Peristiwa Nasional

Era Internet of Military Things, MPR Dorong Pembentukan Angkatan Siber di Indonesia 

Rabu, 31 Juli 2024 - 08:45 | 24.65k
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam kuliah umum yang berlangsung di Auditorium Lemhannas RI, Jakarta, Selasa (30/7/24).
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam kuliah umum yang berlangsung di Auditorium Lemhannas RI, Jakarta, Selasa (30/7/24).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTABambang Soesatyo, Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar menegaskan pentingnya Indonesia untuk segera membentuk matra keempat dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI), yaitu Angkatan Siber. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat matra yang telah ada: Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU).

Dalam kuliah umum yang disampaikan di hadapan peserta Program Pendidikan Reguler (PPRA) Angkatan 66 dan 67 Lemhannas RI, Bambang menyebutkan bahwa Indonesia berada di posisi geopolitik yang rawan. Negara ini berhadapan dengan negara-negara persemakmuran Inggris seperti Malaysia, Singapura, dan Australia yang tergabung dalam Five Power Defence Arrangements (FPDA), serta berada dalam lingkup persaingan geopolitik antara Rusia, Tiongkok, dan Amerika Serikat.

Advertisement

"Dunia kini memasuki era internet of military things atau internet of battlefield things, di mana operasi militer bisa dilakukan dari jarak jauh dengan lebih cepat dan presisi. Hal ini terlihat jelas dalam konflik seperti perang Rusia-Ukraina dan Palestina-Israel," ujar Bambang dalam kuliah umum yang berlangsung di Auditorium Lemhannas RI, Jakarta, Selasa (30/7/24).

Sejumlah tokoh turut hadir dalam acara ini, termasuk Ketua Umum YAPETA Tinton Soeprapto, Dewan Pengawas YAPETA sekaligus mantan KSAD Jenderal TNI (Purn) Agustadi Sasongko Purnomo, Deputi Pendidikan Lemhannas Marsda TNI Andi Heru, dan Direktur Operasional Lemhannas Brigjen TNI Jainudin.

Bambang, yang juga pernah menjabat sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Komisi III DPR RI, mengungkapkan bahwa internet of military things menunjukkan dunia sedang menghadapi perang generasi kelima (G-V) di ranah siber dengan fokus pada data dan informasi. Negara-negara seperti Singapura, Jerman, dan Tiongkok telah membentuk angkatan siber sebagai matra terpisah, dengan Tiongkok memiliki kekuatan siber terbesar di dunia dengan 145 ribu personil.

"Dampak perang G-V bisa lebih menghancurkan dibandingkan perang konvensional. Dengan kekuatan siber, negara bisa melumpuhkan infrastruktur vital negara lain seperti pembangkit listrik, cadangan minyak, hingga alat utama sistem senjata (alutsista) militer. Serangan siber bisa mematikan jaringan telekomunikasi, menghancurkan sistem digital perbankan, dan mengganggu radar militer serta penerbangan sipil," jelas Bambang.

Sebagai alumni Lemhannas KSA XIII 2005 dan Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI, Bambang menekankan bahwa bahkan alat tempur seperti pesawat dan kapal selam bisa diambil alih dari jarak jauh untuk melakukan serangan tanpa kendali lokal. "Ini mirip dengan situasi di mana jika kita kehilangan ponsel, ponsel tersebut bisa langsung dimatikan dari pusat. Ke depan, saat membeli alat tempur atau infrastruktur kritis dari luar negeri, codingnya harus diubah oleh angkatan siber kita untuk menghindari penyalahgunaan," kata Bambang. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES