Indonesia Rawan Bencana, MUI Tekankan Pentingnya Mitigasi dan Kolaborasi

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Perubahan iklim menjadi masalah global yang semakin mendesak untuk diatasi. Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana Majelis Ulama Indonesia (LPB MUI) Pusat, Prof. Dr. Mohammad Jafar Hafsah mengatakan bahwa perubahan iklim menjadi masalah yang paling ditakuti di seluruh dunia saat ini
"Yang ditakuti saat ini bukan perang, bukan pandemi, tapi perubahan iklim yang bisa menyebabkan kenaikan frekuensi bencana alam yang akan naik secara drastis," katanya, Rabu (08/03/2023).
Advertisement
Indonesia, sebagai negara yang terletak di daerah Ring of Fire, memiliki potensi bencana alam yang sangat besar, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan letusan gunung berapi.
Menurut catatan MJH, Indonesia saat ini menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara paling rawan bencana.
Pada tahun 2022, terdapat 3.544 kejadian bencana di Indonesia, naik 1.945 kejadian dari tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa mitigasi dan penanggulangan bencana perlu menjadi perhatian serius. Untuk mengurangi dampak bencana alam, Jafar Hafsah menekankan pentingnya kolaborasi antara semua stakeholder.
"Kolaborasi lembaga penanggulangan bencana yang ada di semua ormas keagamaan yang ada di MUI dan peningkatan kapasitas relawan dengan melibatkan pemerintah sangat penting," ucap MJH.
Dalam kolaborasi tersebut, peningkatan kapasitas relawan juga sangat diperlukan untuk memperkuat kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam.
Selain itu, sikap selalu siaga dan waspada menjadi kunci penting dalam menghadapi bencana alam, baik dalam tahap pra bencana, tanggap darurat, maupun pascabencana. Pra bencana atau mitigasi bencana juga harus menjadi prioritas yang utama dilakukan, bukan hanya ketika bencana sudah terjadi.
"Siaga dan waspada menjadi kunci baik tahap pra bencana pada tahap tanggap darurat maupun pasca bencana," jelas MJH.
MUI mendorong semua lembaga penanggulangan bencana yang ada di ormas Islam untuk bersatu guna memberikan pelatihan kepada masyarakat mengenai langkah-langkah antisipasi, dengan tujuan meminimalisir korban maupun kerugian yang terjadi akibat bencana.
“Jangan cuman sibuk pas terjadi bencana, pada masa tanggap darurat saja. Padahal pra bencana atau mitigasi bencana adalah hal yang utama dilakukan," tandas MJH.
MJH juga meminta semua lembaga penanggulangan bencana lebih aktif melibatkan masyarakat agar lebih tangguh dalam menghadapi dan mengantisipasi potensi bencana serta meminimalisir kerugian akibat bencana.
Dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam, kolaborasi dan kesadaran masyarakat menjadi hal yang sangat penting untuk dilakukan. Semua pihak harus bersama-sama untuk mencegah dan mengurangi dampak bencana alam yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim yang semakin parah.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |