Polemik Jilbab Anggota Paskibraka, Setara Institute Kritik BPIP
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Polemik mengenai anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka atau Paskibraka yang harus melepaskan jilbab menjadi kontroversi di tengah masyarakat.
Narasi pemaksaan berkembang. Namun Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui siaran persnya menyampaikan bahwa tidak ada paksaan kepada anggota Paskribraka.
Advertisement
Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, menegaskan bahwa sejak awal, Paskibraka telah dirancang seragam beserta atributnya yang memiliki makna Bhinneka Tunggal Ika.
Dengan berlindung di balik peraturan perundang-undangan dan regulasi yang ada, yaitu Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022 tentang Program Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022, dan Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, BPIP mengklaim bahwa pelepasan jilbab dilakukan secara sukarela melalui penandatanganan surat pernyataan bermaterai.
Kritik dari SETARA Institute
Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menyampaikan, pihaknya menolak kebijakan yang menyeragamkan pelepasan jilbab bagi Paskibraka dan Paskibra di berbagai daerah dalam rangka upacara peringatan proklamasi kemerdekaan atau upacara-upacara lainnya.
Pada saat yang sama, SETARA Institute juga menolak segala bentuk politik penyeragaman, termasuk pemaksaan penggunaan jilbab dalam berbagai konteks seperti di lembaga-lembaga pendidikan, khususnya sekolah-sekolah negeri, sebab hal itu merupakan bentuk politik penyeragaman yang bertentangan dengan kebinekaan Indonesia.
Dalam pandangan SETARA Institute, menggunakan jilbab atau tidak menggunakan jilbab sebagai ekspresi keyakinan merupakan hak dasar yang harus dilindungi dan dihormati oleh negara dan setiap orang, sebagaimana jaminan dalam UUD Negara RI Tahun 1945, terutama Pasal 29 Ayat (2) yang menegaskan bahwa Negara menjamin kemerdekaan untuk memeluk agama dan keyakinan bagi siapapun.
"Oleh karena itu setiap upaya satu pihak kepada pihak lain untuk menanggalkan keyakinan, baik dengan paksaan maupun dengan pengkondisian tanpa paksaan, merupakan tindakan intoleran dan diskriminatif yang bertentangan dengan UUD, terutama pasal 29 Ayat (2) tersebut dan juga pasal 28I Ayat (2) dan (4)," katanya dalam keterangan resminya, Kamis (15/8/2024).
Ia mengatakan, dalam konteks polemik jilbab bagi anggota Paskibraka, bila dicermati ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024 tentang Standar Pakaian, Atribut, dan Sikap Tampang Pasukan Pengibar Bendera Pusaka, memang tidak ada pemaksaan kepada seorang anggota Paskibraka (putri) untuk melepas jilbab.
"Tapi, terdapat standar pakaian atau seragam yang dicontohkan secara visual di dalamnya, dimana anggota Paskibraka putri tidak berjilbab. Hal itu merupakan bentuk penyeragaman yang tidak mengakomodasi kebinekaan dalam keyakinan mengenai penggunaan jilbab," jelasnya.
SETARA Institute memandang bahwa BPIP seharusnya menjadi teladan bagi penghargaan dan penghormatan atas keberagaman keyakinan di tengah-tengah masyarakat dan bangsa Indonesia dengan mengakomodasi keyakinan anggota Paskibraka, termasuk yang berkenaan dengan penggunaan jilbab bagi anggota Paskibraka putri.
Sebagai lembaga yang berwenang melakukan pembinaan ideologi negara, BPIP tidak boleh mencontohkan politik penyeragaman. Mereka, lanjut dia, harus mengakomodasi hak dasar dan aspirasi anggota paskibraka putri untuk menggunakan jilbab yg sama sekali tidak menghambat tugas mereka sebagai pengibar bendera dalam Upacara Bendera 17 Agustus mendatang.
"Apalagi kalau kita cek regulasi sebelumnya, Paskibraka saat masih berada di bawah kewenangan Kementerian Pemudan dan Olahraga (Kemenpora), anggota paskibraka putri diperbolehkan berjilbab," katanya.
SETARA Institute mendesak pemerintah, khususnya BPIP, untuk segera menyelaraskan aturan mengenai Paskibraka, khususnya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2022, Peraturan BPIP Nomor 3 Tahun 2022, dan Surat Keputusan Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Nomor 35 Tahun 2024.
"Agar lebih sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI tahun 1945 serta semboyan negara Indonesia Bhinneka Tunggal Ika," ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |