Peristiwa Nasional

Ketum PPP Berganti, Partai Koalisi Indonesia Bersatu Wajib Antisipasi

Senin, 12 September 2022 - 21:08 | 28.64k
Suharso Monoarfa menyatakan dirinya masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) - (FOTO: dok ANTARA)
Suharso Monoarfa menyatakan dirinya masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) - (FOTO: dok ANTARA)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Polemik di internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) bisa berdampak pada soliditas Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Karena itu, Partai Golkar diingatkan agar mewaspadai dampak dari pergantian pucuk pimpinan PPP dari Suharso Monoarfa ke Muhammad Mardiono. 

Apalagi, disinyalir indikasi adanya kontrol kekuasaan politik dalam pergantian pucuk pimpinan partai berlambang kabah tersebut. Hal itu dapat diduga ketika melihat kecepatan pengesahan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) RI yang hanya memakan waktu 5 hari melalui SK Nomor M.HH-26.AH.11.02 Tahun 2022.

Advertisement

"Polemik 'amplop Kiai' bukanlah trigger utama, melainkan hanya momentum percepatan yang tepat untuk mendepak Suharso dari posisi Ketum PPP," terang Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), A Khoirul Umam, kepada wartawan, Senin (12/9/2022).

Menurutnya, situasi di PPP menjadi peringatan serius bagi rapuhnya soliditas KIB. Prediksi jika KIB akan layu sebelum berkembang juga seolah terkonfirmasi. Bahkan, sejumlah informasi spekulatif mengabarkan bahwa operasi politik pendongkelan pimpinan partai KIB yang lain belakangan juga kian menyeruak. 

"Salah satu partai yang patut mengantisipasi ini adalah Golkar di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto," ucap Khoirul Umam.

Ia melandasi analisisnya dengan fakta bahwa mantan Ketum PPP Suharso Monoarfa dan Plt Ketum PPP Mardiono, sama-sama berada di dalam struktur pemerintahan. Suharso sebagai Menteri Bappenas dan Mardiono sebagai anggota Wantimpres. 

Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina Jakarta itu menengarai kemungkinan adanya kekuatan politik yang tampaknya terhalang oleh keputusan politik Suharso yang memilih bergabung dengan KIB.

"Besar kemungkinan hal ini terkait dengan keputusan PPP ikut membentuk sekoci politik bernama Koalisi Indonesia Bersatu yang dikabarkan dipersiapkan untuk nama tokoh potensial yang tidak direstui partai asalnya," jelasnya.

Menurutnya, meski Mardiono disebut sebagai juru runding utama PPP pada KIB, hal itu tidak menjamin sepenuhnya ketetapan pilihan politik PPP dalam KIB. Kepemimpinan baru PPP diprediksi akan menempuh jalan yang bisa jadi berbeda dengan saat ini.

"Karena itu, meski Plt Ketum PPP Mardiono merupakan juru runding terdepan PPP di KIB, namun mencermati dinamika politik pasca-pemberhentian Suharso ini, kemungkinan besar akan ada koreksi total terhadap pilihan koalisi PPP," tandasnya.

Umam menegaskan bagaimanapun pilihan PPP untuk mendukung calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilihan Presiden Tahun 2024 juga akan mempengaruhi eksistensi partai berlambang Ka'bah itu ke depan.

"Problemnya, jika pasangan capres-cawapres yang diusung nantinya ternyata tidak sesuai dengan nilai-nilai karakter politik Islam yang mengakar di basis pemilih loyal PPP dan jaringan pesantren tempatnya bernaung, maka hal itu bisa membahayakan keberlangsungan eksistensi PPP ke depan," bebernya. 

Atas dasar itu pula, dibutuhkan kerja keras karena jika PPP kehilangan satu atau dua saja kursi di DPR, maka Pemilu 2024 akan menjadi Pemilu perpisahan bagi PPP dari jajaran elit partai Senayan.

Di sisi lain, pengamat politik dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengatakan, akan sulit untuk menerka arah politik Plt Ketua Umum DPP PPP Mardiono dalam membangun koalisi. Pasalnya, sebagai ketua baru, pasti besar harapan kader PPP untuk didengar aspirasi mereka. 

"Belum tentu juga bahwa bergabungnya PPP ke KIB, punya  dukungan kuat kader di bawah. Jangan-jangan itu batu loncatan kenapa kemudian Suharso itu di-impech. Bisa jadi karena Suharso banyak mengambil keputusan personal, salah satunya tidak melibatkan kader," ungkap Dedi, Senin (12/9/2022)

Ia mengatakan, baik Suharso Monoarfa maupun Mardiono, sama-sama berada di lingkaran elit yang tidak dekat masa akar rumput. Namun sebagai Plt Ketum baru, pasti banyak harapan kader PPP untuk lebih didengar

"Kalau kemudian itu terjadi, maka Mardiono mau tidak mau harus ikut keinginan kader PPP, dan keinginan itu sudah pasti berlawanan dengan apa yang diinginkan Suharso," sebut Dedi. 

Sosok bekas Ketum PPP, Suharso Monoarfa sendiri dikenal dekat dengan petinggi parpol KIB lain seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto maupun Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan. 

"Tetapi kalau dilihat kapasitas Mardiono dan Suharso, artinya PAN dengan Golkar mungkin sudah lebih nyaman dengan Suharso dibanding dengan kepemimpinan yang baru ini," ungkap Dedi. 

Namun dalam kesempatan lain, Mardiono menyampaikan komitmennya untuk tetap berada di KIB. "Saya ada di situ, sudah tentu apa yang menjadi pergantian kepemimpinan di PPP ini tentu tidak akan mempengaruhi KIB itu," kata Dedi.

Adanya Plt Ketum yang baru, ditambah suara kader atau akar rumput, Dedi melihat ada kemungkinan PPP keluar dan mencari koalisi baru.  

"Mungkin PPP bisa saja akan keluar dari KIB dan menggalang koalisi yang baru, ditambah KIB  tidak memiliki tokoh berpengaruh dan menjadi simbol untuk merekatkan mereka bertiga," tegas Dedi terkait pergantian pucuk pimpinan PPP dari Suharso Monoarfa ke Muhammad Mardiono.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES