Nilai Kebangsaan Indonesia Banyak Diambil dari Nilai-Nilai Islam
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Isu Islam, Pancasila, hukum dan wacana kebangsaan dibedah dalam acara Seminar Bedah Sejarah Kebangsaan dalam penyelenggaraan MTQMN XV 2017, di Universitas Brawijaya.
Bertempat di Gedung Widyaloka, Universitas Brawijaya, Rabu (2/8/2017) hadir dalam seminar itu Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva, Sejarawan Universitas Negeri Surabaya Prof Dr Aminuddin Kasdi MS, dan Pengamat Hukum Universitas Airlangga Prof Dr Suparto Wijoyo S.H, M.H.
Hamdan dalam materinya menjelaskan tentang sejarah penuangan nilai-nilai agama Islam dalam konstitusi di Indonesia. Menurutnya, nilai-nilai agama Islam banyak mengisi dan mewarnai konstruksi berpikir Undang-Undang Dasar 1945.
Ia menyebutkan ada realitas historis yang nyata mengenai kesesuaian nilai-nilai Islam dengan Undang-Undang Dasar 1945. Karena itu, eksistensi dan koherensi nilai-nilai Islam dalam Undang-Undang Dasar 1945 harus dilihat dari realitas sejarah pada saat Undang-Undang Dasar 1945 dirumuskan dan disahkan.
"Sebagai hukum tertinggi, konstitusi merupakan acuan dan rujukan bagi penyelenggaraan kekuasaan negara, dan rujukan segala peraturan perundang-undangan, kebijakan, dan tindakan yang terkait dengan penyelenggaraan negara.
Ia menambahkan cita-cita rakyat Indonesia juga banyak dibentuk oleh ajaran dan nilai moral agama Islam. Ia menilai terdapat nilai-nilai agama Islam yang menjadi sumber untuk memperkaya khasanah hukum nasional.
Kemudian, Prof Suparto Wijoyo, mengatakan bahwa penguatan agama dalam menghidupkan Pancasila sangatlah diperlukan. Ia menilai Pancasila merupakan produk dari nilai-nilai Islam dalam bernegara.
"Islam dan Pancasila tidak perlu dibenturkan karena ini tidak sama atau setara. Tapi pendalaman keduanya sangat diperlukan," katanya.
Sedangkan, Prof Aminudin Kasdi menyatakan mengatakan masyarakat generasi muda saat ini harus memahami benar asal-usul Pancasila. Sebagai dasar negara, Pancasila lahir dari proses penggalian yang ilmiah.
"Pancasila menjadi dasar negara harus dipahami, bukan sesuatu yang tiba-tiba terjadi ada, tapi kasualitasnya, tak lepas dari hukum sebab akibat. Ini diperlukan agar masyarakat tidak terjebak pada sifat anti-kemajemukan," ungkapnya.
Dalam kegiatan ini, TIMES Indonesia menjadi media patner bersama Replubika, Antara, dan TV One. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Advertisement
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Sumber | : TIMES Malang |