Ibu Kota Baru Harus Berdasar Kajian, bukan Sekadar Letaknya di Tengah

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pakar tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna tidak sependapat bila Ibu Kota baru yang akan dibangun harus berada di tengah-tengah Indonesia.
"Posisi yang strategis adalah lokasi yang mudah diakses dan dijangkau," tegasnya di Jakarta, Rabu (19/7/2017) dilansir antara.
Advertisement
Menurut dia, pembangunan Ibu Kota baru juga harus memperhitungkan kondisi geografis dan kontur tanah lokasi yang akan dipilih karena akan menentukan cara bagaimana kota tersebut dibangun.
"Misalnya membangun jalan, jelas berbeda antara di Jawa dengan di Kalimantan yang masih banyak lahan gambut," ujarnya.
Disinggung soal wacana Palangkaraya sebagai Ibu Kota, dia mengatakan, hal itu hanya soal sejarah karena nama Palangkaraya pernah disebut Bung Karno.
Realitas yang ada, kota Palangkaraya dulu dan sekarang sudah jauh berbeda. "Dulu Palangkaraya jelas masih sepi. Kondisi saat ini jelas sudah jauh berbeda. Sah-sah saja saat ini Palangkaraya masih disebut-sebut, tetapi Palangkaraya bagian mana?" tambahnya.
Menurut Yayat bila kawasan yang dipilih sudah terbangun dan terbentuk sebagai kota, maka akan ada kesulitan menggeser penduduk yang sudah lebih dahulu mendiami kawasan tersebut. Belum lagi ganti rugi karena ada pembebasan lahan penduduk.
Namun, bila lokasi yang dipilih masih berupa hutan dan betul-betul kosong, Yayat menilai juga akan terdapat kendala. Sebab, pembangunan sebuah kota dari nol pasti akan lebih berat.
"Karena itu, pemilihan lokasi Ibu Kota baru Indonesia harus dikaji secara lebih komprehensif. Pemilihan posisi strategis juga perlu, tetapi harus dikaji," tuturnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sholihin Nur |
Sumber | : Antara News |