Peristiwa Nasional

Pancasila Generasi TikTok: Dari Refleksi Masa Lalu Menuju Harapan Masa Depan

Minggu, 01 Oktober 2023 - 05:58 | 66.48k
Subscribe TIMES TV KLIK

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kita sering mendengar ungkapan bahwa masa lalu memberi pelajaran untuk masa kini. Apalagi di negeri kita, Indonesia, yang memiliki sejarah panjang berliku dengan berbagai dinamika. Sebuah cerita tentang bagaimana bangsa ini terlahir, berkembang, dan tetap kokoh berdiri di tengah badai sejarah.

Dari masa penjajahan, revolusi, hingga reformasi, setiap era memiliki ciri khasnya. Namun, satu peristiwa yang selalu membekas adalah pengkhianatan PKI dan pembunuhan para pahlawan revolusi. Sebuah ironi tragis di mana orang-orang yang berusaha menggantikan Pancasila dengan ideologi komunis, pada akhirnya justru mempertegas kesaktian Pancasila itu sendiri.

Jokes memang selalu hadir saat kita membahas masa lalu. Seperti meme di media sosial yang mengatakan, "Kenapa PKI kalah? Karena mereka tidak punya Pancasilog!"

Satir? Tentu. Namun di balik tawa ringan tersebut, ada pesan mendalam tentang betapa kokohnya landasan Pancasila bagi bangsa ini.

Seorang Friedrich Nietzsche, pernah mengatakan, "Apa yang tidak membunuhmu, membuatmu lebih kuat." Dan betapa benarnya bagi Indonesia, di mana tragedi dan kesulitan justru mempertajam identitas dan mengkristalkan kekuatan bersama sebagai bangsa.

Seperti berlian yang terbentuk dari tekanan. Pun begitu dengan Indonesia. Ia lahir dari perjuangan sebagai usaha fisik, doa sebagai usaha spiritual, dan keteguhan hati sebagai ikhtiar batin.

Jenderal Sudirman adalah personifikasi dari semangat perjuangan tersebut. Seorang tentara sejati yang, meski sakit dan lemah, tetap memimpin pasukannya di garis depan. Beliau melawan penjajah. Menghancurkan pengkhianat. Dan, mempertahankan ideologi negara.

Dalam konteks keagamaan, KH Hasyim Asy'ari, salah satu ulama besar Indonesia, menekankan pentingnya persatuan dan semangat berjuang bersama-sama untuk kebenaran. Untuk konteks Pancasila, pesan beliau mengajak kita untuk selalu berpegang teguh pada nilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendahulu.

Pancasila di Era Digital

Generasi muda saat ini hidup di era yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya. Mereka ada di era digital, K-pop, 'cancel culture', dan media sosial yang begitu dominan.

Di satu sisi, teknologi memberikan kemudahan dalam berbagai aspek kehidupan. Namun di sisi lain, tantangannya pun semakin kompleks. Misinformasi, polarisasi, dan berbagai isu global lainnya, menuntut kita untuk lebih kritis dan selektif.

Dan, di tengah keriuhan dunia modern, ada Pancasila. Seperti oasis di tengah gurun, Pancasila memberikan kesegaran dan panduan bagi kita semua.

Bagi generasi muda, Pancasila seharusnya bukan hanya sekadar doktrin yang diajarkan di sekolah. Tapi, nilai yang hidup dan berjalan bersama kita.

Imagine Pancasila sebagai bintang TikTok, bukankah ia layak mendapatkan 'like' dan 'follow' dari kita semua? Namun, humor-humor ini seharusnya tidak hanya menjadi selingan.

Sebagai penerus bangsa, pemuda harus menyadari betapa pentingnya Pancasila sebagai fondasi negara. Kesusahan dan kesenangan memang berjalan beriringan, tetapi Pancasila tetap menjadi puncak kesaktian yang melindungi bangsa dan memajukan kita bersama.

Pada akhirnya, bangsa ini adalah kita. Masa depannya tergantung pada bagaimana kita menanggapi tantangan saat ini.

Albert Camus pernah berkata, "Di tengah musim dingin, saya akhirnya menemukan di dalam diri saya musim panas yang tak terhentikan." Pancasila adalah musim panas kita, yang selalu membawa kehangatan meski di tengah badai. Pancasila adalah musim dingin kita, yang selalu membawa suasana dingin di tengah panasnya setiap situasi bangsa.

Tantangan bagi Generasi Muda

Tantangan bagi generasi muda adalah bagaimana menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana menjadikannya sebagai kompas moral yang selalu menuntun kita. Dan di atas semua itu, bagaimana kita mampu mewariskan semangat kesaktian Pancasila kepada generasi yang akan datang.

Salah satu contoh historis yang patut direfleksikan adalah periode krusial paska-kemerdekaan. Bangsa ini dilahirkan dari rahim perjuangan melawan penjajahan. Namun, setelah kemerdekaan, tantangan tak berakhir.

Indonesia harus membangun identitas sebagai bangsa baru sambil menghadapi berbagai pemberontakan dan gejolak politik. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana menyatukan berbagai etnis, budaya, dan agama yang ada di bawah satu bendera.

Pancasila, yang terukir di prasasti sejarah bangsa ini, menjadi solusi. Pancasila adalah titik temu dari berbagai aspirasi dan idealisme yang hadir dalam proses pembentukan bangsa. Dalam sila Bhinneka Tunggal Ika, kita menemukan resonansi tentang pentingnya keberagaman. Itu adalah representasi dari Indonesia yang majemuk, tapi satu.

Peristiwa G30S/PKI menjadi salah satu contoh betapa pentingnya memahami dan menjalankan Pancasila secara konsisten. Upaya penggantian ideologi negara menunjukkan bahwa kita harus selalu waspada dan memastikan Pancasila tetap menjadi dasar pemersatu bangsa.

Namun, refleksi historis ini bukan hanya tentang masa lalu. Generasi muda, yang kini hidup di era digital dan globalisasi, memiliki tantangan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Ironisnya, meski teknologi memudahkan komunikasi, kita sering kali merasa lebih terisolasi.

Fenomena "kampanye kebencian" dan "ruang gema" di media sosial menjadi contoh bagaimana keberagaman bisa menjadi dua mata pisau. Jika dikelola dengan baik, keberagaman bisa menjadi kekuatan. Namun, jika tidak, bisa menjadi sumber perpecahan.

Bagi generasi muda, Pancasila seharusnya bukan hanya materi pelajaran sekolah, tetapi menjadi kompas dalam berinteraksi di dunia maya. Dalam era post-truth dimana berita palsu dengan mudah menyebar, sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengajarkan kita untuk selalu berpegang pada kebenaran.

Di tengah polarisasi yang kian tajam, sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab mengingatkan kita untuk selalu mengedepankan empati dan menghargai martabat sesama.

Generasi muda memiliki kekuatan besar dalam mengubah arah bangsa ini. Pancasila harus menjadi landasan dalam berinovasi, berkreasi, dan berpartisipasi aktif dalam pembangunan bangsa. Jangan sampai teknologi dan globalisasi membuat kita melupakan nilai-nilai dasar yang menjadi identitas bangsa ini.

Sebagai penutup, refleksi ini seharusnya menjadi pemantik bagi generasi muda untuk selalu introspeksi dan evaluasi. Bangsa ini telah melalui berbagai badai dan tantangan. Namun, dengan Pancasila sebagai dasar, kita selalu mampu bangkit dan melanjutkan perjuangan.

Bagi generasi muda, Pancasila bukan hanya warisan, tetapi juga amanat untuk masa depan yang lebih baik.

Mari kita jaga dan lestarikan. Karena Pancasila bukan hanya sejarah, melainkan juga masa depan kita. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Rifky Rezfany

Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES