Menkominfo: Facebook Wajib Adopsi KBLI yang Baru

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setelah menerima CEO Telegram, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara melakukan serangkaian pertemuan dengan delegasi dari Facebook di Hotel Grand Hyatt, Jakarta.
Delegasi yang dipimpin oleh Perwakilan Facebook Asia Pasifik Jeff Wu dan tim tersebut membahas beberapa poin penting terkait dengan sosialisasi Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sektor digital, penanganan isu-isu terorisme, radikalisasi dan hoax, serta perkembangan industri OTT di Indonesia.
Advertisement
Dalam pertemuan itu, Menkominfo meminta operasi Facebook di Indonesia disesuaikan dengan kebijakan KBLI yang baru. Selama ini, Facebook mengantongi izin prinsip yang dikategorikan sebagai manajemen konsultan (consulting management), sedangkan dalam praktiknya, aktivitas Facebook merupakan klasifikasi usaha platform digital berbasis komersial.
“Kami ingin Facebook menyampaikan komitmennya untuk menyesuaikan dengan ketentuan KBLI yang baru,”ujar Rudiantara, Rabu (2/8/2017) seperti ditulis di laman kominfo.go.id.
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik Nomor 19 Tahun 2017 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia, Penyelenggara Platform Digital merupakan hasil penyesuaian terhadap item-item yang terdapat dalam KBLI 47919, di mana e-retail tetap menjadi kewenangan Kementerian Perdagangan.
Sedangkan penyelenggaraan platform digital dalam bentuk market place berbasis platform, daily deals, price grabber, atau iklan baris online menjadi kewenangan Kementerian Kominfo dalam KBLI 63122 : Portal Web dan atau Platform Digital Berbasis/Berorientasi komersial.
Di samping itu, Kementerian Kominfo saat ini telah merumuskan Rancangan Peraturan Menteri terkait Over The Top (OTT) yang mengatur perihal regulasi layanan penyediaan aplikasi dana atau konten melalui internet yang akan segera diberlakukan oleh Kominfo. Diharapkan RPM OTT ini dapat memberikan pemahaman kepada penyedia layanan dan penyelenggara telekomunikasi.
Adapun untuk soal konten negatif, pihak Facebook melaporkan bahwa mereka telah menyediakan fitur Geoblocking untuk mengendalikan konten negatif. Disamping itu, menurut Jeff Wu, Facebook telah menempatkan stafnya di Jakarta untuk mempercepat pemrosesan dan koordinasi dengan pemerintah soal konten negatif.
“Kita saat ini sangat intensif dan juga seterusnya untuk menangani konten-konten bermuatan radikal dan terorisme. Makanya kita mengundang penyedia aplikasi media sosial semua. Meski kami sering bertemu namun kita terus memperkuat koordinasi untuk mendapatkan penanganan yang semakin responsif. Para penyedia media sosial perlu mendapatkan update dari Kementerian Kominfo untuk kemudian ditekankan penanganan yang responsif di sisi penyedia layanan media sosial. Kali ini pertemuan dengan Facebook,” kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan.
Menurut dia, dalam kurun waktu 2016 sampai dengan awal Juli 2017, terdapat 402 laporan konten negatif mencakup pornografi, child pornografi, radikalisme, terorisme, akun palsu, fraud, berita hoax hingga ujaran kebencian. Namun dari laporan tersebut baru 50.7% yang direspon oleh pihak Facebook. Hal ini salah satunya disebabkan adanya perbedaan pemahaman antara Facebook dan pemerintah terkait konten negatif.
Untuk itu Kementerian Kominfo mendesak Facebook agar lebih berperan aktif dalam mengurangi konten negatif dan berharap memiliki tim pengawas agar lebih cepat mengenali temuan konten negatif di Indonesia. Selain itu diperlukan kerja sama intens antara pemerintah Indonesia dan Facebook dalam penanganan hoax.
“Penanganan hoax ini kontekstual, karena membutuhkan pihak yang bisa menentukan ini hoax atau tidak secara cepat. Yang bisa kita lakukan adalah dengan adanya tim terpadu untuk memantau sekaligus memberi masukan dalam menentukan konten negatif di Indonesia,” pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Sholihin Nur |
Sumber | : Kemenkominfo |