KH. Abdul Chalim Leuwimunding Terima Gelar Pahlawan Nasional

TIMESINDONESIA, MAJALENGKA – Gelar pahlawan nasional yang dianugerahkan kepada tokoh ulama, KH. Abdul Chalim Leuwimunding, sebagai pejuang dari Nahdlatul Ulama merupakan kado terindah dan terbaik bagi seluruh masyarakat Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Penghargaan ini bak menjadi sebuah cahaya terang di tengah peringatan Hari Pahlawan, menggambarkan jasa dan perjuangan seorang putra daerah yang kini diakui secara nasional.
Advertisement
Menurut Bupati Majalengka, H. Karna Sobahi melalui Kepala Dinas Sosial, H. Irwan Dirwan, bahwa penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada KH. Abdul Chalim Leuwimunding didasarkan pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 115/TK/2023, yang diumumkan di Jakarta pada 6 November 2023.
Pahlawan nasional ini lahir di Leuwimunding pada 2 Juni 1898, dari keluarga yang memiliki silsilah panjang yang menghubungkannya dengan Syarif Hidayatullah atau yang lebih dikenal sebagai Sunan Gunung Djati.
Dalam perjalanan hidupnya, KH. Abdul Chalim telah menorehkan jejak penting dalam dunia pendidikan agama. Pendidikannya dimulai di Sekolah H.I.S (Hollandsch Inlandsche School).
Kemudian berlanjut ke beberapa pesantren di wilayah Leuwimunding dan Rajagaluh, termasuk Pondok Pesantren Banada, Pondok Pesantren al-Fattah Trajaya dan Pondok Pesantren Nurul Huda al-Ma’arif Pajajar. Tahun 1913, ia melanjutkan studi ke Makkah, menambah wawasan keagamaannya.
"Setelah pulang dari Makkah, KH. Abdul Chalim bergabung dengan KH. Abdul Wahab Hasbullah dalam perjuangan memerdekakan Indonesia," ujarnya yang juga diamini Kabid Pemberdayaan Masyarakat dan Penanggulangan Fakir Miskin, Dinsos Majalengka, H. Mumu Hermawan.
Ia bersama rekan seperjuangannya membentuk Nahdlatul Wathan yang kemudian menjadi Syubbanul Wathon. Kiprahnya semakin terang ketika bersama KH. Abdul Wahab Hasbullah, mereka membentuk Komite Hijaz dengan tujuan mengorganisir ulama-ulama di Jawa dan Madura untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Peran penting KH. Abdul Chalim menulis surat undangan kepada ulama pesantren di Jawa dan Madura pada 31 Januari 1926 untuk menghadiri pada pertemuan yang diselenggarakan Komite Hijaz.
Isinya menekankan pada tujuan kemerdekaan Indonesia dan mendapat respon luar biasa dari 65 ulama yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Inilah awal terbentuknya Nahdlatul Ulama, dengan KH. Hasyim Asyari sebagai Rais Aam dan KH. Abdul Wahab Hasbullah sebagai Katib awal. Sementara, KH. Abdul Chalim sendiri merupakan Katib Tsani pada kepengurusan PBNU periode pertama.
Selain aktif dalam NU, KH. Abdul Chalim juga menjadi pembina kerohanian organisasi semi-militer Hizbullah. Ia adalah salah satu pendiri Hizbullah untuk wilayah Majalengka dan Cirebon, serta terlibat sebagai pejuang di medan pertempuran seperti Cirebon, Majalengka dan Surabaya.
Semangat dan perjuangannya memperoleh pengakuan sebagai "Muharrikul Afkar" yang artinya adalah penggerak semangat perjuangan. Selain itu, diakui sebagai sosok pendamai dari kedua pihak yang berselisih atau Mushlikhu Dzatil Bain, karena sering mendamaikan para ulama yang bersitegang. Ia pun pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Semesta (MPRS).
Pada 12 Juni 1972, KH. Abdul Chalim wafat di Leuwimunding, tetapi warisannya terus hidup. Namanya diabadikan sebagai "Institut Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto," yang sedang berproses menjadi Universitas Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto.
Sosok KH. Abdul Chalim Leuwimunding ini tidak hanya dikenang oleh masyarakat Kabupaten Majalengka, tetapi juga dihormati sebagai bagian tak terpisahkan dari sejarah perjuangan nasional. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |