Peristiwa Nasional

Tolak Politik Identitas, Ini Isi Piagam Surabaya Hasil AICIS 2023

Jumat, 05 Mei 2023 - 07:34 | 86.37k
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Ahmad Muzakki membacakan hasil AICIS 2023. (Foto: Kemenag RI)
Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya, Prof. Ahmad Muzakki membacakan hasil AICIS 2023. (Foto: Kemenag RI)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – AICIS 2023 menghasilkan Surabaya Charter, sebuah piagam yang berisi enam rekomendasi untuk memperkuat toleransi dan keadilan beragama di Indonesia. Forum tahunan itu diikuti oleh para akademisi dan cendekiawan muslim internasional.

Salah satu rekomendasi dalam piagam ini adalah menolak politik identitas dan penggunaan agama untuk kepentingan politik. Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Ahmad Muzakki menegaskan bahwa fenomena politik identitas, terutama yang berbasis agama, harus ditolak keras. Piagam Surabaya yang dihasilkan dari AICIS 2023 juga menekankan pentingnya memelihara keberagaman dalam hidup berdampingan yang toleran dan damai dengan menerapkan prinsip moderasi, kesetaraan, dan keadilan beragama.

Advertisement

Ahmad Muzakki menyatakan bahwa tujuan Surabaya Charter adalah bagaimana agama di dunia yang berubah dengan cepat dapat berkontribusi untuk menyelesaikan krisis kemanusiaan dan menjadikan fikih sebagai landasan bagi peradaban manusia yang menempatkan manusia sejajar satu sama lain.

Piagam Surabaya hasil AICIS 2023 adalah upaya dalam menjawab pertanyaan tersebut dan mencapai tujuan tersebut dengan merekomendasikan rekontekstualisasi semua doktrin dan pemikiran keagamaan yang tidak sesuai dengan prinsip martabat manusia, kedamaian, dan keadilan, serta menafsirkan ulang semua doktrin fikih yang mengkategorikan dan mendiskriminasi manusia atas dasar agama atau etnis.

AICIS berlangsung sejak 2 Mei 2023 di UIN Sunan Ampel Surabaya. Ajang ini dibuka oleh Menag Yaqut Cholil Qoumas dan ditutup oleh Wamenag Zainut Tauhid Sa’adi. Forum ini menampilkan 180 paper pilihan yang terbagi menjadi 48 kelas paralel. Tema tahun ini adalah Recontextualizing Fiqh for Equal Humanity and Sustainable Peace. 

Forum ini juga menghadirkan cendekiawan muslim internasional. Hadir sebagai pembicara, antara lain: Dr (HC) KH Yahya Cholil Staquf (Indonesia), Prof Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA (Indonesia), Prof Abdullahi Ahmed An Na'im (Amerika Serikat), Prof Dr Usamah Al-Sayyid Al Azhary (Universitas Al Azhar di Mesir), Muhammad Al Marakiby, PhD (Mesir), Dr Muhammad Nahe'i, MA (Indonesia), Prof Dr Rahimin Affandi Bin Abdul Rahim (Malaysia), Prof Mashood A. Baderin (Inggris), Dr (HC) KH Afifuddin Muhajir (Indonesia), Prof Dr Şadi Eren (Turki), Prof Tim Lindsey PhD (Australia), Prof Dr Mohd Roslan Bin Mohd Nor (Malaysia), dan Ning Allisa Qotrunnada Wahid (Indonesia).

Rumusan Surabaya Charter dibacakan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya Ahmad Muzakki pada penutupan AICIS 2023 di Auditorium UIN Sunan Ampel Surabaya. Turut mendampingi saat pembacaan rekomendasi Surabaya Charter, Prof Dr Mohd Roslan Bin Mohd Nor dari Malaysia, Prof Eka Sri Mulyani (Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh) dan pembicara kunci asing lainnya.

“Menolak penggunaan agama untuk kepentingan politik. Fenomena politik identitas, khususnya yang berbasis agama, harus ditolak keras,” tegas Ahmad Muzakki, di Surabaya, Kamis (4/5/2023).

“Semua pemimpin agama dan ulama memikul tanggung jawab membuat agama untuk kemanusiaan dan perdamaian," tandas Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya terkait dengan Piagam Surabaya hasil AICIS 2023.

Enam rekomendasi Piagam Surabaya adalah:

Pertama, rekontekstualisasi semua doktrin dan pemikiran keagamaan yang tidak sesuai dengan prinsip martabat manusia, kedamaian, dan keadilan.

Kedua, menjadikan maqashid al-syariah (tujuan tertinggi hukum Islam) sebagai prinsip penuntun reformulasi fikih.

Ketiga, definisi, tujuan dan ruang lingkup fikih harus didefinisikan ulang atas dasar integrasi pengetahuan Islam, ilmu sosial dan hak asasi manusia untuk mengatasi masalah kontemporer.

Selanjutnya, keempat, menafsirkan ulang semua doktrin fikih yang mengkategorikan dan mendiskriminasi manusia atas dasar agama atau etnis, seperti konsep kafir dzimmy dan kafir, atau memandang selain muslim sebagai tidak setara dan warga negara kedua. Kelima, menolak penggunaan agama untuk kepentingan politik. Fenomena politik identitas, khususnya yang berbasis agama, harus ditolak keras.

Keenam, memelihara keberagaman dalam hidup berdampingan yang toleran dan damai yang menerapkan prinsip moderasi, kesetaraan, dan keadilan beragama. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES