Peristiwa Nasional

Tahun 2025 Garis Pantai di Banyuwangi Diprediksi Berubah Akibat Perubahan Iklim

Rabu, 04 Agustus 2021 - 20:37 | 192.53k
Perubahan garis pantai di Banyuwangi antara tahun 2011 dan 2021 (FOTO: Dokumentasi TIMES Indonesia)
Perubahan garis pantai di Banyuwangi antara tahun 2011 dan 2021 (FOTO: Dokumentasi TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Warga Banyuwangi perlu bersiap siap sebab tahun 2025 mendatang garis pantai Banyuwangi diprediksi berubah. Hal itu sesuai dengan kajian dan penelitian yang dilakukan antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) dan akademisi dari Politeknik Negeri Banyuwangi.

Penelitian yang dipimpin oleh Zulis Erwanto, S.T., M.T, yang merupakan Dosen studi Teknik Sipil itu memodelkan prediksi perubahan garis pantai dengan bantuan aplikasi Grass QGIS. Dari penelitian tersebut dapat dilihat garis pantai berubah akibat adanya perubahan iklim.

Advertisement

Bersama dengan Abdul Holik, S.TP., M.Sc. dari Studi Agribisnis yang bertugas dalam Teknik Pengembangan Konservasi Sumberdaya Lahan dan Air serta Aditya Wiralatief Sanjaya, S.ST., M.ST dari Studi Manajemen Bisnis Pariwisata yang bertugas dalam pengelolaan Agrowisata dan Ekowisata, Zulis dan tim memetakan kawasan pesisir.

Bahkan pihaknya juga turut mengikutsertakan seorang mahasiswa dari Teknik Sipil, Habib Marjun Syafa'at dalam membantu kajian dan penelitian tentang perubahan garis pantai itu.

Perubahan-garis-pantai-di-Banyuwangi-2.jpg

 

Menurut Zulis, garis pantai di Banyuwangi sepanjang 175,8 kilometer yang membentang dari Taman Nasional Meru Betiri hingga Taman Nasional Baluran, akan berubah jika tidak segera ada penanganan serius dari berbagai pihak.

"Perubahan itu akibat berbagai macam aktivitas yang terjadi pada daerah sekitar garis pantai yang memberikan dampak cukup siginifikan pada sektor Pariwisata Banyuwangi," ungkap Zulis kepada TIMESIndonesia, Rabu (4/8/2021).

Kata Zulis, perubahan iklim global menjadikan naiknya permukaan air laut yang berpotensi akan menenggelamkan dan mempersempit kawasan daratan.

"Setidaknya ada dua macam perubahan garis pantai. Yang pertama garis pantai mengalami kemunduran yang biasa disebut abrasi. Dan yang kedua garis pantai semakin menjorok kelautan yang disebut dengan sedimentasi atau akresi," ucap Zulis.

Berdasarkan hasil prediksi resiko perubahan garis pantai Kabupaten Banyuwangi tahun 2025, daerah yang memiliki resiko sangat tinggi hampir merata mulai Kecamatan Pesanggaran, Purwoharjo, Tegaldlimo, Muncar, hingga kawasan pesisir Banyuwangi kota.

"Seperti pantai Pulau Merah, Grajagan, Teluk Pang Pang, Pantai Cemara, Pantai Boom hingga Pantai Cacalan," tegasnya.

Zulis mengungkapkan, perubahan garis pantai daerah pesisir selatan ini lebih disebabkan oleh arus ombak yang besar karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.

"Kalau pantai Grajagan sebenarnya adalah teluk, arus ombak yang besar berpusar menuju segara anakan kemudian mengikis panggiran pantai di sekitar pelawangan (tempat keluar masuknya perahu nelayan)," terangnya.

Sedangkan pesisir Teluk Pang Pang, kata Zulis, didominasi oleh tutupan lahan berupa budidaya perairan (tambak), pemukiman, mangrove, sebagian besar ladang, dan hutan heterogen. Perubahan garis pantai di daerah ini disebabkan oleh dua kemungkinan.

"Pertama adalah akibat dari adanya muatan sedimen akibat adanya erosi pada daerah hulu sehingga membentuk daratan atau delta. Dan yang kedua adalah kegiatan pembangunan tambak untuk kegiatan budidaya ikan dan udang," ujarnya.

Dampak perubahan iklim selanjutnya adalah kawasan wisata Pantai Rejo atau yang terkenal dengan sebutan Pantai Cemara, yang berada di Kelurahan Pakis, Banyuwangi. Kondisinya saat ini sangat memprihatinkan.

