Kasus Penganiayaan Santri di Pondok Modern Gontor, Ini Sikap PP Muhammadiyah

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, meski ada kejadian tragis di Pondok Modern Gontor terkait meninggalnya salah seorang santri, seyogyanya semua pihak lebih proporsional dan tidak mengeneralisasi secara berlebihan.
"Gontor telah berjasa bagi negeri ini dan para lulusannya berkontribusi di banyak ranah kebangsaan dan global. Jangan sampai nila setitik rusak susu sebelanga,” katanya kepada TIMES Indonesia dalam keterangan tertulis Kamis (8/9/2022).
Advertisement
Karenanya, ia berharap publik agar lebih adil dan bijak dalam menghadapi kasus Gontor tersebut.
"Lebih baik serahkan kasusnya ke ranah hukum untuk diproses secara transparan dan objektif. Hukum adalah instrumen paling baik dan memilki tingkat kepastian yang dapat menjadi rujukan semua pihak menyelesaikan kasus seperti itu,” jelasnya.
Haedar juga percaya, pihak Gontor sendiri bersikap terbuka dalam menghadapi kasus yang telah menyita keprihatinan publik tersebut, dengan sepenuhnya menyerahkan perkara ke proses hukum.
"Sekaligus pihak Gontor berlapang hati bermuhasabah dan memberi jalan terbuka pada proses hukum, seraya konsolidasi agar hal tersebut tidak terulang kembali dalam bentuk apapun,” katanya.
Kata dia, PP Muhammadiyah menaruh simpati dan duka kepada keluarga korban, tentu keluarga sangat kehilangan salah satu santri Gontor tersebut. "Semoga diberi kekuatan dan kesabaran, serta dilimpahi rahmat oleh Allah,” ujarnya.
Sebelumnya, satu santri Gontor meninggal diduga dianiaya oleh sesama santri. Awal mula kasus meninggalnya santri di Pondok Pesantren Gontor berinisial AM ini baru terungkap saat orang tua korban mengadu ke Hotman Paris dan viral.
Soimah, ibu asal Palembang, Sumatera Selatan, mengadu kepada Hotman Paris karena anaknya yakni seorang santri Gontor meninggal dunia di Ponpes Gontor. Sang ibu menduga anaknya tewas akibat tindak kekerasan. Hotman pun meminta Kapolda Jawa Timur untuk turun tangan.
Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, pun buka suara soal meninggalnya santri berinisial AM asal Palembang, Sumatera Selatan. Pihak Ponpes Gontor mengakui ada dugaan penganiayaan.
"Berdasarkan temuan tim pengasuhan santri, kami memang menemukan adanya dugaan penganiayaan yang menyebabkan almarhum wafat. Menyikapi hal ini, kami langsung bertindak cepat dengan menindak/menghukum mereka yang terlibat dugaan penganiayaan tersebut," kata juru bicara Pondok Modern Darussalam Gontor, Noor Syahid.
Sementara itu, pihak kepolisian telah mendalami kasus meninggalnya santri Gontor yang diduga dianiaya oleh santri lainnya. Ada 2 orang saksi tambahan yang diperiksa polisi. Sebelumnya ada 7 orang kini menjadi 9 orang saksi.
"Saksi saat ini bertambah jadi 9 orang," kata Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono Wibowo kepada wartawan, kemarin.
Ia menyampaikan, 9 saksi yang diperiksa adalah 4 dokter, 2 santri, 2 ustaz dan 1 staf pengajar. Mereka saat ini sudah dan tengah dimintai keterangan di Polres Ponorogo.
"Tujuh saksi ada inisial RM (santri), N (santri), dokter 2, ustadz 2 dan 1 staff pengajar," kata Kapolres Ponorogo AKBP Catur Cahyono Wibowo, dalam keterangan sebelumnya.
Selain itu, polisi juga telah melakukan olah TKP di Ponpes Gontor. Polisi mengumpulkan seluruh barang bukti serta kronologi kejadian kasus meninggalnya santri Pondok Modern Gontor melalui oleh TKP itu. PP Muhammadiyah pun turut prihatin dengan kasus ini. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |