Ketua MPR RI Mendorong Penyelesaian Cepat RUU Masyarakat Hukum Adat

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, bersama dengan Menkopolhukam, Mahfud MD, mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Masyarakat Hukum Adat yang telah dibahas sejak tahun 2014, dapat segera diselesaikan oleh DPR RI dan pemerintah dalam periode ini. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat.
Sesuai dengan Pasal 18B ayat (2) yang menegaskan pengakuan dan penghormatan terhadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, selama masih relevan dengan perkembangan masyarakat dan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur oleh undang-undang.
Advertisement
"Walaupun konstitusi telah menjamin keberadaan masyarakat hukum adat, kenyataannya masyarakat adat masih menghadapi berbagai tantangan dalam menjaga eksistensinya serta hak-hak asal-usul atau hak tradisionalnya. Hak ini mencakup hak atas sumber daya alam, perekonomian, kesejahteraan, serta hak untuk mendapatkan keadilan dan kepastian hukum sebagai bagian dari kelompok masyarakat komunal," kata Bambang Soesatyo saat membuka Konferensi Internasional yang diadakan oleh MPR RI bersama Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) di Gedung Nusantara IV MPR RI, Jakarta, pada Senin (7/8/23).
Turut hadir dalam acara tersebut antara lain Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, Ketua Umum APHA, Dr. St. Laksanto Utomo, serta Direktur Pascasarjana Universitas Borobudur, Prof. Faisal Santiago. Para profesor besar yang menjadi narasumber dalam diskusi juga hadir, seperti Prof. Byun Hae Cheoi (Hankuk University of Foreign Studies), Ms. Maria Roda Cisnero (Ateneo de Manila University), Prof. Aminuddin Salle dari Universitas Hasanuddin, serta Prof. Dominikus Rato dari Universitas Jember.
Bambang menjelaskan bahwa populasi masyarakat adat di Indonesia diperkirakan mencapai 70 juta orang yang terbagi menjadi 2.371 komunitas adat. Mereka tersebar di 31 provinsi di seluruh tanah air. Sebaran komunitas adat terbanyak terdapat di Kalimantan dengan 772 komunitas adat, Sulawesi dengan 664 komunitas adat, Sumatera dengan 392 komunitas adat, Bali dan Nusa Tenggara dengan 253 komunitas adat, Maluku dengan 176 komunitas adat, Papua dengan 59 komunitas adat, dan Jawa dengan 55 komunitas adat.
"Berdasarkan laporan Aliansi Masyarakat Adat, masih banyak konflik yang melibatkan masyarakat adat hingga saat ini. Terutama terkait konflik lahan seperti perkebunan, kehutanan, pembangunan, infrastruktur, dan pertambangan. Dalam periode 2020-2021 saja, tercatat 53 konflik terkait perampasan wilayah adat, kekerasan, dan kriminalisasi yang melibatkan 140 ribu masyarakat adat sebagai korban," ungkapnya.
Selanjutnya, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menjelaskan bahwa meskipun saat ini belum ada undang-undang khusus yang mengatur masyarakat hukum adat, langkah-langkah legislasi telah diambil untuk memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat hukum adat. Beberapa contohnya adalah undang-undang desa, undang-undang kehutanan, dan undang-undang terkait daerah pesisir, pertanahan, dan lainnya.
Lebih lanjut, putusan Mahkamah Konstitusi seperti Putusan Nomor 35/PUU-X/2012 yang menguji Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, telah menjadi pedoman dan dasar hukum bagi pemerintah di tingkat pusat maupun daerah dalam mengambil kebijakan perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat hukum adat.
"Oleh karena itu, selain mendorong penyusunan RUU Masyarakat Hukum Adat, Konferensi Internasional ini diharapkan juga dapat menghasilkan gagasan-gagasan yang jelas mengenai pelaksanaan mandat konstitusional perlindungan hak masyarakat hukum adat. Tujuannya adalah agar eksistensi masyarakat adat sebagai bagian fundamental dari bangsa tetap terjaga. Lebih dari itu, upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat dengan memberikan akses yang adil terhadap sumber daya yang ada. Sebab, akses tersebut merupakan faktor kunci dalam menjaga kelangsungan masyarakat adat dengan harapan tingkat kebahagian yang lebih tinggi," kata Bambang. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.