Perubahan-garis-pantai-di-Banyuwangi-3.jpg

Penelitian yang dilakukan, luasan pantai semakin menyempit akibat tergerus air laut. Ribuan pohon cemara yang hijau dan tinggi menjulang pun raib terbawa gelombang. Begitu dengan ribuan telur penyu yang sempat ditangkarkan turut hilang. Bangunan tempat penangkaran hancur. Kini hanya menyisakan satu petak ukuran 2×4 meter saja.

"Bahkan sejak Mei 2020, gelombang pantai menghantam pantai ini dan ada lebih 2000 pohon cemara hilang. Menurut Pengurus Pokdarwis Pantai Cemara, lebar pantai terkena abrasi 70 meter dan panjang 1000 km," terangnya.

Sejumlah upaya mulai dilakukan, seperti penanam kembali pohon cemara maupun pemasangan beronjong atau tanggul penghalau ombak. Tapi hasilnya belum maksimal. Abrasi ini disebabkan dari muara di selatan berbelok ke utara, dan karena terhalang tumpukan pasir laut sehingga arusnya mengarah ke pantai cemara.

"Kemudian, Pantai Marina Boom. Dulunya dikenal dengan nama THR atau Taman Hiburan Rakyat. Saat ini merupakan destinasi wisata dengan perubahan yang cukup signifikan dalam hal pengembangannya. Pembangunan dermaga dilakukan oleh PT Pelindo Property Indonesia, anak usaha PT Pelindo III," ungkap Zulis.

Jika ditinjau dari citra satelit, lanjutnya, terlihat perubahan garis pantai akibat dari kegiatan pembangunan tersebut. Perubahan arus yang besar di Selat Bali baik yang mengarah dari utara ke selatan atau sebaliknya mengakibatkan pusaran disekitar wilayah pantai Marina Boom. Hal ini berakibat pada pengikisan daerah pesisir pantai.

Selain itu, masih minimnya tutupan vegetasi akibat dari pembangunan kawasan yang relatif masih baru di sekitar pesisir dapat menjadikan pantai Marina Boom memiliki tingkat resiko sangat tinggi.

Sementara itu kajian dan analisis perubahan garis pantai oleh Saikhun (2019), Pantai Cacalan telah terjadi abrasi sejak tahun 2010. Hasil kajiannya menjelaskan bahwa Pada 2011 sampai 2014 Pantai Cacalan mengalamai abrasi dengan nilai perubahan sebesar -5,58 meter atau -1,86 meter pertahun.

Sedangkan pada tahun 2014 sampai 2018 Pantai Cacalan mengalami abrasi dengan nilai perubahan sebesar -12,22 meter atau -3,05 meter per tahun.

Beberapa rekomendasi dan upaya konservasi untuk mencegah dan meminimalisir perubahan garis pantai di wilayah Kabupaten Banyuwangi yaitu berupa wind barrier berupa tanaman pematah angin seperti cemara udang dan cemara laut.

Pembuatan TetraPOT merupakan kombinasi antara pertahanan laut buatan dan pertahanan laut alami sebagai pemecah gelombang (breakwater). TetraPOT juga bisa didesain sebagai POT dengan memasukkan benih tanaman dalam pot yang dapat diurai, kemudian didistribusikan secara acak di sepanjang garis pantai.

TetraPOT yang sudah diaplikasikan akhirnya akan saling mengunci untuk menciptakan pertahanan laut yang tahan lama dari pohon dan akar yang tumbuh yang membantu menjaga blok tetap ditempatnya. Saat tanaman tumbuh luar dalam dari TetraPOT, akarnya akan terjalin dan secara bertahap menjadi pertahanan laut alami.

"Desainnya tidak hanya mencegah erosi tanah, tetapi juga membantu melindungi dan menciptakan habitat alami. Ini bukan hanya pertahanan, tetapi juga ekosistem. Selain itu, yang paling umum untuk perlindungan pantai adalah dengan cara rehabilitasi mangrove sebagai upaya memperbaiki ekosistem mangrove akibat dari aktivitas manusia," ujar Zulis.

Kajian dan penelitian yang dilakukan oleh para akademisi tersebut dilakukan dengan cara mengidentifikasi garis pantai antara tahun 2010 hingga 2021 untuk kemudian dibuat acuan prediksi tahun 2025.

"Kami berharap penelitian ini dapat mendeteksi perubahan garis pantai Banyuwangi dan memberikan rekomendasi dalam upaya konservasi garis pantai, sehingga kegiatan pariwisata dan mitigasi bencana akan tetap berkelanjutan,” tandas Zulis. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES