Haul Ke-11 Gus Dur, Yenny Wahid: Kisah Hidup Gus Dur Penuh Perjuangan

TIMESINDONESIA, JEMBER – Anggota Konsorsium Gus Dur menggelar Haul ke-11 Gus Dur di Masjid Yayasan Raudlah Darus Salam, Sukorejo, Bangsalsari Jember, Senin (4/1/2021) malam kemarin. Kegiatan yang berlangsung secara offline maupun online melalui Zoom tersebut mendapat apresiasi dari putri KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Ny Hj Yenny Wahid.
"Saya sangat mengapresiasi acara Haul Gus Dur dan sekaligus menjadi Haul KHR As'ad Syamsul Arifin beserta para kiai yang kita cintai. Karena dari merekalah kita bisa belajar tentang kehidupan," kata Yenny yang hadiri acara tersebut secara virtual.
Advertisement
Dalam kesempatan tersebut, perempuan yang bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh tersebut menceritakan tentang sosok Gus Dur di matanya.
Dia menyebut bahwa Gus Dur tidak hanya dianggap sebagai ayah biologis, namun juga sebagai pemimpin intelektual baginya.
"Gus Dur bukan hanya ayah biologis saya, tapi pemimpin intelektual saya, pemimpin spritual saya, pemimpim politik saya, dan pemimpin lini kehidupan saya," tutur Yenny.
Yenny juga menceritakan, semasa hidup Gus Dur menempuh pendidikan dalam kondisi yatim. Saat ayahnya, KH. Wahid Hasyim wafat, sang ibu, Siti Sholehah sempat diminta pulang ke Jombang oleh KH Bisri Syansuri yang merupakan kakek Gus Dur.
"Namun ibu Gus Dur tetap minta ridanya (bapaknya, Red) untuk tetap di Jakarta membesarkan putra-putri beliau dalam kondisi sambil berjualan," ujarnya.
Selain itu, Yenny menceritakan bahwa Gus Dur menjalani kehidupan yang berliku, di antaranya saat menempuh pendidikan di luar negeri yakni di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir dan Universitas Baghdad, Irak.
"Untuk menopang hidupnya Gus Dur juga pernah berdagang dan bekerja mengangkut batu di jalan. Gus Dur menjalani perjuangan hidup hingga menjadi Presiden melalui lika-liku kehidupan yang tidak langsung enak," kenang perempuan kelahiran Jombang, 29 Oktober 1974 tersebut.
Kisah hidup Gus Dur, lanjutnya, penuh dengan perjuangan. Khususnya perjuangannya dalam membela hak-hak minoritas di Indonesia.
Menurutnya, perjalanan hidup Gus Dur dapat menjadi kisah untuk membangkitkan semangat masyarakat yang saat ini didera berbagai persoalan pandemi Covid-19.
"Dalam kondisi pandemi Covid-19 ini tentu banyak masyarakat yang mengalami sakit, usaha ekonomi menurun, dan berbagai macam cobaan lainnya. Kondisi seperti ini kita perlu mengenang kisah kehidupan Gus Dur yang penuh dengan kisah perjuangan hidup hingga beliau jadi Presiden," ujar Yenny.
Sementara itu, KH Misbahus Salam yang menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan itu menilai penting untuk mengenang kisah kehidupan dan perjuangan Gus Dur dan ulama lainnya seperti KHR As'ad Syamsul Arifin dan KH Ahmad Shiddiq.
Terutama perjuangan para ulama tersebut dalam Muktamar ke-27 Nahdlatul Ulama (NU) di Situbondo, Jawa Timur pada 1984.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Jember itu mengatakan, dalam Muktamar NU yang dikenal menjadi muktamar paling fenomenal tersebut, puluhan ulama memperjuangkan untuk mengembalikan NU pada Khittah NU 1926 dan penerimaan Asas tunggal Pancasila sebagai ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Sebab dari keputusan itu yang terus diperjuangkan oleh Gus Dur dan ulama lainnya, Indonesia menjadi negara yang aman dan selamat dari perpecahan," ujar pria yang akrab disapa Gus Misbah tersebut.
Gus Misbah juga menerangkan bahwa Gus Dur juga membawa Indonesia menjadi negara yang lebih menghargai dan menghormati manusia walapun berbeda beda agama, suku, budaya, ras, dan lainnya.
"Nilai-nilai kemanusiaan terus diperjuangkan oleh Gus Dur untuk hidup rukun, damai, dan aman. Sehingga ketika wafat Gus Dur berwasiat agar di batu nisannya ditulis 'The Humanist Dies Right Here'. Di sini berbaring seorang pejuang kemanusiaan," imbuhnya.
Pernyataan Gus Misbah juga diperkuat oleh Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil yang juga didapuk sebagai pembicara dalam Haul ke-11 Gus Dur.
Prof Haris, sapaan akrab Harisudin, menyampaikan bahwa Gus Dur merupakan tokoh yang perlu dijadikan teladan.
"Gus Dur merupakan alim allamah, menguasai berbagai ilmu dan bahasa bukan karena titel yang disandang. Dengan ilmu, Gus Dur berjuang untuk Islam, Nahdlatul Ulama, bangsa, dan negara Indonesia bahkan perdamaian dunia," terang Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember itu.
"Peringatan Haul Gus Dur dan masyayikh (ulama) ini perlu dilaksanakan agar kita dalam hidup ini senantiasa mencintai para ulama. Karena kelak kita akan dikumpulkan dengan orang-orang yang kita cintai," sambungnya dalam acara Haul ke-11 Gus Dur yang dihadiri Ny Hj Yenny Wahid. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dody Bayu Prasetyo |
Publisher | : Rizal Dani |