Peristiwa Nasional

Indonesia Harusnya Memanfaatkan Pertemuan IMF-World Bank

Minggu, 07 Oktober 2018 - 22:25 | 668.49k
I Gede Ari Astina atau JRX Drummer dari band Superman Is Dead (SID). (FOTO: @deadbytaste/Instagram)
I Gede Ari Astina atau JRX Drummer dari band Superman Is Dead (SID). (FOTO: @deadbytaste/Instagram)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BALIPertemuan IMF-World Bank Annual Meeting di Nusa Dua, Bali, akan berlangsung dari 8 sampai 14 Oktober 2018 mendatang.

Pertemuan tahunan tersebut, akan dihadiri oleh Dewan Gubernur IMF- World Bank, dan juga mempertemukan para pembuat kebijakan di sektor keuangan, pelaku bisnis, akademisi, dan Lembaga Swadaya, serta banyak lainnya.

Advertisement

Namun, dibalik pertemuan event besar tersebut, terjadi pro dan kontra di masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Bali yang menjadi tuan rumah.

Kali ini, yang mengomentari perhelatan IMF-World Bank adalah I Gede Ari Astina atau JRX Drummer dari band Superman Is Dead (SID). Simak hasil wawancara khusus TIMES Indonesia dengan JRX, Minggu (7/10/2018) malam.

Apa pendapat JRX tentang event IMF-World Bank di Bali? 

Annual Meeting IMF-World Bank ini pengamanannya berlebihan. Bisa dilihat dari maraknya penghancuran baliho-baliho tolak reklamasi Teluk Benoa dan Batalkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 di banyak tempat di Bali. Ini tidak hanya terjadi di jalan-jalan protokol tapi juga di jalan-jalan desa yang tidak dilalui oleh delegasi WB-IMF. 

Apa berbahayanya baliho BTR (Bali Tolak Reklamasi) ini bagi pertemuan itu? Lalu kemarin saat kawan-kawan aliansi People Summit lakukan konferensi pers terkait pertemuan IMF-World Bank, pemilik warung Kubu Kopi yang jadi lokasi konferensi pers diintimidasi dan diminta membatalkan konferensi persnya.

Dengan adanya perhelatan IMF-World Bank, apa dampaknya ke masyarakat kecil, khususnya masyarakat Bali?  

Ada dua dampak negatif langsung dari agenda international di Bali ini. Pertama, pertemuan ini dipakai alasan untuk menghimpit kebebasan berekspresi dan menyuarakan pendapat. Dilihat dari maraknya tindakan represif berupa penghancuran baliho-baliho tolak reklamasi Teluk Benoa dan Batalkan Perpres Nomor 51 Tahun 2014. 

Kedua, pertemuan internasional yang dilaksanakan di Bali semacam IMF-World Bank, sering dijadikan kedok untuk percepatan proyek-proyek skala besar. Proyek yang dipercepat tersebut, umumnya proyek yang sebelumnya terindikasi melanggar aturan.

Misalnya, perluasan bandara Ngurah Rai dengan cara reklamasi, salah satu impact negatif dari reklamasi tersebut adalah potensi terjadinya abrasi di pantai Kuta dan sekitarnya.

Pemerintah beranggapan bahwa dengan adanya event IMF-World Bank, akan memberikan keuntungan signifikan untuk Bali, khususnya bidang promosi. Benarkah demikian?

Promosi buat Bali? Momentum pertemuan ini justru dipakai kedok untuk mempercepat proyek-proyek infrastruktur di Bali. Sehingga, menambah beban lingkungan hidup bagi pulau Bali, khususnya Bali selatan.

Dilihat dari status akun Instagram dan Twitter, Kenapa JRX menolak IMF-World Bank?

Gagasan beberapa kawan-kawan adalah menuntut akuntabilitas Lembaga Keuangan Internasional, khususnya Bank Dunia dan IMF. Kedua, lembaga tersebut memiliki sejarah panjang dalam proses pembangunan di Indonesia. Hutang yang diberikan oleh Bank Dunia termasuk juga kebijakan-kebijakan yang  dipengaruhinya.

Seringkali berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Namun, tidak ada penyelesaian yang bermakna untuk kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup.

Kenapa kebanyakan orang setuju dengan pelaksanaan IMF-World Bank?

Karena narasi-narasi yang disajikan ke masyarakat hanya yang baik-baik saja, dan itu pun cenderung disoal peningkatan pendapatan ekonomi saja. Padahal, banyak sektor yang dipengaruhinya dan itu gak selalu baik.

Kehidupan kan gak hanya soal ekonomi saja, lagi pula peningkatan ekonomi itu sebenarnya buat siapa ya? Siapa yang sebenarnya, ada dipuncak rantai makanan ini?

Bagaimana caranya mengcounter wacana pemerintah yang terus menyebut IMF-World Bank, akan menguntungkan Bali dan Indonesia? 

Terus belajar bersama agar bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi, dan terus berbagi informasi alternatif sebagai pembanding.

Bagaimana sikap sebagai masyarakat Bali, terkait kegiatan internasional seperti IMF-World Bank?

Jangan mau dijadikan korban, karena baru begini saja kita sudah dihadapkan dengan represifnya aparat terhadap baliho BTR. Belum lagi percepatan proyek-proyek infrastruktur yang menambah beban pulau Bali.

Pertemuan ini ada manfaatnya bagi Bali, jika ia bersifat fair dan imbang. Misalnya, membahas wacana pembatalan proyek-proyek destruktif seperti reklamasi, termasuk reklamasi Teluk Benoa.

Kalau ditanya apa manfaatnya bagi Indonesia sebagai tuan rumah. Pertemuan itu, akan bermanfaat jika IMF-World Bank, berani bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan hidup, akibat proyek yang mereka danai lewat utang.

Selain itu, Indonesia dan Bali khususnya, harusnya memanfaatkan pertemuan IMF-World Bank, untuk mendorong isu-isu besar yang tidak mampu diselesaikan oleh Indonesia sendiri." (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Yatimul Ainun

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES