Tugu Kejaksaan Cirebon, Saksi Bisu Pembacaan Proklamasi Kemerdekaan

TIMESINDONESIA, CIREBON – Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun pada perjalanannya, pembacaan proklamasi sebelumnya pernah dibaca di Cirebon. Dua hari sebelum Soekarno membacakan Proklamasi pada 17 Agustus 1945, naskah proklamasi dibacakan pada 15 Agustus 1945 di kawasan Tugu Kejaksaan Cirebon.
Tugu berbentuk obelisk berwarna putih tersebut dibangun pada 17 Agustus 1946. Setahun setelah Indonesia merdeka, untuk mengenang peristiwa bersejarah.
Advertisement
Sejarawan Cirebon, Mustaqim Asteja mengungkapkan, pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Cirebon berawal saat berita kekalahan Jepang kepada sekutu pada 14 Agustus 1945.
Kekalahan Jepang akibat dijatuhi dua bom atom di Kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945.
"Di Indonesia, berita kekalahan Jepang masih ditutup-tutupi oleh tentara Jepang sendiri. Mereka memblokir semua radio yang menyiarkan berita kekalahan tersebut. Tapi informasi kekalahan tersebut tercium oleh beberapa tokoh pergerakan nasional, seperti Sutan Sjahrir," kata Mustaqim belum lama ini.
Sutan Sjahrir, sebut dia, merupakan seorang tokoh pejuang bawah tanah. Sutan Sjahrir selalu memantau pergerakan situasi peperangan tentara Jepang melalui siaran radio.
Ketika Sjahrir mendengar berita siaran radio bahwa Jepang hampir kalah, dia ingin kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan.
Setelah mengetahui berita kekalahan Jepang, Sutan Sjahrir segera menemui Soekarno meminta untuk segera memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia saat itu juga. Namun, permintaan tersebut ditolak oleh Soekarno.
Penolakan tersebut membuat Sutan Sjahrir kecewa. Selanjutnya pada 15 Agustus 1945 setelah jam 5 sore, Sutan Sjahrir segera memerintahkan kepada para pemuda agar mempercepat persiapan demonstrasi.
Mahasiswa dan pemuda yang bekerja di kantor berita Domei (kantor berita Jepang) secepatnya melaksanakan instruksi tersebut. Namun, Sutan Sjahrir memahami gelagat Soekarno yang tidak sepenuh hati menyiapkan Proklamasi.
PPKI sebagai badan bentukan Jepang yang bertugas menyiapkan kemerdekaan, tidak menunjukkan aktifitasnya akan berhenti bekerja. Sikap tim Soekarno dan Mohammad Hatta tersebut mengecewakan para pemuda yang sepakat dengan gagasan Bung Syahrir.
Sebab, sikap itu beresiko kemerdekaan RI merupakan produk buatan Jepang. Sutan Sjahrir akhirnya meminta Dr. Soedarsono yang kala itu menjabat sebagai Kepala Rumah Sakit Kesambi atau yang sekarang menjadi RSUD Gunung Jati Cirebon untuk memproklamasikan Kemerdekaan di Alun-Alun Kejaksan Kota Cirebon.
Kemudian, para pemuda di Cirebon hari itu tanggal 15 Agustus 1945, di bawah pimpinan Dr. Soedarsono, mengumumkan proklamasi versi mereka sendiri.
"Di alun-alun sudah berkumpul massa yang menunggu kejelasan tentang Proklamasi Kemerdekaan. Sehingga, tidak mungkin membubarkannya jika tanpa kejelasan," tuturnya.
Proklamasi Kemerdekaan pun akhirnya dibacakan oleh Dr. Soedarsono. Namun, tentang bagaimana isi teks proklamasi Alun-Alun Kedjaksan sampai saat ini belum diketemukan dokumennya. Peristiwa tersebut diketahui dari beberapa sumber catatan sejarah setempat dan sumber lisan dari tokoh Cirebon, pada 15 Agustus 1945.
"Dokter Sudarsono seorang anggota gerakan di bawah tanah pimpinan Sutan Sjahrir dengan disaksikan sekitar 50 orang, bertempat di Alun-Alun Kedjaksan Cirebon mencetuskan Proklamasi Kemerdekaan," jelasnya.
Mustaqim mengakui, jika sumber tentang tugu kejaksaan Cirebon itu benar berarti wilayah Cirebon merdeka terlebih dahulu dari daerah lain. Namun demikian, disepakati secara resmi jiwa dan semangat revolusi berkobar dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang dibacakan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, di Pegangsaan Timur 56 Jakarta. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |