Sepotong Cerita Antara NU, Pancasila dan Pak Harto
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Nahdlatul Ulama (NU) sebagai Organisasi Agama Islam terbesar di Indonesia menerima Pancasila sebagai dasar negara.
Hal ini disampaikan KH. Ahmad Hariri Abdul Adhim saat memberikan sambutan pembukaan acara Seminar Nasional bertema Refleksi 33 tahun Khittah NU di Auditorium Ma'had Aly, PP Salafiyah Syafi'iyyah Sukorejo, Desa Sumber Rejo, Kecamatan Banyuputih Kabupaten Situbondo Jawa Timur, Rabu (11/1/2017).
Selanjutnya kepada TIMES Indonesia, Mudir atau Direktur Ma'had Aly itu mengatakan bahwa kira-kira di tahun 1983, para ulama' NU, diantaranya KH As'ad Samsul Arifin dari PP Salafiyah Syafi'iyyah Sukorejo Situbondo, mendatangi Presiden Soeharto di Istana Negara mempertanyakan makna asas tunggal Pancasila.
BACA JUGA: NU Harus Kembali Mengurus Umat Bukan Mengurus Partai
Saat itu memang kebijakan asas tunggal Orde Baru tengah mendapat pertentangan dari ormas Islam dan kalangan mahasiswa.
BACA JUGA: Khittah NU Harus Terus Digelorakan untuk Indonesia
Kemudian NU menyatakan menerima Pancasila sebagai dasar negara karena Soeharto menjelaskan bahwa Pancasila bukan sebuah agama, dalam artian Pancasila tidak berlawanan dengan Agama Islam.
"Pak Harto bilang Pancasila bukan agama, sehingga umat muslim NU bersedia sepenuhnya menerima Pancasila," kata Kiai Hariri, sapaan KH. Ahmad Hariri Abdul Adhim.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pengurus Wilayah (PW) Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama’ (LTN-NU) Jawa Timur menggelar Seminar Nasional dan Halaqoh Ulama' dengan tema Refleksi 33 tahun Khittah NU.
Organisasi di bawah NU yang berfungsi melaksanakan program penulisan, penerjemah, penerbitan buku, media informasi dan pengembangan radio dakwah ini mengadakan acara tersebut dengan tujuan mempererat Jam'iyyah dan Jama'ah NU demi memperkuat persatuan bangsa.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Sukmana |