Disesalkan, Tindakan Arteria Dahlan Bela Pelaku Pengeroyokan Nakes di Bandar Lampung

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Prof Asep Warlan Yusuf berpandangan aksi politisi PDI Perjuangan Arteria Dahlan yang diduga bertingkah layaknya seorang lawyer pada kasus pengeroyokan tenaga kesehatan (Nakes) di Bandar Lampung patut ditelusuri.
Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP) dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI sepatutnya turun tangan dan menelusuri apakah tindakan Arteria Dahlan tersebut masuk dalam kategori pelanggaran kode etik atau tidak.
Advertisement
"Apa yang menjadi dugaan pelanggaran etik oleh Arteria Dahlan seyogyanya harus segera ditindaklanjuti oleh MKD dan PDI Perjuangan. Walau secara pribadi saya merasa pesimis akan ada tindaklanjutnya," kata Prof Asep dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat 13 Agustus 2021.
Menurutnya, tindakan Arteria yang membela pelaku pengeroyokan Nakes di Bandar Lampung dengan pernyataan yang terkesan mengintervensi pokok perkara lebih tepat disebut sebagai tindakan kuasa hukum tidak mencerminkan tindakan dari seorang wakil rakyat.
"Apa yang Arteria Dahlan katakan, terkait pasal dan ancamannya yang ingin menuntut melaporkan balik terhadap pihak-pihak yang terkait dengan dugaan keterangan palsu sudah mencerminkan tindakan seorang pengacara, bukan lagi seorang Anggota DPR," tegas dia.
Asep Warlan juga menyebut keputusan Arteria Dahlan yang membela pelaku pengeroyokan sebagai sikap seorang Anggota DPR atau petugas partai yang tidak memiliki empati kepada korban pengeroyokan. Karena itu PDIP dan MKD harus mengambil peran.
"Dugaan pelanggaran etik oleh Arteria Dahlan ini harus ditindaklanjuti, dimana hati seorang wakil rakyat ketika memilih membela pelaku pengeroyokan ketimbang korban. Apakah begitu karakter pejabat dari PDI Perjuangan? dimana empatinya?," kata dia.
Asep Warlan mengungkapkan, saat ini partai politik di Indonesia dianggap sudah tidak memiliki fungsi pengawasan di tingkat internal. Begitu halnya MKD DPR yang sering kali menjadikan tata acara menunggu pengaduan atau sebagai alasan untuk menindaklanjuti sebuah pelanggaran.
Sementara pelanggaran yang diperbuat oleh seorang petugas partai dan wakil rakyat, lanjutnya, sudah jelas merupakan yang menciderai nama dari kedua lembaga tersebut. Seperti halnya DPR, tindakan pengawasan yang lemah dari MKD diyakini menjadi penyebab hilangnya kepercayaan rakyat terhadap DPR.
"Katakanlah peneguran dari partai terhadap Arteria, seyogyanya itu harus. Selanjutnya MKD bagaimana? harus menunggu ada yang melaporkan? Inilah salah satu penyebab hilangnya kepercayaan rakyat terhadap DPR. Karena kesannya di mata rakyat partai politik dan MKD DPR saat ini sudah disorientasi," urainya.
Kronologi kasus
Seperti diberitakan sebelumnya, peristiwa dugaan dugaan penganiayaan dan pemukulan itu terjadi di Puskesmas Kedaton, Bandar Lampung, pada Minggu, 4 Juli 2021 lalu. Dua bersaudara yang lagi panik karena ayahnya tengah kesulitan nafas akibat Covid-19 berupaya mencari oksigen.
Kedua bersaudara ini keliling Kota Lampung mencari oksigen. Namun semuanya kosong. Sebagaimana kota lain, di Lampung memang lagi kosong oksigen. Lalu mereka datang ke Puskesmas Kedaton untuk meminjam tabung puskesmas. Mereka ditemui salah satu petugas jaga di puskesmas itu. Perawat jaga tersebut lalu menanyakan keberadaan pasien yang dibawa kedua orang tersebut.
Dua bersaudara yang berusaha mencari oksigen ini mengaku tidak membawa pasien ke puskesmas karena sedang kesulitan nafas akibat Covid di rumah. Itu karena rumah sakit penuh semua sehingga isolasi mandiri di rumah.
Namun, perawat menyatakan menolak permintaan kedua bersaudara ini lantaran harus ada pasien yang dibawa sesuai prosedur puskesmas. Cekcok pun terjadi hingga muncul dugaan penganiayaan dan pemukulan.
Kasus tersebut dilaporkan ke Polsek Kedaton. Dan kini kedua bersaudara itu menjadi tersangka dan ditahan.
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan yang dikenal vokal untuk pembelaan hukum pun turun tangan. "Saya hadir atas permintaan seorang ibu yang sedang menderita setelah ditinggal suaminya akibat Covid, lalu kini kedua anaknya jadi tersangka dan ditahan karena berusaha menolong bapaknya," ucap Arteria Dahlan sebagaimana keterangannya yang didapat TIMES Indonesia, Kamis (12/8/2021).
Arteria mengaku awalnya tidak ingin terlibat. Ia pun menyarankan agar semuanya diselesaikan dengan cara kekeluargaan secara damai. Karena lampung memiliki kearifan lokal dalam menyelesaikan konflik sosial. Ada rembug pekon atau penyelesaian secara musyawarah dan kekeluargaan.
Namun Arteria terkejut mana kala mendapat laporan bahwa dua anak si ibu yang ditugaskan olehnya untuk mencari oksigen untuk sang suami demi kelangsungan hidup ayahnya ditahan. Bahkan keduanya disangkakan dengan pasal 170 KUHP.
"Bayangkan bagaimana bakti kedua anak ini pada orang tuanya. Namun dalam kasus ini mereka sulit sekali mencari pintu maaf. Bahkan melalui pucuk pimpinan pemerintahan kota sekalipun," ucap Arteria Dahlan.
"Tidak ada lagi rembug pekon. Semuanya sudah seperti mesin. Begitu kaku dan seolah-olah fokus untuk untuk menghukum pelaku, tanpa mencari asal muasal penyebabnya yaitu kelangkaan oksigen dan bakti anak pada ayah, serta unsur kemanusiaan. Ini tentu sangat melukai rasa kemanusiaan," paparnya.
Arteria juga mengaku merasa terkejut karena dua anak si ibu ini ditahan. "Seolah-olah tidak ada sedikitpun rasa empati, bagaimana si ibu harus menjalani hari-harinya tanpa ditemani oleh seorang suaminya yang selama ini menemaninya selama 47 tahun. Sekarang dipaksa menerima nasib bahwa anaknya harus mendekam dalam tahanan karena memenuhi permintaan beliau untuk mencari oksigen yang langka untuk kelangsungan hidup ayahnya," ucap Arteria dengan nada sedih.
Anggota Fraksi PDI Perjuangan yang dikenal vokal terkait kasus hukum ini juga mengungkapkan bahwa kejadian ini, sambung Teri, tidak akan terjadi kalau oksigen tidak langka di Bandar Lampung. Kejadian ini tidak akan terjadi kalau pemangku wilayah segera menyikapi dengan arif dan bijaksana.
"Karena semuanya, baik tenaga kesehatan maupun si pencari oksigen, almarhum suami si ibu, si ibu ini sendiri adalah warga Kota Bandar Lampung yang harus dilindungi. Mereka sama hebatnya, sama hormatnya," terang Arteria.
Atas dasar itulah Arteria menegaskan akan mewakafkan dirinya untuk memberitakan kebenaran walau tidak populer sekalipun. "Jangan sampai ditafsirkan saya menghalalkan kejadian di Puskesmas Kedaton. Akan tetapi saya harus katakan ada yang salah dalam penanganan penyelesaian konfliknya," imbuhnya.
Menurut Arteria, publik seolah-olah terhipnotis dengan menelan mentah-mentah bahwa pasal 170 KUHP halal diterapkan dalam kasus ini. Padahal penerapan pasal tersebut keliru total. Apalagi dengan mencantumkan dakwaan tunggal.
Yang lebih ironis, kata Arteria, saat ini kasus tersebut dihadirkan lagi dengan parodi penahanan dengan alasan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih. Tanpa melihat terpenuhinya ketentuan Pasal 21 KUHP.
"Apa iya anak yang sedang diminta ibunya mencari oksigen untuk kelangsungan hidup ayahnya, lalu setelah ayahnya tidak terselamatkan, harus dimintakan pertanggungjawaban pidana dengan sangkaan pasal 170 KUHP? Pasal yang dipakai pelempar bom molotov atau pelaku pengrusakan bangunan atau intalasi publik? Saya pikir ini bangunan dan proses penegakan hukum yang keliru dan harus dikoreksi," papar Arteria.
Saat ini, keluarga tiga tersangka pelaku pengeroyokan tenaga kesehatan (nakes) di Puskesmas Kedaton, Bandarlampung, telah mengajukan penangguhan penahanan melalui Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan kepada penyidik Polresta Bandarlampung.
Arteria menjamin ketiga tersangka dalam penangguhan penahanan dan menjamin ketiga tersangka tidak akan melakukan perbuatan melawan hukum, seperti melarikan diri, menghilangkan barang bukti, hingga melakukan perbuatan yang sama.
"Sejujurnya kami keberatan dengan pasal yang ditetapkan penyidik. Tapi kami hargai itu, dan kami akan menguji apakah pasal ini tepat dihadapkan kepada ketiga pelaku atau ada pasal yang lain," kata Arteria Dahlan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Faizal R Arief |
Publisher | : Rizal Dani |