Diplomasi Raja Salman dan Kiswah Ka'bah

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Sebagian besar kaum salafi yang berkiblat ke Arab Saudi beranggapan bahwa “kiswah Ka’bah” itu biasa-biasa saja. Bahkan, ada juga yang berkeyakinan bahwa percaya bahwa kiswah Ka’bah itu membawa berkah itu syirik. Sementara, sebagian besar umat Islam Nusantara meyakini dengan Haqqul Yakin, bahwa kiswah Ka’bah itu membawa berkah.
Rupanya, keyakinan sebagian masyarakat muslim Indonesia tersebut ditangkap oleh Raja Salman Ibn Abdul Aziz Al Suud. Kunjungannya ke Masjid Istiqlal, bukan saja sholat sunnah tahiyahtul masjid, tetapi juga menghadiahkan Kiswah Ka’bah kepada Imam Besar Masjid Istiqlal agar dipasang di masjid. Kiswah Ka’bah ini akan membuat masjid Istiqlal semakin sakral.
Advertisement
Teringat pada masa kerajaan-kerajaan Islam Nusantara yang berlomba-lomba mengirim utusan ke tanah suci Makkah agar supaya mendapatkan legimitasi politik. Saat itu, pimpinan tertinggi Masjidilharam memberikan gelar “sultan kepada raja Jawa” sekaligus memberikan Kiswah Ka’bah sebagai bukti atas pengakuan terhadap kerajaan Islam Jawa.
Di Era modern, Raja Salman juga memberikan hadiah Kiswah Ka'bah ke pimpinan Masjid Istiqlal, sebagai isarat bahwa Raja Salman juga memiliki keyakinan bahwa Kiswah Kabah itu membawa berkah bagi bangsa Indonesia. Kiswah Ka’bah ini juga menjadi cendera mata dari Pelayan Dua Tanah Suci (Makkah dan Madinah). Dulu, Raja pertama Arab Saudi bergandengan erat tangan Presiden Soekarno. Sekarang, Presiden Jokowi menggandeng erat tangan Raja Salman Ibn Abdul Aziz Al Sauud.
Gandengan erat tangan Jokowi itu mengisaratkan akan eratnya hubungan kedua negara di dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Apalagi, kedua negara muslim terbesar dunia ini memiliki kesamaan di dalam memerangi segala bentuk radikalisme yang mengatasnamakan agama. Bahkan, Raja Salman mengingatkan agar supaya tidak berlebihan di dalam memahami yang akhirnya mencipatkan radikalisme dan terorisme yang bisa membayakan perdamaian dunia.
Raja Salman merasa kaget ketika melihat ribuan orang yang terdiri dari anak-nak, dan orang dewasa berjajar di pingir jalan sambil membawa bendera merah putih dan juga membawa bendera Arab Saudi. Raja Salman mengira bahwa itu demonstrasi. Dalam fatwa ulama di Arab Saudi, demonstrasi itu dikategorikan bidah. Dan pelaku bidah itu termasuk masuk neraka.
Sangat dimaklumi, karena Jakarta sejak bulan November 2016 hingga awal 2017 disibukkan dengan aksi demonstrasi besar-besaran. Rupanya, ribuan orang yang berjajar itu sedang menunggu dan menghormati dan cinta kepada Raja Salman yang sedang menuju istana Bogor. Isi sesuatu sekali bagi Raja Salman dan pangeran-pangeran Arab Saudi.
Menurut Menag Lukman Hakim Saefuddin yang menemani perjalanannya, Raja Salman semakin kaget ketika mendengar bahwa masyarakat Indonesia yang datang itu dengan ikhlas menyambut Raja Salman di sepanjang jalan. Ini menjadi isyarat bahwa titik temu Saudi Arabia dan Indonesia akan semakin mesra, khususnya di dalam membangun kemajuan Islam yang bercorak Islam rahmatan lil ‘alamin sebagaimana simbol jam'iyah Nahdlatul Ulama.
Rasanya tidak sempurna kunjungan Raja Salman, sebelum bertemu dengan tokoh sentral Indonesia. Tokoh-tokoh Islam Indonesia cukup banyak, khususnya dari kalangan NU, Muhammadiyah, MUI, Al-Irsad, Persis. Rupanya, pertemuan dengan tokoh-tokoh Islam Indonesia hanya tiga orang yang diberikan waktu.
Tiga wakil ormas Islam itu antara lain KH Ma'ruf Amin Rosis Amm PBNU, Habib Luthfi bin Yahya, ketua Thoriqoh NU, dan tokoh Muhammadiyah. Menariknya, KH Ma’ruf Amin sarungan lengkap surban dan peci hitam. Habib Luthfi juga memakai peci hitam, sekaligus identitas muslim Nusantara.
Tidak dipungkiri NU dan Muhammadiyah merupakan sayap Garuda yang menjadikan Indonesia bisa terbang tinggi. Maka wajar jika NU dan Muhammadiyah tetap kukuh menjaga keutuhan NKRI dan menolak semua bentuk radikalisme yang mengatasnamkan agama. Lihat saja, ketika semua demo, NU dan Muhammadiyah tidak ikut serta tetapi tidak melarang warganya untuk demontrasi. NU dan Muhammadiyah adalah rumah ramah bagi setiap umat Islam.
Semua tahu, Arab Saudi datang ke Indonesia bukan sekedar silaturahmi, tetapi ingin membangun dan mencari dukungan dari Negara Indonesia. Akhir-akhir ini, Saudi mengalami banyak masalah. Mulai dari masalah radikalisme, perang dengan Yaman, serta masalah dengan Syuriah dan Iran. Kunjungan ini diharapkan bisa menambah rekan setia di dalam menghadapi persoalan radikalisme.
Dalam kaca mata ekonomi, Saudi datang ke Indonesia itu sudah menghitung untung ruginya. Indonesia dan Arab Saudi telah menandatangani nota kesepahaman pada urusan agama. Ini bukan berarti, ulama Saudi ikut campur di dalam urusan dakwah di Indonesia. Muslim Indonesia memiliki karakter yang berbeda dengan karakter muslim di Arab Saudi.
Ibarat pohon kurma, jika ditanam di tanah berlumpur seperti Indonesia sulit tumbuh. Kalaupun bisa tumbuh, sulit berbuah. Begitu juga dengan padi, sangat sulit tumbuh di padang pasir. Bisa jadi, tidak akan bisa tumbuh. Begitu juga dengan karakter dan budaya Arab, tidak bisa dipaksakan di Nusantara. Sebaliknya, budaya Nusantara itu sangat sulit diterapkan di Jaziarah Arab. Kesamaan antara Arab Saudi dan Indonesia adalah muslim yang berhalauan ahlussunah wal jamaah.
Kerja sama di dalam peningkatan pemahaman agama ini bisa dilakukan dengan menambah jumlah beasiswa untuk calon mahasiswa Indonesia di Arab Saudi lebih banyak. Cukup banyak yang berkualitas yang bisa menampung calon mahasiswa, seperti; Umm Al-Qura University Makkah, Islamic University Madinah, King Abdul Aziz University Jeddah, King Abdullah University. Bisa juga melalui daurah-daurah bersama, atau penelitian ilmiah, dengan tidak merubah tradisi dan karakteritik budaya masing-masing.
Peningkatan kerjama sama pendidikan dan pemahaman agama juga bisa melalui pengiriman dosen-dosen bahasa Arab di kampus-kampus negeri dan swasta yang memiliki jurusan pendidikan bahasa Arab, seperti; Universitas Negeri Malang, UIN Maulana Malik Ibrahim, Unisma, UNJ, UIN Syarif Hidayatullah.
Jangan sampai MoU itu hanya di meja perjanjian. Segera ditindaklanjuti nota kesepahaman itu agar supaya orang Arab tidak lupa dengan MoU yang sudah ditanda tangani bersama. Sudah menjadi sebuah kebiasaan, orang Arab itu sering lupa dengan janjinnya, sampai-sampai Rosulullah SAW mengingatkan “janji itu adalah hutang”. Semua berharap, kunjungan Raja Salman Ibn Abdul Aziz Al Suud memberikan berkah bagi kedua belah pihak. Jangan lupa, keberhasilan itu tidak lepas dari kerja keras Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Dr. Agus Maftuh di dalam melancarkan rayuan kepada para pangeran dan Raja Salman agar datang ke Indonesia. (*)
* Peunulis adalah alumnus Ummul Qura, pengurus PCI NU Arab Saudi.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Khoirul Anwar |
Publisher | : Rochmat Shobirin |