Peristiwa Nasional

Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Nafas Panjang Mencari Keadilan (1)

Minggu, 01 Oktober 2023 - 06:30 | 75.10k
Ibu korban Tragedi Stadion Kanjuruhan memegang foto putrinya yang meninggal dalam peristiwa tekelam dalam sejarah sepakbola Indonesia. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)
Ibu korban Tragedi Stadion Kanjuruhan memegang foto putrinya yang meninggal dalam peristiwa tekelam dalam sejarah sepakbola Indonesia. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANGTragedi Kanjuruhan telah berusia 1 tahun sejak peristiwa yang menewaskan 135 jiwa tersebut terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu. Tragedi terburuk sepak bola Indonesia ini masih menancapkan luka bagi sejumlah pejuang dari masyarakat, suporter, penyintas korban hingga keluarga korban Kanjuruhan.

Malam memilukan di laga Big Match Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan ini menjadi saksi kunci bagaimana ribuan suporter dibombardir gas air mata hingga harus berdesak-desakan dan terinjak untuk lolos dari maut.

Teman-teman jurnalis sempat membantu Aremania, kata inilah yang terucap dari Jurnalis Foto TIMES Indonesia, Tria Adha yang berada di Stadion Kanjuruhan saat tragedi ini terjadi. 

Kala itu Tria tengah duduk di sentel ban untuk menjalankan tugasnya sebagai fotografer. Saat pertandingan usai sekitar 5 sampai 8 menit ia masih sempat mengabadikan momen. Setelah itu ia memilih masuk ke ruang press room untuk persiapan press conference. Tapi ia kembali keluar karena tahu para pemain Persebaya langsung masuk ke mobil Barakuda.

“Terdengar suara ricuh dari arah lapangan, aku lihat udah chaos," ucapnya.

Tria menyempatkan mengambil beberapa gampar. "Aku ambil beberapa frame, terus chaos itu sudah sampai di depanku. Aku langsung masuk ke press room dan banyak yang gedor. Pas pintu press room terbuka, banyak supporter berjatuhan, gak tahu itu pingsan atau meninggal,” ujarnya.

Arema-FC-vs-Persebaya.jpgPertandingan Arema FC vs Persebaya di laga lanjutan Liga 1 2022 di Stadion Kanjuruhan Malang. Kekalahan Arema membuat suporter masuk ke lapangan dan memaksa polisi menembakkan gas air mata. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

Ia bersama teman jurnalis lain sempat memberikan pertolongan pertama kepada para supporter. Mulai dari memberi minum hingga mengecek denyut nadi. Ini terus dilakukan bersama rekan jurnalis lainnya.

“Kami kasih minum, ada dua orang lain berusaha kipasin korban. Ada satu mulai enak pernafasan, korban ini langsung minta nyender tembok,” katanya.

Berbagai video amatir pun mulai tersebar bagaiman peristiwa itu terjadi. Ribuan supporter pun berlarian untuk menyelamatkan diri dari gas air mata yang terus menerus ditembakkan oleh aparat keamanan.

Ada gas air mata yang tepat di depan pagar pembatas tribun dengan lapangan. Ada juga yang masuk ke kerumunan supporter di tribun. 

Ribuan supporter pun berdesak-desakan hingga tembok stadion mereka jebol untuk menjadi akses mereka keluar.

Ratusan mayat pun bergeletakkan dimana-mana, khususnya di Gate 13 menjadi cerita bagaimana malam kelam itu nyata terjadi. 

Rekan rekan korban yang hidup menyaksikan sendiri bagaimana nyawa teman ataupun saudara dan keluarganya hilang begitu saja. 

Tercatat total 135 jiwa tewas dalam peristiwa Tragedi Kanjuruhan yang tercatat sebagai tragedi mematikan terbesar ke dua sepak bola dunia. 

Nafas Panjang Mencari Keadilan di Tragedi Kanjuruhan

Demo-Suporter.jpgAksi demo suporter Arema FC yang menuntut keadilan bagi 135 korban akibat Tragedi Kanjuruhan. (Foto: Tria Adha/TIMES Indonesia)

Sehari setelah peristiwa berdarah Kanjuruhan, berbagai gerakan bermunculan. Masyarakat, supporter hingga keluar korban kanjurhan mulai bergerak mencari keadilan. Demo demo mereka lakukan, mulai dari skala kecil hingga skala besar menjalar di seluruh wilayah Malang Raya. 

Mereka mencari keadilan menuntut para aktor utama hingga penembak gas air mata diberi hukuman setimpal. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat berada di Malang menetapkan 6 tersangka dalam Tragedi Kanjuruhan. Mereka yang menjadi tersangka adalah eks Dirut PT Liga Indonesia Baru (LIB) Akhmad Hadian Lukita, Panitia Pelaksana (Panpel) Arema FC Abdul Haris, Security Officer Arema FC Suko Sutrisno, Danki 3 Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, eks Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto,dan eks Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik. 

Penetapan tersangka belum membuat supporter, penyintas, keluarga korban lega. Mereka merasa hal tersebut belum memenuhi rasa keadilan. 

“Dari sisi hukum melihat ini sampai satu tahun masih jauh, sangat jauh dari keadilan. Sampai dengan saat ini teman teman, saudara dan adik adik kita yang menjadi korban merasa para aktor atau tersangka ini tidak tersentuh. Sangat jauh dari proses hukum yang harusnya memberikan keadilan dan kami semua kecewa, karena 135 korban jiwa tidak pernah mendapatkan keadilan,” ungkap salah satu Aremania Dyan Berdinandri.

Dari sejumlah narasumber yang ditanyai TIMES Indonesia, mulai dari tim kuasa hukum, keluarga korban Kanjuruhan hingga suporter, sepakat dan memnberikan sejumlah nama lain yang seharusnya menjadi tersangka dan dihukum berat. 

Nama-nama itu diantaranya, eks Ketua PSSI Iwan Bule, PT Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia (AABBI), para penembak gas air mata, eks Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat, eks Kapolda Jatim Irjen Pol Nico Afinta hingga pihak broadcaster PT Indosiar Visual Mandiri. 

Mereka yang masih berjuang meminta dan mendesak agar para tersangka dihukum dengan pasal 338 dan 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.

“Penembak apa sudah berproses, terus mantan Kapolresn Panjeng, mantan Kapolda Jatim dan juga mantan Dirut PT LIB yang masih bebas sampai sekarang. Harusnya itu mereka semua,” kata Dyan.

Perjuangan terus bergulir. Mulai dari yang dilakukan Papper Power untuk menggerakan perjuangan melalui poster yang ditempel di setiap sudut kota, kemudian hingga aksi yang dilakukan oleh sekelompok massa yang diberi nama Arek Malang yang berujung ricuh dan rusaknya kantor Arema FC.

Kericuhan demo memunculkan kriminalisasi. Seperti yang dirasakan oleh salah satu Aremania bernama Ambon Fanda. Ia dijadikan tersangka dengan dugaan bahwa Ambon menjadi otak pergerakan hingga rusaknya kantor Arema FC akibat kericuhan demo. 

Kini Ambon harus menghadapi persidangan bersama tersangka lain dari Fery CS. 

Kuasa Hukum Ambon Fanda, Adi Dharmawan menilai bahwa seluruh saksi dan bukti yang disajikan dalam persidangan tak menguatkan Ambon Fanda sebagai orang yang bersalah. Ia menganggap bahwa ini sebagai bentuk pembungkaman terhadap pejuang keadilan dalam Tragedi Kanjuruhan.

Adi mengatakan, Ambon tidak mengarahkan aksi di kantor Arema FC, tapi mau menggelar aksi di Kepanjen Kabupaten Malang. 

"Dugaan kami. Ambon itu dijebak, sengaja dikorbankan. Mas Ambon membela keadilan 135 nyawa. Dia malah dituduh sebagai otak pengerusakkan kantor Arema FC. semoga hakim bisa melihat ini,” jelas Adi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sholihin Nur

Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES