Usai Kisruh OTT Korupsi Basarnas, Jokowi Diminta Segera Evaluasi KPK

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pemerhati Hukum Ribut Baidi mengatakan, Presiden RI Jokowi (Joko Widodo) harus mengambil tindakan tegas soal kisruh OTT dugaan korupsi Basarnas. Bahkan, kata dia, Kepala Negara perlu menunjuk Plt. Ketua KPK untuk menggantikan Firli Bahuri.
"Presiden (Jokowi) harus mengevaluasi KPK saat ini dan perlu untuk menunjuk Plt. Ketua KPK agar persoalan-persoalan yang terjadi di KPK bisa segera diselesaikan," katanya kepada TIMES Indonesia, Selasa (1/8/2023).
Advertisement
Menurutnya, persoalan yang menyangkut oknum komisioner yang dianggap tidak patut dan tidak mencerminkan sebagai aparat penegak hukum harus menjadi pertimbangan agar lembaga antirasuah ini bisa diselamatkan.
"Baik dari aspek kelembagaannya maupun dari aspek kepercayaan publik yang selama ini menaruh harapan besar terhadap KPK dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi yang menyandera negara ini," jelasnya.
Di samping itu, lanjut Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Madura (UIM) ini, beberapa dugaan perbuatan yang dikategorikan menjadi pidana ataupun pelanggaran etik yang dilakukan oleh oknum komisioner itu harus diproses.
"Kalau memungkinkan secara pidana, ya mau tidak mau harus diproses pidana sebagai contoh bahwa lembaga antirasuah ini benar-benar bersih dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum," jelasnya.
Menurutnya, bagaimana mungkin KPK mau menindak tegas pelaku kejahatan korupsi, kalau di dalam sendiri tidak bersih alias banyak masalah yang menyangkut hukum dan integritas. Kemudian, jika perbuatan oknum Komisioner KPK tersebut menyangkut masalah etik, menurutnya, Dewas KPK harusnya sudah memprosesnya.
Oleh karenanya, jangan biarkan perbuatan-perbuatan yang tidak patut itu terus bersarang dan mengendap di lembaga antirasuah yang benar-benar dijaga dan disayangi oleh masyarakat Indonesia.
"Presiden dan Dewas KPK tinggal memilih mau dapat hujatan publik atau membersihkan KPK dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab terhadap jabatan dan amanah yang dititip oleh bangsa dan negara kepada dirinya," ujarnya.
Sebelumya, kisruh OTT dugaan korupsi Basarnas juga mendapatkan sorotan dari banyak pihak. Termasuk dari eks penyidik KPK, M Praswad Nugraha. Ia juga mengkritik pimpinan KPK yang seolah menyalahkan tim penyelidik terkait proses OTT tersebut.
“Pimpinan KPK tidak boleh cuci tangan seolah ini adalah pekerjaan tim penyelidik semata. Karena seluruh alat bukti wajib dilaporkan kepada pimpinan KPK dalam mekanisme ekspose perkara bersama atnara penyelidik, penyidik, penuntut, dan pimpinan KPK,” katanya dalam keterangan resminya.
Ia mengatakan, para penyelidik KPK akan melaporkan kepada pimpinan KPK setelah menemukan dua alat bukti. Berdasar kepada bukti tersebut, pimpinan KPK lalu melakukan gelar perkara untuk menentukan pihak tersangka.
“Mekanisme pnegusutan kasus di KPK telah diatur dalam UU KPK Pasal 39 ayat 2, yang aturan ini menyebutkan tiap kegiatan penyelidik, penydikan, hingga penuntutan KPK dilakukan berdasarkan perintah dan bertindak untuk dan atas nama pimpinan KPK,” jelasnya.
Praswad menegaskan bahwa penetapan tersangka adalah sepenuhnya kewenangan pimpinan KPK. Bukan hanya kewenangan penyelidik maupun penyidik KPK semata.
“Kesalahan atau ketidakcermatan pimpinan KPK tidak boleh terjadi di dalam proses pro justisia atau penanganan perkara, karena masuk dalam penyalahgunaan kewenangan dan termasuk perbuatan pidana,” katanya .
Oleh karenanya, lanjut dia pimpinan KPK harus bertanggungjawab penuh dalam kekeliruan dari OTT hingga penetapan tersangka Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi.
“Pimpinan KPK harus bertanggungjawab penu ata segala proses operasi tangakp tangan dan penanganan perkara, baik secara etik maupun pidana,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK mengaku ada kekeliruan terkait proses hukum dugaan korupsi Kabasarnas Marsya TNI Henri Alfian atau HA dan Korsim Kabasarna RI Letkol Afri Budi Cahyanto atau ABC. KPK pun sampaikan permohonan maaf.
“Kami paham tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan ada kelupaan, bahwa sanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK. Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur ada empat lembaga peradilan, peradilan umum, militer, tata usaha negara, dan agama," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
KPK sebelumnya juga telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan suap Basarna. Berikut ini daftarnya.
Tersangka pemberi
1. Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan
2. Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya
3. Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil
Tersangka penerima
1. Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi
2. Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto
Henri dan Afri diduga telah menerima suap Rp 999,7 juta dari Mulsunadi dan Rp 4,1 miliar dari Roni. Selain itu, Henri dan Afri diduga telah menerima suap total Rp 88,3 miliar dari sejumlah vendor sejak 2021 hingga 2023. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.