Indonesia Coffee Day PPI Jepang Nagoya: Kopi Sebagai Jembatan Budaya Dua Negara

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kopi bukan sekadar minuman, melainkan bagian dari identitas budaya yang mampu menyatukan berbagai latar belakang. Hal ini terbukti dalam acara Indonesia Coffee Day yang diselenggarakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia Jepang Komisariat Nagoya (PPI Jepang Nagoya) bekerja sama dengan Nagakute International Association (NIA).
Melalui acara ini, masyarakat Jepang diajak untuk mengenal lebih dalam tentang kopi Nusantara sekaligus memahami nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Acara ini menjadi langkah nyata dalam memperkenalkan lebih luas budaya Indonesia di kancah internasional.
Advertisement
Kopi Sebagai Pintu Masuk Diplomasi Budaya
Di tengah globalisasi, pertukaran budaya semakin beragam, salah satunya melalui kuliner. Indonesia Coffee Day menjadi bukti bahwa kopi bisa menjadi media diplomasi budaya yang efektif.
Nagoya dikenal sebagai kota yang menempati posisi ketiga tertinggi di Jepang setelah Tokyo dan Gifuacara dalm hal konsumsi kopi. Kegiatan tersebut mendapat respons yang luar biasa dari masyarakat lokal.
Hal ini menunjukkan bahwa ada ketertarikan yang besar dari masyarakat Jepang untuk mengenal lebih jauh cita rasa kopi Indonesia.
Ketua PPIJ Nagoya, Al Bahits Annef, menekankan bahwa mahasiswa Indonesia memiliki peran dalam memperkenalkan budaya Nusantara ke masyarakat dunia.
“Sebagai diaspora, kami tidak hanya belajar di Jepang, tetapi juga membawa identitas budaya kami. Kopi menjadi salah satu cara kami untuk membangun pemahaman yang lebih dalam antara kedua negara,” ujar Al Bahits.
Melalui acara ini, mahasiswa juga belajar bagaimana cara menyampaikan budaya Indonesia secara lebih efektif kepada masyarakat internasional.
Perbandingan Budaya Kopi Indonesia dan Jepang
Fahrizal Basanto Ramadhan, penanggung jawab acara, menyoroti bagaimana kopi di Indonesia memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan tradisi minum kopi di Jepang. Tradisi ini memberikan warna tersendiri dalam cara masyarakat Indonesia menikmati kopi di berbagai kesempatan.
“Di Indonesia, kopi tidak hanya soal rasa, tetapi juga cerita dan filosofi di baliknya. Dari ritual ngopi di warung hingga tradisi minum kopi di desa, semuanya mencerminkan kehidupan sosial masyarakat kita,” jelasnya.
Sebagai perbandingan, budaya kopi di Nagoya terkenal dengan konsep morning service, di mana secangkir kopi disajikan dengan sarapan ringan sebagai bagian dari tradisi khas masyarakat lokal. Perbedaan inilah yang menjadi bahan diskusi menarik dalam acara Indonesia Coffee Day.
Kegiatan yang diinisiasi oleh PPI Jepang Nagoya tersebut memperkaya pemahaman peserta tentang budaya masing-masing negara. Melalui perbandingan tersebut, peserta dapat melihat bagaimana kebiasaan menikmati kopi dapat mencerminkan gaya hidup suatu masyarakat.
Edukasi dan Interaksi Langsung
Selain mencicipi kopi-kopi khas Indonesia seperti Kerinci, Flores Bajawa, dan Toraja, para peserta juga mendapatkan wawasan dari praktisi kopi yang sedang melanjutkan studi di Nagoya University.
Tak hanya itu, mereka juga mengikuti kuis interaktif tentang kopi Indonesia, yang semakin menambah antusiasme acara. Interaksi ini membantu memperkuat hubungan antara mahasiswa Indonesia dan masyarakat Jepang melalui diskusi yang menyenangkan.
Salah satu peserta asal Jepang, Suzuki (28), mengungkapkan kekagumannya terhadap pengalaman yang didapatkannya. Dirinya juga berharap dapat mengikuti acara serupa di masa mendatang untuk lebih mengenal budaya Indonesia.
“Saya tidak hanya mencicipi kopi, tetapi juga belajar bagaimana kopi di Indonesia memiliki karakteristik unik dari berbagai daerah. Saya bahkan berkesempatan mencoba biji kopi sebelum diseduh, sesuatu yang belum pernah saya lakukan sebelumnya,” ungkap pemuda tersebut sembari menikmati waktunya di Indonesia Coffee Day PPI Jepang Nagoya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Khodijah Siti |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |