Peristiwa Nasional

Dokter Joni Wadul BNPB, Nakes Kesulitan Operasikan Ventilator Buatan Amerika 

Rabu, 22 Juli 2020 - 23:34 | 32.27k
Ketua Gugus Kuratif Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Timur dr Joni Wahyuhadi (FOTO: Dokumen TIMES Indonesia)
Ketua Gugus Kuratif Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Timur dr Joni Wahyuhadi (FOTO: Dokumen TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Ketua Gugus Kuratif Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Timur dokter Joni Wahyuhadi wadul kepada BNPB jika beberapa tenaga medis di Jatim kesulitan mengoperasikan ventilator kiriman dari Kemenkes.

Hal tersebut dikatakan Joni saat Plt Deputi 3 BNPB Dody Ruswandi menanyakan apakah bantuan ventilator dari Kemenkes yang baru datang dari Amerika sudah sampai Jatim.

Advertisement

"Iya jadi beberapa ventilator itu ternyata harus memerlukan keahlian. Ini kawan-kawan kami para insentifis ini menyimpulkan justru ventilator itu diperlukan keahlian khusus perawatnya juga khusus, dokter anastesinya juga harus khusus," jawab dr Joni ketika Rapat Koordinasi Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Timur secara daring, Rabu (22/7/2020).

Lebih lanjut, dr Joni justru meminta Kemenkes agar mengirimkan HFNC (High Flow Nasal Cannula). Karena pengoperasiannya lebih sederhana dengan hasil jauh lebih baik.

"Kalau HFNC lebih sederhana dan ternyata dari pengamatan kita hasilnya jauh lebih baik. Ventilator yang dari Kemenkes sudah kita bagi-bagi ya pak ke seluruh rumah sakit. Ada yang belum terpakai malahan," lanjut Direktur Umum RSUD dr Soetomo tersebut.

Sementara itu, Joni membeberkan data dari beberapa center, sekitar 74,4 persen rumah sakit di Surabaya menggunakan ventilator. "Jadi antara 60-80 persen. Jadi tinggi," ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya melakukan evaluasi pemakaian ventilator tersebut. Di satu sisi, ada fakta menarik. Penggunaan HFNC pada pasien-pasien yang sudah mulai hipoksia menunjukkan hasil luar biasa.

"Oleh kawan-kawan intensifis segera dilakukan resusitasi dengan HFNC ternyata menunjukkan hasil yang luar biasa," tandas Joni. 

Dari semua pasien yang dilakukan resusitasi awal dengan HFNC, 100 persen tidak jatuh di dalam ventilator. Sehingga angka kesembuhan lebih cepat bahkan 100 persen tidak ada mortalitas (kematian).

"Sebagian resusitasi terpaksa ditangani dengan non invasif ventilator yang di dalamnya kita dapatkan separonya mortality nya sekitar 50 persen," jelasnya.

Artinya, bahwa di dalam perawatan Covid-19 ini yang paling penting adalah monitoring ketat jangan sampai pasien jatuh dalam hipoksia yang berat.

"Nah oleh karena itu kalau di Rumah Sakit Lapangan yang sekarang dipimpin oleh Bapak Pangkogabwilhan II itu angka kesembuhannya bagus karena memang di sana deteksinya luar biasa jangan sampai jatuh ke arah yang sedang. Jadi monitoringnya itu ketat," pujinya.

Sehingga prosedur tersebut layak dikembangkan di rumah sakit-rumah sakit lain. Monitoring ketat hipoksia dengan memasang saturasi yang bisa diketahui oleh para petugas dengan monitor maupun secara langsung.

"Kalau langsung memang ada kesulitan. Mungkin saya usul barangkali nanti setiap pasien yang sudah ada sesak-sesak yang ringan itu sudah mulai dimonitor saturasinya kemudian kalau kita temui ada hipoksia ringan segera kita resusitasi," paparnya. 

Kesulitan Dapatkan HFNC

Kendati demikian, dr Joni mengaku kesulitan mendapatkan HFNC. Karena telah banyak diborong oleh beberapa rumah sakit di Jakarta. 

"Problemnya sekarang, kita itu kesulitan di dalam pengadaan HFNC. Ini memang agak sulit mencari barangnya saya dengar di Jakarta banyak diborong kawan-kawan rumah sakit di Jakarta. Mungkin kami bisa dibantu di Jatim ini untuk pengadaan HFNC," pintanya. 

HFNC ini bisa mencegah jatuhnya pasien-pasien ke dalam hipoksia lebih berat yang memerlukan ventilator di mana ternyata angka mortalitas ventilator besar. 

"Kemarin kami komunikasi dengan dr Fatimah kami akan dibantu tetapi berupa non invasiv ventilator. Kami sudah mengusulkan kalau kita bisa dibantu HFNC yang lebih murah dan ternyata di dalam riset di dalam ICU kami yang sudah 1400-an pasien ini, memiliki angka kesembuhan yang tinggi," tuntasnya.

Menanggapi permintaan dokter Joni Wahyuhadi itu, Plt Deputi 3 BNPB Dody Ruswandi berjanji segera melakukan komunikasi lenih lanjut kepada Kemenkes. (*)

Edisi-Kamis-23-juli-2020-dr-joni.jpg

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES