Peristiwa Nasional

Profil Buya Husein Muhammad, Kiai Gender Nan Kharismatik

Jumat, 13 Januari 2023 - 09:39 | 509.04k
Buya Husein Muhammad. (istimewa)
Buya Husein Muhammad. (istimewa)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Nama Buya Husein Muhammad tentu bukan ha lasing bagi kalangan ulama NU dan khususnya bagi pera aktifis, khsusunya diskursus tentang isu kesetaraan Gender. Kiai asal Cirebon ini memang dikenal memiliki riwayat khusus untuk mengkaji beberapa aspek penting dalam isu cukup diskriminatif, khususnya pada aspek perempuan

Dengan semua sumbangsih pemilkiran dan kegigihannya untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan khususnya di kalangan perempuan maka beliau mendapat pengakuan secara akademik. Hal ini lantas menjadi salah satu respon penting bagi semua pegiat literasi perempuan untuk lebih bisa mengungkapkan hal-hal yang sebelumnya dianggap tabu

Pengakuan secara akademik ini diberikan tahun 2019 kepada Buya Husein Muhammad dengan gelar Doktor Honoris Causa dari Fakultas Ushuluddin dan Humaniora Universitas Islam Negeri Wali Songo Semarang. Pemberian gelar ini tentu melibatkan beberapa profesor yakni Prof Dr KH Nazaruddin Umar, kemudian Prof Dr Hj Istibsyaroh, hinga Prof Dr Imam Taufiq.  

Gelar terhormat tersebut diberikan bukan tanpa alasan sebab kualitas pemikliran dalam hal feminism mampu menjadi acuan baru bagi semua akademi dan semua kalangan. Buya Husein juga mampu untuk mengulas tafsir secara paradigmatik terkait isu-isu keadilan sosial, terutama dalam bidang gender.
Untuk mengenal lebih jauh maka berikut ini adalah sedikit ulasan mengenai profil Buya Husein Muhammad.

Riwayat Keluarga Buya Husein Muhammad

Buya Husein Muhammad Lahir di Cirebon, tepatnya pada tanggal 9 Mei 1953. Beliau merupakan putra dari Muhammad Asyroffuddin dan dari ibu bernama Ummu Salamah. Ayah beliau merupakan kalangan masyarakat biasa, akan tetapi ibunya merupakan putri dari K.H Syatori dan beliau merupakan putra dari K.H. Sanawi bin Abdullah bin Muhammad Salabi.

K.H. Sanawi bin Abdullah bin Muhammad Salabi merupakan pendiri Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun, Cirebon. Pada tahun 1932 K.H. A. Syathori yang merupakan kakek dari kiai husein mendapat tanggung jawab untuk menjadi pengaruh pesantren dan kemudian mencapai puncak kemajuannya pada tahun 1953- 1970 bahkan hingga saat ini masih tetap eksis.

Buya Husein Muhammad menikah dengan Lilik Nihayah Fuad amin, dan dikaruniai lima orang buah hati. Yakni Hilya Auliya, Layali Hilwa, Muhammad Fayyaz Mumtaz, Najla Hammada, dan Fazla Muhammad. Selain dikaruniai 5 putra-putri, Husein Muhammad juga memiliki 3 orang cucu, 2 perempuan dan 1 laki-laki.

Saudara beliau semuanya berjumlah delapan orang, dan salah satunya menjadi salah satu istri pengasuh pondok pesantren besar di jawa timur Lirboyo, yakni nyai Azza Nur Laila.

Riwayat Pendidikan Buya Husein Muhammad

Buya Husein Muhammad memiliki riwayat pendidikan cukup lengkap, baik dari aspek keagamaan hingga ilmu umum, akan tetapi memang lebih cenderung untuk berkembang dalam dunia pendidikan agama. Hal ini juga yang membuat beliau mampu memiliki kualitas penguasaan agama cukup luas.

Pendidikan agama pertama beliau peroleh dari madrasah diniyah milik kakeknya sendiri. Bahkan selain mengenyam pendidikan awal di MI, beliau juga bersekolah di sekolah dasar, hingga selesai di tahun 1966. Selanjutnya menempuh pendidikan di sekolah menengah pertama Negri (SMP N) 1 Arjawinangun, dan selesai tahun 1969. 

Setelah lulus dari SMP, Buya Husein Muhammad kemudian melakukan pengembangan keilmuan agamanya ke Jawa Timur, dan memilih pesantren Lirboyo Kediri sebagai tujuan utama. Seperti yang telah diketahui bahwa Lirboyo kedia merupakan pesantren besar di Jawa Timur dengan basis Nahdlatul Ulama.

Setelah tamat dari lirboyo tahun 1973, buya kemudian melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi ilmu al-Qur’an (PTIQ) Jakarta. PTIQ sendiri merupakan perguruan tinggi yang mengkhususkan kajian kajian tentang al-Qur’an.

Perguruan tinggi ini juga memiliki aturan untuk mewajibkan semua mahasiswa agar menghafal al-Qur’an ketika belajar di PTIQ, momen ini juga yang membuat Buya Husein Muhammad kembali melanjutkan hafalannya higga selesai.

Buaya berhasil meraih sarjana di PTIQ ini pada tahun 1980 dan secara bersamaan beliau  juga memilih langsung berangkat ke Kairo, Mesir atas saran gurunya Prof. Ibrahim, Kiai Husein mempelajari ilmu tafsir al-Qur’an. 

Selama berproses dan berkembang secara maksimal di al azhar ini maka beliau memulai mengenal bacaan berkualitas dengan pengaruh pemikiran besar Qosim Amin, Ahmad Amin maupun filsafat dari barat yang yang ditulis dalam Bahasa arab seperti Nietzsche, Sartre, Albert Camus, dan sebagainya. 
Aspek bacaan tersebut juga yang membuat Buya Husein Muhammad memiliki kualitas keluasaan ilmu dan pandangan pada semua permasalahan yang seringkali terjadi saat ini.

Buya Husein Muhammad Dan Perjuangan Feminisme 

Berbicara mengenai perjuangan Buya Husein Muhammad khususnya dalam hal feminisme tentu telah terbentuk sejak lama. Pertama saat masih aktif sebagai mahasiswa di PTIQ, buya sudah aktif sebagai salah satu pelopor serta penggerak beberapa acara atau bahkan membuat arah gerakan baru.
Buya bahkan juga tercatat sebagai salah satu pendiri pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Kebayoran Lama di PTIQ. Bahkan pada tahun 1979 beliau menjadi ketua Dewan PTIQ, pencapaian tersebut tidak lepas dan semangat juang buya sebagai aktivis.

Bakat menulis Buya Husein Muhammad nyatanya tumbuh dan berkembang sejak kuliha, hal inilah yang membuat beliau aktif menulis dan mempelopori majalah dinding kampus. Dari jiwa penulis inilah maka beliau saat ini dikenal sebagai salah satu ulama yang cukup aktif dan produktif dalam menghasilkan karya.

Perjuangan terhadap feminism dari buya pertama kali digagas pada bulan November 2000, melalui ide untuk mendirikan Fahmina Institute. Kemudian di tahun yang sama, bersama Sinta Nuriyah A. Wahid, Mansour Fakih, dan Mohammad Sobari, beliau juga ikut aktif untuk merealisasikan berdirinya Pesantren Pemberdayaan Kaum Perempuan ‘Puan Amal Hayati.’ 

Tidak berhenti sampai disitu saja perjuangan Buya Husein Muhammad dalam hal melakukan perjuangan kepada perempuan diaplikasikan dengan berdirinya RAHIMA Institute serta Forum Lintas Iman. Hal ini merupaka wujud keseriusan beliau dalam memperjuangkan semua paradigma baru mengenai kemanusiaan, khususnya perempuan.

Beliau juga tercatat sebagai Tim Pakar Indonesia Forum Of Parliamentarians on population and Development. Dan pada 2005, beliau merupakan salah satu pengurus di organisasi The Wahid Institute Jakarta. 

Buya Husein Muhammad juga dikenal aktif dalam beberapa diskusi dan seminar keislaman. Khususnya yang memiliki keterkaitan terkait agama dan gender serta isu-isu perempuan lainnya. Apalagi dengan semua isu mengenai perempuan yang terus berkembang saat ini maka buya seringkali menjadi pembicara tunggal untuk ikut serta merespon dan memberikan solusi terkait permasalahan perempuan.
Aspek yang juag perlu diketahui adalah Buya Husein Muhammad juga termasuk dalam jajaran pengurus Nahdlatul Ulama, beliau merupakan mustasyar di PBNU. Posisi ini dianggap cocok bagi beliau karena kualitas pemikiran terkait modernitas keagamaan sangat berkualitas, dan hal ini tentu sangat cocok serta dibutuhkan oleh NU untuk mencapai misi peradaban.

Karya Buya Husein Muhammad

Kemampuan Buya Husein khususnya  pada aspek penguasaan bidang kepenulisan tidak perlu di ragukan lagi, beliau bahkan merupakan intelektual NU dengan produktifitas katya besar dan banyak dalam lingkup yang juga sangat luas.

Kurang lebih saat ini ada sekitar 27 karya yang berbasis buku dengan tema beragam. Salah satu yang mungkin dikenal dari semua karya Buya Husein Muhammad adalah buku dengan judul Fiqih Perempuan, buku yang terbit sejak tahun 2001 merupakan karya berkarakter dan banyak diulas.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Yatimul Ainun
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES