Peristiwa Nasional

Dekan FH Unej: Pembentukan Tim Investigasi Independen Soal Ijazah Jaksa Agung Burhanuddin Berlebihan

Jumat, 24 September 2021 - 19:43 | 59.94k
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (UNEJ) Bayu Dwi Anggono. (FOTO: IST).
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (UNEJ) Bayu Dwi Anggono. (FOTO: IST).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember (UNEJ) Bayu Dwi Anggono menilai, wacana pembetukan tim investigasi independen terkait riwayat pendidikan tinggi Jaksa Agung ST Burhanuddin terlalu berlebihan.

"Hal ini justru lebih condong menimbulkan kegaduhan baru dan dampaknya membuat pimpinan kejaksaan menjadi tidak fokus untuk melaksanakan tugasnya, utamanya penanganan berbagai kasus korupsi yang tengah ditangani," Bayu Dwi Anggono kepada TIMES Indonesia, Jumat (24/9/2021).

Advertisement

Polemik riwayat pendidikan Burhanuddin bermula menyusul beredarnya perbedaan informasi profil pendidikan Burhanuddin dalam buku pidato pengukuhan profesornya yang dipublikasikan situs resmi Kejaksaan Agung. 

Mengutip buku pengukuhannya sebagai profesor di Universitas Jenderal Soedirman, disebutkan bahwa Burhanuddin merupakan lulusan sarjana hukum dari Universitas 17 Agustus 1945, Semarang, Jawa Tengah tahun 1983.

Namun, dalam situs resmi Kejaksaan Agung, Burhanuddin disebut lulusan sarjana hukum Universitas Diponegoro tahun 1980. 

Sementara untuk pendidikan pascasarjananya, dalam situs resmi Kejaksaan Agung menyebut bahwa pucuk pimpinan Korps Adhyaksa itu merupakan lulusan magister manajemen dari Universitas Indonesia (UI) tahun 2001.

Sedangkan di buku pengukuhan profesornya, Burhanuddin disebut lulus dari Sekolah Tinggi Manajemen Labora di DKI Jakarta tahun 2001.

Kemudian untuk pendidikan doktornya, dalam situs resmi Kejaksaan Agung, Burhanuddin mendapatkan gelar doktor di UI tahun 2006.

Namun, dalam buku pengukuhan, ia merupakan lulusan Universitas Satyagama Jakarta tahun 2006.

Kembali ke Bayu Dwi Anggono. Ia menyebut perbedaan informasi terkait riwayat pendidikan tinggi Jaksa Agung cukup diselesaikan melalui cara sederhana yang telah ditentukan dalam UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. 

"Dimana melalui 2 UU tersebut penyelesaian dualisme informasi ini cukup dilaksanakan melalui klarifikasi dari unit kerja terkait di kejaksaan yang mengelola aspek kepegawaian dan penjelasan dari kementerian yang menangani urusan pendidikan tinggi," kata Bayu Dwi Anggono menyarankan.

Dirinya khawatir, pembentukan tim investigasi independen justru menimbulkan permasalahan hukum, terutama soal dasar kewenangan pembentukan tim tersebut, kemudian dasar kewenangan tugas tim investigasi independen serta kekuatan mengikat hasil kerja tim tersebut. 

"Terlalu berlebihan jika mendorong Presiden membentuk tim independen semacam ini padahal regulasi yang berlaku jelas sudah menyebutkan siapa yang bertugas mengelola aspek kepegawaian di setiap kementerian/lembaga dan siapa yang bertugas memastikan keabsahan suatu ijazah pendidikan tinggi," tegasnya.

Bayu Dwi Anggono, Dekan Fakultas Hukum UNEJ ini megatakan, jika unit kerja di Kejaksaan Agung yang menangani bidang kepegawaian sudah menyampaikan klarifikasi dan kemudian hal tersebut diamini oleh kementerian yang menangani urusan pendidikan tinggi, maka permasalahan perbedaan informasi riwayat pendidikan tinggi Jaksa Agung ST Burhanuddin sudah selesai. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Dody Bayu Prasetyo
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES