Peristiwa Nasional

DPR RI Sahkan Perjanjian Ekstradisi dengan Singapura, Ruang Sembunyi Pelaku Kejahatan Makin Kecil

Sabtu, 17 Desember 2022 - 15:38 | 76.31k
DPR RI menyerahkan naskah Undang-Undang kepada Menkumham. (FOTO: dok DPR RI) 
DPR RI menyerahkan naskah Undang-Undang kepada Menkumham. (FOTO: dok DPR RI) 
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTADPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) ekstradisi Indonesia dengan Singapura dalam rapat paripurna masa DPR RI ke-13 Masa Persidangan II tahun sidang 2022-2023 di Ruang Rapat Paripurna DPR RI, Komplek DPR MPR Senayan, Jakarta pada Kamis (15/12/2022).

Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin jalanya Rapat Paripurna RUU Perjanjian antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura tentang Ekstradisi Buronan menjadi Undang-Undang bersama pimpinan DPR lainnya serta Menteri Hukum dan Ham Yasonna Laoly.

Advertisement

Terbitnya perjanjian ekstradisi buronan yang disahkan oleh DPR tersebut tentunya disebabkan karena tingginya intensitas pergerakan masing-masing warga negara karena Indonesia dan Singapura berbatasan langsung serta kebijakan Indonesia yang memasukkan negara Singapura masuk dalam daftar negara bebas visa.

Karena hal tersebut perjanjian yang sudah diketok palu oleh DPR akan membuat banyak pelaku kejahatan yang pergi ke Singapura sebagai tujuannya untuk bersembunyi dari jeratan hukum Indonesia dapat di ekstradisi.

"Adanya kerja sama ekstradisi dengan Singapura akan memudahkan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara pidana yang pelakunya berada di Singapura,” ucap Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly dikutip dari keterangan persnya, Sabtu (17/12/2022).

Menkumham.jpgPenandatanganan Kerjasama ekstradisi Indonesia-Singapura. (FOTO: BPMI Setpres) 

Menurut Menkumh, perjanjian ekstradisi ini dapat terwujud karena hubungan bilateral dan geopolitik antara Indonesia dengan Singapura dengan tujuan untuk mencegah timbulnya potensi permasalahan penegakan hukum yang disebabkan adanya batas pada wilayah yurisdiksi tersebut.

"Pengesahan Undang-Undang Ekstradisi ini menjadi dasar hukum bagi Pemerintah Indonesia agar dapat memberikan kepastian hukum bagi kedua negara terkait perjanjian ekstradisi,” ujarnya.

Yasonna mengungkapkan, membangun kerja sama internasional dalam bentuk perjanjian ekstradisi adalah upaya Pemerintah RI dalam memberikan keadilan dan perlindungan bagi rakyat Indonesia. "Sekaligus perwujudan peran aktif negara Republik Indonesia dalam menjaga ketertiban dunia,” imbuhnya.

Dalam perjanjian ekstradisi tersebut, kata Menkumham telah mengatur kesepakatan-kesepakatan antara lain, kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diekstradisi, dasar ekstradisi, pengecualian wajib terhadap ekstradisi, pengecualian sukarela terhadap ekstradisi, permintaan dan dokumen pendukung, dan pengaturan penyerahan.

"Oleh karena itu, Pemerintah Republik Indonesia perlu menindaklanjuti penandatanganan perjanjian tersebut (Ekstradisi RI dan Singapura) dengan melakukan pengesahan Undang-Undang sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 tentang Perjanjian Internasional,” tandasnya.

Sebagai informasi, ekstradisi merupakan instrumen penegakan hukum dalam penyerahan setiap orang di wilayah hukum suatu negara kepada negara yang berwenang mengadili, untuk tujuan proses peradilan atau pengenaan maupun pelaksanaan hukuman atas suatu tindak pidana yang dapat diekstradisi.

Sebelumnya, Menkumham melakukan penandatanganan Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura yang dilakukan pada Selasa (25/01/2022), lalu di Bintan, Kepulauan Riau.

Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Menkumham RI Yasonna H. Laoly dan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum Singapura K. Shanmugam serta disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri (PM) Singapura Lee Hsien Loong.

Menurut Menkumham, dengan adanya perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura, akan mempersempit ruang gerak pelaku tindak pidana di Indonesia dalam melarikan diri.

Pasalnya, Indonesia juga telah memiliki perjanjian dengan negara mitra sekawasan di antaranya Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Australia, Republik Korea, Republik Rakyat Tiongkok, dan Hong Kong SAR.

Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkannya) selama 18 tahun ke belakang. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal daluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

Jenis-jenis tindak pidana yang pelakunya dapat dilakukan ekstradisi menurut Perjanjian Ekstradisi ini berjumlah 31 jenis di antaranya tindak pidana korupsi, pencucian uang, suap, perbankan, narkotika, terorisme, dan pendanaan kegiatan yang terkait dengan terorisme. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES