Peristiwa Nasional

Milad ke-111 Muhammadiyah dan Perjuangan KH Ahmad Dahlan untuk Islam di Indonesia

Minggu, 19 November 2023 - 19:00 | 46.36k
K.H. Ahmad Dahlan yang merupakan tokoh penting dalam berdirinya Muhammadiyah yang kini sudah berusia 111 tahun.  (FOTO: Istimewa)
K.H. Ahmad Dahlan yang merupakan tokoh penting dalam berdirinya Muhammadiyah yang kini sudah berusia 111 tahun. (FOTO: Istimewa)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTAMuhammadiyah yang merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, kini telah menginjak usia 111 tahun.

Puncak perayaan Milad ke-111 Muhammadiyah tersebut berlangsung pada Sabtu (18/11/2023) kemarin, dengan berbagai rangkaian acara yang sudah dilaksanakan sejak Kamis (17/11/2023).

Advertisement

Dengan umur yang sudah tidak muda, Muhammadiyah telah memberikan sumbangsih serta berperan penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia dan dihormati sebagian besar umat Islam Indonesia.

Di samping itu, Organisasi ini didirikan pada tanggal 18 November 1912 atau 8 Dzulhijjah 1330 H oleh K.H. Ahmad Dahlan yang merupakan tokoh penting dalam berdirinya Muhammadiyah. Melalui kontribusinya dalam Muhammadiyah, Ahmad Dahlan muncul sebagai figur Islam yang memiliki dampak signifikan dalam sejarah Indonesia.

Profil KH Ahmad Dahlan

Pada masa kecilnya, Ahmad Dahlan mempunyai nama kecil yaitu Muhammad Darwisy. Ia lahir pada 1 Agustus 1868 sebagai putra keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan K.H. Abu Bakar bin Sulaiman dan Siti Aminah binti Ibrahim bin Hasan.

Ia termasuk keturunan dari Maulana Malik Ibrahim, salah satu Walisongo yang menjadi pelopor penyebaran agama Islam di Jawa.

Ayahnya, merupakan seorang ulama dan merupakan khatib di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu. Sementara sang ibu, Siti Aminah juga keturunan pejabat penghulu Kesultanan Keraton.

Dari hasil riset TIMES Indonesia mengutip dari catatan Adi Nugraha 'Kiai Haji Ahmad Dahlan' yang ditulis pada 2009, gurunya Sayyid Bakri Syatha memberikan nama Ahmad Dahlan saat berada di Makkah sebelum kepulangan ke Tanah Air pada tahun 1888.

Nama tersebut tetap melekat padanya sepanjang hidupnya. Ia pun menikahi Siti Walidah yang merupakan sepupunya sendiri setelah pulang dari Mekkah.

Kemudian pada usia 15 tahun, Ahmad Dahlan melakukan perjalanan ibadah haji dan tinggal di Mekkah selama lima tahun.

Selama periode lima tahun tersebut, Ahmad Dahlan memulai pendndikannya serta berinteraksi dengan pemikir-pemikir pembaharu dalam agama Islam, berguru kepada Sayyid Bakri Syatha, tokoh lainnya ada Syaikh Ahmad Khatib, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Ibnu Taimiyah, Al-Afghani, Syaikh Abdul Hadi, dan beberapa lainnya.

Pada 1903, Ahmad Dahlan kembali ke Mekkah dan menetap di sana selama dua tahun. Ketika kembali ke Mekkah, ia pun memiliki kesempatan untuk berguru ke Syekh Ahmad Khatib yang ternyata juga pernah menjadi guru dari pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asyari.

Ahmad Dahlan meninggal dunia di usia 54 tahun pada 1923. Ia dimakamkan di permakaman Karangkajen, Yogyakarta.

Proses Dibentuknya Muhammadiyah

Berdirinya Muhammadiyah tidak hanya mencerminkan konsep-konsep Ahmad Dahlan semata, melainkan juga, dalam konteks praktis dan organisatoris, berfungsi sebagai dasar dan tempat bagi Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islam yang didirikan pada tahun 1911.

Di samping itu, Djarnawi Hadikusuma menjelaskan bahwa lembaga pendidikan yang didirikan pada tahun 1911 itu disebut "Sekolah Muhammadiyah." Di sekolah ini, siswa tidak hanya belajar ilmu agama Islam, tetapi juga mendapatkan pengetahuan umum.

Kemudian pada tahun 1912, Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah di Kauman, Yogyakarta, sebagai upaya menjawab keruntuhan nilai-nilai kemanusiaan yang muncul sebagai konsekuensi dari sistem Tanam Paksa pada periode 1830-1919 M.

Seperti yang sudah diketahui, dominasi Belanda menyebabkan kemiskinan, kurangnya pendidikan, buruknya kondisi kesehatan, kerusakan nilai-nilai keagamaan, peningkatan jumlah yatim piatu, dan penderitaan masyarakat Indonesia.

Tantangan zaman yang demikian dijawab oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan gerakan reformasi sistem dakwah agama, pendidikan, serta sosial.

Melalui Muhammadiyah, ia membangun sekolah, panti asuhan yatim piatu, serta organisasi lain sebagai jalan penolong kesengsaraan umat. Terlebih lagi istrinya juga turut membentuk Aisyiah yang menjadi gerakan perempuan Islam masa itu.

Selain itu, pemikiran KH Ahmad Dahlan hadir sebagai respons terhadap pemisahan dalam sistem pendidikan pada zamannya, di mana terdapat dua jalur yang berbeda: pesantren untuk studi agama dan sekolah formal untuk mendalami pengetahuan umum.

Meskipun model pendidikan yang diusung olehnya mendapatkan penolakan dari sebagian besar masyarakat, akan tetapi gagasan KH Ahmad Dahlan disambut baik oleh anggota organisasi Boedi Oetomo.

Mereka tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan yakni R Budihardjo dan R Sosrosugondo, bahkan mengubah paradigma pendidikan di Indonesia.

Dilansir dari portal resmi Muhammadiyah pada Sabtu (18/11/2023), dalam pengertian bahasa, Muhammadiyah dapat diartikan sebagai penganut ajaran Nabi Muhammad.

H Djarnawi Hadikusuma menjelaskan bahwa konsep nama Muhammadiyah mencakup arti dukungan dari para anggotanya terhadap organisasi, yaitu umat Nabi SAW, dan didasarkan pada ajaran Islam yang diajarkan oleh rasul tersebut.

Menurut Adaby Darban, seorang ahli sejarah dari UGM, dicatat bahwa awalnya usulan nama 'Muhammadiyah' muncul dari keluarga dan sahabat Kyai Ahmad Dahlan, yakni Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan pemikir reformis yang kemudian menjabat sebagai penghulu Kraton Yogyakarta.

Kyai Dahlan kemudian memutuskan untuk menggunakan nama tersebut setelah melalui proses shalat istikharah.

Tujuan Muhammadiyah Didirikan

Masih merujuk pada sumber yang sama, pendirian Muhammadiyah didasarkan pada alasan dan tujuan yang mencakup empat poin.

Di antaranya yakni Top of Form Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam, reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern, selanjutnya reformulasi ajaran dan pendudukan Islam, dan yang terakhir untuk mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar.

Secara ringkas, Muhammadiyah bertujuan mengubah pola hidup masyarakat agar sesuai dengan ajaran Islam.

Organisasi ini didirikan untuk membentuk masyarakat Islam yang sesungguhnya, yang memiliki pemahaman dan penerapan prinsip Islam, dan menjalankannya dengan baik tanpa terpengaruh oleh budaya atau tradisi yang bertentangan.

Dari tujuan awalnya, Muhammadiyah menekankan pendidikan Islam sebagai alat untuk mewujudkan gerakan dan mencapai tujuannya.

Melalui buku 'Muhammadiyah Mencerdaskan Anak Bangsa' karya Farid Setiawan, setelah kemerdekaan 1945, tujuan Muhammadiyah berubah menjadi menegakkan dan menghormati agama Islam, mencakup aspek-aspek seperti aqidah, ibadah, akhlak, dan mu'amalat duniawiyah, sesuai dengan pandangan Muhammadiyah yang menganggap prinsip Islam mencakup seluruh kehidupan.

Seiring berjalannya waktu, siswa di Sekolah Muhammadiyah semakin banyak.

Pada 18 November 1912 atau bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi Muhammadiyah yang disahkan pada 20 Desember 1912 dengan mengirim 'Statuten Muhammadiyah' (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912).

Melalui Muhammadiyah, Kyai Dahlan memiliki cita-cita untuk membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid ('aqidah), ibadah, mu'amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam sesuai sumbernya yang asli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi.

Meski telah sukses membawa ajaran Islam sesuai syariat, Kyai Dahlan tidak berhenti berdakwah. Melalui Muhammadiyah, ia memimpin gerakan perempuan 'Aisyiyah sejak tahun 1917.

Gerakan ini bermula dari pandangan Kyai Dahlan bahwa perempuan muslim seharusnya aktif di masyarakat, menyebarkan ajaran Islam, dan berkontribusi pada kemajuan kaum perempuan.

Dengan gerakan Muhammadiyah ini, Kyai Dahlan bertujuan memberikan posisi dan peran yang sesuai untuk perempuan, yang didasarkan pada pemahaman cerdas dan semangat tajdid. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES