Peristiwa Nasional New Normal Life 2020

Prof Syamsul Maarif: Perlu Komando Tegas Terpusat Menghadapi Transisi New Normal

Sabtu, 20 Juni 2020 - 19:21 | 63.72k
Prof Dr Syamsul Maarif dalam Webinar Internasional Kolaborasi Pentahelix Menuju Tata Kenormalan Baru, Sabtu (20/6/2020). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Prof Dr Syamsul Maarif dalam Webinar Internasional Kolaborasi Pentahelix Menuju Tata Kenormalan Baru, Sabtu (20/6/2020). (Foto: Lely Yuana/TIMES Indonesia)
FOKUS

New Normal Life 2020

Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Guru Besar Sosiologi Kebencanaan Universitas Pertahanan Prof Dr Syamsul Maarif mengingatkan pentingnya kepemimpinan yang tegas dan terpusat dalam menghadapi masa transisi menuju new normal selain persiapan skenario matang.

"Di sini kita butuh kepemimpinan yang tegas. Kedua kita perlu juga membuat skenario atau strategi new normal yang akan datang seperti apa," terang Prof Syamsul Maarif dalam Webinar Internasional Kolaborasi Pentahelix Menuju Tata Kenormalan Baru yang digagas oleh BPBD Jatim, Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia (IABI), Pusat Penelitian dan Pelatihan Indonesia Tangguh (PUSPPITA), dan Universitas dr Soetomo (Unitomo) pada Sabtu (20/6/2020). 

Advertisement

Selain itu perlu edukasi, simulasi, pelatihan dan penelitian maupun laboratorium yang saat ini juga tengah ditingkatkan oleh BNPB. Sebab new normal adalah sebuah sejarah baru dalam peradaban manusia.

Webinar-Internasional-b.jpg

"New normal ini sesungguhnya belum ada yang bisa menunjukkan seperti apa kenormalan baru. Oleh karena itu kita mencoba skenario dari new normal yang sesuai dengan budaya kita," imbuh Kepala BNPB periode 2008-2015 tersebut. 

Prof Syamsul menyebutkan salah satu upaya yang harus dipersiapkan adalah kolaborasi pentahelix. Sehingga perlu starting condition yang seirama. Antar lain data korban serta keputusan presiden dan arahan presiden yang harus dipegang bersama.  

"Jangan yang lain-lain, keppres dan arahan presiden harus kita pegang bersama," jelas Prof Samsul. 

Selanjutnya, perlu peningkatan narasi pemerintah dan tokoh masyarakat, memanfaatkan kehadiran teknologi yang didominasi oleh generasi milenial. Hal ini karena mereka kelak akan mengawasi perkembangan new normal ini serta harus menyadari bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya. 

Diketahui, jika saat ini kurva Covid-19 memang masih meningkat tajam di beberapa daerah yaitu Jatim dan Sulawesi Selatan dengan angka di atas 2000 kasus. Sedangkan daerah yang angka kasus di bawah 2000 seperti Jakarta, Papua, Medan, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Selatan. Angka kasus tersebut menjadi bahan analisa apakah penerapan skenario transisi new normal sudah bisa dilakukan masing-masing daerah. 

"Dari sini kita berangkat untuk melangkah menuju new normal. Apakah serempak atau bertahap atau bagaimana," tandasnya. 

Prof Syamsul Maarif menyebutkan, berdasarkan lima arahan presiden adaptasi new normal disebutkan, pertama melakukan pra kondisi ketat dengan sosialisasi dan simulasi sehingga warga disiplin mematuhi protokol kesehatan. 

"Ada program yang harus kita nyatakan, seperti apa pra kondisi yang dimaksud," jelasnya. 

Webinar-Internasional-c.jpg

Kedua, kebijakan fase adaptasi kebiasaan baru harus didasari data dan fakta lapangan selanjutnya dikoordinasikan gugus tugas dalam kesiapan fasilitas kesehatan. Ketiga, mempersiapkan dengan matang sektor dan aktivitas yang bisa dimulai dan dibuka secara bertahap. Keempat, peningkatan konsolidasi dan koordinasi pusat maupun daerah dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi, bergotong royong dan menyelesaikan persoalan besar ini. Kelima, melakukan evaluasi rutin sebab keberhasilan pengendalian Covid-19 sangat ditentukan kedisiplinan dan protokol kesehatan. 

"Mempersiapkan dengan matang sektor aktifitas yang bisa dimulai dan dibuka secara bertahap. Tentu tidak mungkin dilakukan sekaligus dalam waktu secara bersamaan," papar Prof Syamsul. 

Guna memaksimalkan penanganan, Prof Syamsul merujuk pada Keppres 12/2020 menjelaskan jika Covid-19 adalah bencana non alam nasional dan bukan bencana kesehatan. 

"Oleh karena itu permodelan pola saya mohon kita harus kompak kita pakai persoalan ini adalah persoalan bencana dan itu ada di undang-undang bencana," imbau Prof Syamsul. 

Namun, lanjutnya, undang-undang itu tidaklah cukup. Oleh karena itu di Pasal 4 UU 24 Tahun 2007 disebutkan bahwa dalam melaksanakan penanganan bencana haruslah juga menyelaraskan dengan undang-undang dan peraturan yang lain. 

"Jadi antar undang-undang tidak usah kita pertandingkan atau perbandingkan. Tapi mari kita persandingkan. Misal kalau di bencana ada analisis risiko, kalau di Kemenkes ada penilaian risiko," tambahnya. 

Sehingga model atau pola penanganan ini harus tetap konsisten dengan undang-undang 24 dan turunannya. Misal penanggung jawab penataan penyelenggaraan PB. "Jadi kita harus sesuai dengan itu," ujarnya. 

Termasuk juga untuk PP 21Tahun 2008 sebagai turunan dari UU 24 mengatakan bahwa status keadaan darurat adalah meliputi status siaga darurat, tanggap darurat dan transisi darurat. 

"Kalau kita lihat seperti ini jelas sekali bahwa kita sekarang berada pada tanggap darurat dan transisi darurat. Saya melihat bahwa new normal adalah bagian dari pemulihan. Oleh karena itu saat ini kita berada pada transisi darurat ke new normal," urai Prof Syamsul Maarif. 

Menukil pidato Presiden RI Jokowi, jika dalam perjalanan tahap adaptasi new normal nanti mengecewakan atau tidak bagus maka akan dilakukan bertahap. 

"Artinya bahwa beliau mengingatkan bahwa kemungkinan ada yang disebut dengan second waves. Kita tidak berharap itu. Oleh karena itu kita berusaha untuk men-stop. Jangan sampai second waves yang terjadi di Wuhan atau Korea maupun Jepang jangan terjadi di Indonesia," imbaunya. 

Prof Syamsul berharap agar generasi milenial atau juga para akademisi nantinya mampu melahirkan ilmu pengetahuan baru sehubungan dengan Covid-19. 

"Nah, saya menyarankan fitur apa yang perlu kita tampilkan pada saat transisi ke new normal. Jadi garis bawah dari saya saat ini adalah masa transisi adaptasi ke new normal. Oleh karena itu fitur transisi ini yang pertama tetap protokol kesehatan harus kita tegakkan," ujarnya. 

Salah satunya dengan kehadiran kampung tangguh, mall tangguh, pasar tangguh, sekolah tangguh, hingga tempat ibadah tangguh dan pesantren tangguh. 

"Supaya kehidupan new normal nanti kita mampu menjamin bahwa tidak ada lagi terjadi klaster-klaster baru. Harus kita jamin bahwa jangan terjadi klaster-klaster baru," tegas Prof Syamsul. 

Dalam implementasi strategi pentahelix disebutkan bahwa pemerintah dan pemda menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan pentahelix. 

Artinya pentahelix bisa berjalan tergantung sejauh mana pemerintah dan pemda menyadari akan pentingnya pentahelix tersebut. 

"Jadi saya menyarankan tiap gugus tugas sadar terhadap pentahelix. Langsung melekat di dalamnya, yang dari kelembagaan itu dirumuskan berbagai kebijakan sekaligus rencana aksi," ucapnya. 

"Jangan hanya ngobrol tok rencana aksinya. Siapa, berbuat apa, kapan, di mana, dengan cara apa. Berikutnya adalah rencana aksi yang dilakukan masing-masing helix yang mengacu pada rencana aksi," tandasnya. 

Mengingat new normal saat ini baru pada posisi transisi. Oleh karena itu diperlukan komando yang tegas yang terpusat jangan sampai ada cara-cara yang lain. Misal masing-masing kementerian masing-masing lembaga melakukan komando sendiri-sendiri. Selain itu juga perlu adanya kesepakatan dan dukungan teknis.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur PUSPPITA dan Wakil Ketua IV IABI Dr Hendro Wardhono menambahkan jika perlu upaya preventif melalui protokol mitigasi dalam proses transisi menuju new normal. 

"Harus jelas dalam protokol nya, mungkin tidak cukup dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)," kata Dr Hendro. 

Dia memberi contoh jika PUSPPITA dengan Unitomo sudah mengembangkan pasar tradisional dan pasar modern tangguh bencana. 

"Apa yang harus kita lakukan, bagaimana protokol mitigasi dan protokol kesehatannya," terang Dosen Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Unitomo tersebut. 

Senada dengan Prof Syamsul Maarif, Dr Hendro juga mengemukakan pentingnya satu komando terpusat agar memudahkan koordinasi. "Banyak yang berharap ada kesatuan komando baik dari pemerintah sehingga tampilan-tampilan yang kemudian membuat keresahan pada masyarakat sehingga mereka cenderung tidak patuh," ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Surabaya

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES