Peristiwa Nasional

Mahbub Djunaidi Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ini Tanggapan Sang Anak

Sabtu, 19 November 2022 - 09:06 | 93.42k
Almarhum Mahbub Djunaidi dan sang anak, Isfandiari Mahbub Djunaidi sewaktu. (FOTO: Koleksi Pribadi Isfandiari)
Almarhum Mahbub Djunaidi dan sang anak, Isfandiari Mahbub Djunaidi sewaktu. (FOTO: Koleksi Pribadi Isfandiari)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Wacana pengusulan Mahbub Djunaidi menjadi pahlawan nasional kembali didengungkan. Belakangan, muncul dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur. 

Merespons hal itu, anak dari Sang Pendekar Pena, Isfandiari Mahbub Djunaidi mengatakan, jika ayahnya tersebut memang merupakan sosok yang konsisten soal perjuangan, keberanian mengambil resiko untuk tidak ikut arus dan tetap berprinsip dalam menyebar pandangan di berbagai media massa, kala itu. 

"Ini di luar saya sebagai anak kandung Pak Mahbub," ujarnya kepada TIMES Indonesia lewat WhatsApp, Sabtu (19/11/2022). 

Almarhum-Mahbub-Djunaidi-bersama-putra-putranya.jpgAlmarhum Mahbub Djunaidi bersama putra-putranya. (FOTO: Koleksi Pribadi Isfandiari) 

Sosok yang disapa Si Bung, kata Isfan mengingat kiprah ayahnya, menyebut bahwa kisah perjalanan Si Bung tidaklah manis. Ini buah dari menanggung akibat atas pendiriannya sendiri. 

"Pak Mahbub itu orangnya jujur dan tidak dilandasi kepentingan pribadi, justru banyak menanggung beban berat," ungkapnya. 

Almarhum-Mahbub-Djunaidi.jpgAlmarhum Mahbub Djunaidi saat menulis dengan sebuah alat ketik jadul. (FOTO: Koleksi Pribadi Isfandiari) 

Isfan menilai, Mahbub Djunaidi memang layak dijadikan sebagai salah satu pahlawan nasional. Lantas kenapa tidak sedari dulu? Toh semua orang tahu, kolomnya tak pernah absen mengabadikan sejarah Indonesia dari masa ke masa. 

"Pemerintah mestinya memiliki kepekaan kepada anak bangsa yang memang secara nyata memberikan kontribusi, toh Pak Mahbub sudah teruji," tegasnya. 

Isfandiari Mahbub Djunaidi merupakan salah satu tokoh muda yang kini meneruskan jejak sang ayah, Mahbub Djunaidi, yakni mengabdi di Nahdlatul Ulama. 

Isfandiari Mahbub Djunaidi lahir di Jakarta, 10 Maret 1971, dari pasangan Almarhumah Hasni Asmawi, Kapau, Bukittinggi dan Almarhum Mahbub Djunaidi, Tanah Abang, Jakarta Pusat. 

Sejak kecil dia dibesarkan di Bandung, Jawa Barat bersama tiga kakak perempuannya, Fairuz, Mira, Tamara dan kakak serta adik lelakinya, Rizal, Yuri, Verdi Heikal. 

Tokoh muda yang rumahnya ada di Jalan KH Hasyim Ashari, Komplek Buana Gardenia Ok Gang 2 Nomor 22 Tangerang, Banten itu sangat aktif menghadiri berbagai pertemuan nasional maupun internasional. 

Bakat menulis ternyata juga mengalir dari Sang Pendekar Pena, sejak SMA ia memulai menulis majalah dinding. 

Selepas SMA, ia lanjut kuliah di Universitas Airlangga Jurusan Sosiologi. Tak lama di sana, ia pindah dan masuk Universitas Padjadjaran Jurusan Jurnalistik. Karena tuntutan mata kuliah, ia jadi sering menulis artikel lepas. Dosennya yang bernama Sahala menugaskannya menulis artikel untuk Suara Pembaruan. 

Pas dimuat dan dapat honor, Isfan menjadi ketagihan menulis. Terlebih saat magang di Pikiran Rakyat, hasrat menulisnya makin menggebu. Dia rajin mengisi rubrik Minggu dan dapat honor lumayan. Uangnya dikumpulkan untuk beli motor tua dan memodifikasinya.

Sekarang Isfan bekerja di Kelompok Kompas Gramedia, sebagai redaktur umum tabloid MotorPlus. Dia banyak menulis tentang kehidupan bikers, motor modifikasi, event-event besar penghobi motor modif, dan banyak lagi tema lainnya. Ia sempat melanglang buana ke Inggris, mewawancarai pesepakbola beken, David Beckham; mengunjungi pabrik motor di Cina; hadir di Tokyo Motor Show, Sirkuit Shanghai Cina, juga Sirkuit Sepang Malaysia. Kini ia sering menghadiri seminar-seminar kajian sastra dan budaya dan pernah mendapat penghargaan sebagai budayawan Betawi.

Isfandiari Mahbub Djunaidi juga memiliki karya, yakni sebuah buku yang berjudul Outsiders Kisah Para Penunggang Motor dan rilis pertama Januari 2015 silam. Uniknya, halaman depan buku ini dikomentari oleh budayawan, KH Mustofa Bisri, Rembang. 

Profil Mahbub Djunaidi

Mahbub Djunaidi merupakan ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang lahir di Jakarta pada 27 Juli 1933 silam.

Ia dikenal sebagai wartawan, sastrawan, agamawan, organisatoris, kolumnis dan politisi ulung. 

Di pundaknya disematkan predikat yang bukan main. Misalnya, melakukan kritik sosial lewat tulisan yang tajam namun tetap satire dan humoris. Lantaran talenta dan kepiawaiannya dalam menulis, hingga Bung Karno Sang Proklamator dikabarkan pernah kepincut dengannya. 

Bakat menulisnya ditempa sejak masih duduk di bangku SMP. Karya perdananya berjudul Tanah Mati publish di majalah Kisah. Yakni, sebuah majalah kumpulan cerita pendek bermutu disertai komentar dan penilaian pengelolanya, sang legendaris paus sastra Indonesia kala itu, HB Jassin. 

HB Jassin sangat kagum dengan tulisan Mahbub muda. Baginya, Mahbub mampu memandang persoalan dari sisi yang kocak. Elaborasi antara humor dan satire (cemooh kocak) disertai dengan unsur kritik. Gaya tulisannya ringan dan menyenangkan, seolah-olah main-main, tetapi persoalan serius yang diangkat. Tetap luwes. 

Pendiri Omah Aksoro yang bermarkas di Jakarta Pusat, Fariz Alniezar mengatakan, Mahbub Djunaidi dijuluki si Burung Parkit di Kandang Macan lantaran keberaniannya menyuarakan kebenaran dan membela wong cilik.

"Ini sudah tidak ada yang meragukan lagi, namun dengan gaya yang lunyu, sarkasz dan berbobot," terangnya saat memantik Haul Mahbub beberapa waktu lalu. 

Fariz melanjutkan, Mahbub banyak menulis dan memberi perhatian juga pembelaan kepada kaum miskin. Termasuk anak-anak pedagang asongan dan para pengemis cilik di persimpangan-persimpangan jalan. Ia dikenal sebagai pribadi yang ringan ceria, kocak berolok. 

"Baginya semua orang tak ada bedanya, tidak bermartabat lebih tinggi dan lebih rendah, hanya karena jabatan dan pekerjaannya. Lapisan pergaulannya sangat luas, dan semua disapa dengan 'Anda, Saudara dan Bung," paparnya. 

Salah satu tulisannya dimuat di harian Duta Masyarakat, Mahbub mengemukakan pendapat bahwa Pancasila mempunyai kedudukan lebih sublim dibanding Declaration of Independence susunan Thomas Jefferson yang menjadi pernyataan kemerdekaan Amerika Serikat tanggal 4 Juli 1776 maupun dengan Manifesto Komunis yang disusun oleh Karl Marx dan Friedrich Engels tahun 1847. Ternyata, tulisan tersebut dibaca oleh Bung Karno. 

Selain itu, di luar kegiatan tulis menulis, Mahbub pernah bergabung dengan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) selagi masih duduk di SMA. 

Pada tahun 1960, ia terpilih menjadi ketua umum PMII. Selama menjadi ketua umum PMII, Mahbub berusaha dengan sungguh-sungguh menjadikan PMII sebagai wadah pembentukan kader, sebagaimana diamanatkan kepadanya oleh Musyawarah NU seluruh Indonesia. 

Salah satu cara membentuk jiwa dan menempa semangat kader adalah melalui lagu-lagu, khususnya lagu mars organisasi. Dia sendiri menyusun lirik lagu mars PMII, lagu yang dinyanyikan pada setiap kesempatan dan pada saat akan memulai acara penting PMII hingga sekarang. 

Setelah aktif sebagai Ketua Umum PMII, Mahbub diminta membantu mengembangkan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor). Ia sempat duduk sebagai seorang ketua pucuk pimpinan organisasi kader NU untuk kalangan pemuda itu. Dan untuk organisasi ini pula Mahbub menulis lirik lagu marsnya yang tetap digunakan hingga saat ini. 

Di dalam organisasi NU sendiri, Mahbub pernah duduk sebagai salah seorang wakil ketua PBNU. Ia juga pernah mewakili NU menjadi anggota DPR-GR/MPRS.

Pemilu 1977, Mahbub aktif keluar masuk kampus memenuhi undangan mahasiswa untuk memberikan ceramah, diskusi, dan menyampaikan makalah. 

Akibat kegiatan itu, tanpa kejelasan, Mahbub ditahan pihak berwajib selama setahun. Tanpa jelas apa salahnya karena tidak pernah diproses melalui pengadilan. 

Sejak penahan itu, Mahbub tidak pernah sehat sepenuhnya lagi. Hari Raya Idul Fitri tahun itu, Mahbub masih berada di rumah sakit dalam status tahanan. Anak istrinya datang dan berlebaran bersama di kamar yang sempit itu. Mengenang manisnya berkumpul keluarga dan ingin memberi pegangan anak-istrinya, ia menulis surat: 

“Alangkah bahagianya papa berlebaran bersamamu semua, walaupun tidur berdesakan di lantai. Ketahuilah, kebahagiaan itu terletak di dalam hati, bukan pada benda-benda mewah, pada rumah mentereng dan gemerlapan. Benda sama sekali tak menjamin kebahagiaan hati. Cintaku kepadamu semuanya yang membikin hatiku bahagia. Hati tidak bisa digantikan oleh apapun. Hanya kejujuran, kepolosan, apa adanya yang bisa mengingat hatiku. Bukan hal-hal yang berlebihan," tulis Mahbub lewat sela jeruji. 

Mahbub Djunaidi meninggal dunia pada 1 Oktober 1995 silam. Indonesia layak bersyukur karena dalam sejarah republik ini, pernah hadir tokoh luar biasa dan multitalenta. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Bambang H Irwanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES