Peristiwa Nasional

Ketua MPR RI Mengingatkan tentang Pentingnya Pintu Darurat dalam Konstitusi Indonesia

Sabtu, 21 Oktober 2023 - 22:13 | 35.05k
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat Dialog Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila di Jakarta, pada Sabtu (21/10/23). (foto: dok MPR RI)
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat Dialog Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila di Jakarta, pada Sabtu (21/10/23). (foto: dok MPR RI)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua MPR RI, yang juga Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila, Bambang Soesatyo, mengungkapkan bahwa meskipun Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan, masih belum ada ketentuan hukum yang mengatur bagaimana pengisian jabatan publik dalam situasi di mana pemilihan umum terpaksa ditunda. Sebelum perubahan Undang-Undang Dasar 1945, MPR masih memiliki kewenangan untuk membuat berbagai ketetapan yang mengatur hal-hal yang tidak tercakup dalam konstitusi.

Bambang Soesatyo menyampaikan pemikiran ini dalam Dialog Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila di Jakarta, pada Sabtu (21/10/23). Dialog ini juga dihadiri oleh budayawan Deddy Mizwar serta sejumlah tokoh penting dari MPN Pemuda Pancasila.

Advertisement

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan bahwa jika terjadi situasi di mana kepemimpinan negara terganggu karena berbagai alasan, seperti bencana alam, pandemi, pemberontakan, kerusuhan, atau krisis keuangan, maka presiden dan wakil presiden dapat mengambil langkah-langkah darurat berdasarkan Pasal 12 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Namun, Bambang Soesatyo mengajukan pertanyaan tentang bagaimana jika presiden, wakil presiden, serta triumvirat menteri dalam negeri, menteri luar negeri, dan menteri pertahanan, bersama dengan badan-badan konstitusional lainnya, tidak dapat bertindak dalam situasi darurat tersebut. Dalam situasi seperti itu, bagaimana penyelesaian hukum yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah tersebut?

"Dan bagaimana jika keadaan darurat negara mengakibatkan pemilihan umum tidak dapat diselenggarakan sesuai dengan konstitusi? Maka, secara hukum, tidak akan ada presiden atau wakil presiden yang terpilih melalui pemilihan umum. Dalam situasi semacam ini, pertanyaannya adalah, siapa yang memiliki kewajiban dan kewenangan hukum untuk mengatasi masalah darurat tersebut?" kata Bambang Soesatyo.

Bambang Soesatyo, yang juga Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan, dan Keamanan KADIN Indonesia, menjelaskan bahwa seharusnya UUD 1945 memberikan solusi konstitusional untuk mengatasi situasi kebuntuan ketatanegaraan atau "constitutional deadlock". Jika situasi semacam itu terjadi, maka prinsip kedaulatan rakyat harus ditegakkan untuk menyelesaikan masalah darurat tersebut.

"Sebagai representasi dari prinsip kedaulatan rakyat, MPR seharusnya memiliki kewenangan yang lebih kuat. Dengan kewenangan tersebut, MPR dapat membuat keputusan atau ketetapan yang mengatur hal-hal yang tidak tercakup dalam konstitusi untuk mengatasi dampak dari situasi kahar fiskal atau politik yang tidak dapat diantisipasi dan dikendalikan secara wajar," jelas Bambang Soesatyo.

Bambang Soesatyo juga menyatakan bahwa agar MPR RI dapat memiliki kewenangan yang lebih kuat, idealnya UUD 1945 harus mengalami perubahan. Namun, dalam realitas politik saat ini, perubahan tersebut masih belum memungkinkan, terutama karena partai politik sedang fokus pada persiapan tahun politik menjelang pemilihan umum serentak dan pemilihan kepala daerah serentak tahun depan.

Sebagai alternatif, Bambang Soesatyo menyarankan revisi atau penghapusan penjelasan pada Pasal 7 ayat (1) huruf b dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 7 tersebut meletakkan Ketetapan MPR di bawah UUD dan di atas undang-undang dalam hierarki peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, penjelasan dalam pasal tersebut membatasi kewenangan MPR untuk membuat keputusan yang mengatur hal-hal yang tidak tercakup dalam konstitusi. Saat ini, sebuah pengajuan judicial review terhadap pasal tersebut sedang dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Partai Bulan Bintang. Jika pengajuan ini dikabulkan, MPR akan mendapatkan kewenangan untuk membuat ketetapan yang bersifat mengatur hal-hal yang belum diatur dalam konstitusi. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES