah dibahas secara langsung dengan pihak kepemimpinan Libya. Tiga sumber lain mengungkap bahwa pemerintah AS menawarkan pencairan dana Libya yang dibekukan senilai miliaran dolar sebagai imbalan bagi kesediaan negara itu menampung eksodus warga Gaza.

Advertisement

Dari “Zona Perang” ke “Zona Kebebasan”?

Trump sendiri, dalam pernyataan terbarunya dari Qatar, mengungkap ide mengubah Gaza menjadi sebuah “zona kebebasan” di bawah kendali AS.

“Saya punya konsep untuk Gaza… biarkan Amerika Serikat yang mengurusnya, jadikan itu zona kebebasan,” ujar Trump pada Kamis (15/5), seraya menambahkan bahwa konflik di Gaza "terus berulang" dan “tidak pernah benar-benar selesai.”

Trump bahkan menyebut dirinya akan bangga jika AS bisa “mengambil alih Gaza” dan menciptakan “tempat yang aman” bagi rakyat Palestina, seraya menyatakan bahwa Hamas harus disingkirkan dari wilayah tersebut.

Namun, narasi heroik itu langsung memicu kontroversi. Di balik retorika “zona kebebasan”, tersembunyi pertanyaan etis dan strategis: Apakah ini solusi atau bentuk baru kolonialisme modern?

Kebenaran yang Dipertanyakan

Gedung Putih sendiri menolak laporan ini. Seorang pejabat mengatakan kepada Anadolu Agency bahwa kabar tersebut “tidak benar.” Namun, sumber NBC tetap teguh pada klaim mereka bahwa diskusi serius telah terjadi, bahkan dengan kalkulasi insentif finansial untuk mendorong warga Gaza pindah secara sukarela—mulai dari tempat tinggal gratis hingga tunjangan hidup.

Salah satu mantan pejabat AS mengakui bahwa tidak jelas seberapa banyak warga Palestina yang benar-benar akan setuju meninggalkan tanah airnya, namun diskusi tersebut disebut masih aktif.

Libya: Negeri yang Belum Pulih

Ironisnya, negara tujuan dalam rencana ini, Libya, masih bergulat dengan ketidakstabilan. Sejak tumbangnya Muammar Gaddafi pada 2011, negara tersebut terpecah antara pemerintahan rival dan didera konflik bersenjata. Bahkan pekan ini, bentrokan kembali terjadi di Tripoli, meski gencatan senjata akhirnya tercapai.

“Mengusulkan Libya sebagai tempat aman bagi pengungsi dari Gaza adalah paradoks yang menggelikan,” ujar seorang analis Timur Tengah kepada media Eropa. “Libya bahkan belum mampu melindungi rakyatnya sendiri.”

Beralih dari Solusi ke Simbol Politik

Di tengah stagnasi solusi dua negara dan memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza, rencana relokasi massal seperti ini bukan hanya sulit diwujudkan secara logistik, tetapi juga menyimpan bahaya etis dan politis yang dalam: pemaksaan eksodus, perdagangan pengaruh geopolitik, dan normalisasi pengusiran sistemik terhadap rakyat Palestina.

Apakah ini sekadar retorika Trump? Atau benih dari kebijakan luar negeri yang akan menjadi lebih ekstrem di masa mendatang? Dunia kini menunggu, dengan napas tertahan.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES